POSKOTA.CO.ID - Bencana hidrometeorologi, banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatra memasuki fase tanggap darurat yang semakin suram.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengonfirmasi korban meninggal akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah bertambah menjadi 883 jiwa per Sabtu, 6 Desember 2025.
Lebih memilukan lagi, sebanyak 520 orang masih dinyatakan hilang dan belum ditemukan sejak bencana pertama kali melanda pada Rabu, 26 November 2025 lalu.
Data terbaru yang dirilis melalui Geoportal Data Bencana Indonesia BNPB menunjukkan penderitaan yang tersebar dan masif di seluruh wilayah terdampak.
Provinsi Aceh mencatat korban jiwa tertinggi dengan 345 orang meninggal dan 174 orang hilang. Sumatera Utara menyusul dengan 312 korban tewas dan 133 orang masih dicari. Sementara itu, di Sumatera Barat, 226 nyawa melayang dan 213 orang belum berhasil dievakuasi atau ditemukan.
Di balik angka statistik yang tragis, tersembunyi kisah pilu ribuan keluarga. Bencana tidak hanya merenggut nyawa tetapi juga melukai fisik dan mengoyak tempat bernaung.
Sedikitnya 4.200 warga dilaporkan mengalami luka-luka dengan berbagai tingkat keparahan. Ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal, dengan 121.500 unit rumah di 51 kabupaten/kota mengalami kerusakan, mulai dari ringan hingga hancur total.
Gelombang pengungsian besar-besaran pun tak terhindarkan, dengan tenda-tenda darurat menjadi pemandangan umum di daerah yang lebih tinggi.
Baca Juga: Update Terbaru Korban Banjir Sumatra: 836 Meninggal, 518 Hilang, dan 3,3 Juta Jiwa Terdampak
Kerusakan infrastruktur publik yang terjadi berskala luar biasa, memperparah kondisi darurat dan memperlambat proses pemulihan.
Laporan BNPB merinci bahwa total 1.100 fasilitas umum rusak tertimbun material atau tersapu air bah. Rincian kerusakan mencakup 270 fasilitas kesehatan (puskesmas dan klinik), 338 rumah ibadah, 221 gedung perkantoran pemerintahan, dan 405 jembatan yang putus atau rusak berat. Kerusakan ini mengisolasi banyak desa dan mempersulit distribusi bantuan.
Sektor pendidikan menjadi salah satu yang paling menderita dalam jangka panjang. Sedikitnya 509 fasilitas pendidikan, termasuk sekolah dan madrasah, mengalami kerusakan parah.
Hal ini secara efektif menghentikan proses belajar-mengajar bagi puluhan ribu siswa, menambah daftar panjang trauma dan ketertinggalan yang harus dipulihkan pasca-bencana.
Operasi pencarian dan evakuasi (SAR) gabungan yang melibatkan TNI, Polri, Basarnas, relawan, dan masyarakat setempat masih terus digencarkan di daerah-daerah yang baru bisa diakses.
Cuaca ekstrem dan kondisi tanah yang labil kerap menjadi hambatan utama. Fokus bantuan saat ini selain evakuasi adalah pendistribusian logistik darurat, penanganan kesehatan bagi pengungsi, serta pencegahan wabah penyakit.
BNPB memperkirakan angka korban dan kerusakan masih mungkin bertambah seiring dengan proses assesment yang berjalan dan pencarian yang terus dilakukan.
Bencana ini tercatat sebagai salah satu bencana banjir bandang dan longsor dengan korban jiwa terbesar dalam sejarah modern Indonesia, menyisakan duka mendalam dan pekerjaan rumah yang sangat berat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di tiga provinsi tersebut.