POSKOTA.CO.ID - Dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali mencuri perhatian publik setelah salah satu pendakwah populer asal Bandung, Evie Effendi, dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri.
Laporan ini diterima Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung dan berkembang hingga penetapan status tersangka.
Kasus ini menjadi perhatian nasional karena melibatkan figur publik keagamaan yang dikenal dekat dengan generasi muda.
Awal Terjadinya Kasus
Menurut keterangan Rio Damas Putra selaku kuasa hukum korban, peristiwa bermula ketika NAS anak kedua dari empat bersaudara datang ke kediaman ayahnya di Bandung. Saat itu, Evie sedang melaksanakan salat Jumat dan kedatangan NAS disambut oleh sang nenek yang disebut bersikap kurang bersahabat.
“Setiap bulan memang diberikan, tapi selalu harus dihubungi dulu. Tidak pernah langsung atau rutin,” ujarnya, Selasa, 26 Agustus 2025
Tujuan NAS datang adalah memperbaiki komunikasi sekaligus menanyakan soal nafkah yang dinilai tidak diberikan secara konsisten. Meski nafkah diberikan setiap bulan, menurut Rio, hal tersebut tidak pernah berlangsung otomatis dan korban harus selalu mengingatkan terlebih dahulu.
Ketegangan dan Aksi Kekerasan
Situasi memanas setelah istri kedua Evie, berinisial DS, tiba dan ikut dalam percakapan. NAS mengaku mengalami perlakuan tidak menyenangkan, mulai dari tekanan verbal hingga tindakan fisik. DS disebut meremas tangan korban dan mencoba merebut ponsel ketika percakapan direkam.
“Saat hendak pergi sambil mengenakan helm, klien kami justru dikejar dan dipukul di bagian kepala oleh DS. Neneknya memegang tangan NAS agar tidak bisa bergerak, sementara ayahnya, EE, memukul kepala, meludahi, dan mengucapkan kata-kata kasar,” ujar Rio.
Konflik mencapai puncak ketika NAS disiram kuah makanan, kemudian dipukul oleh DS, ayahnya (Evie), serta beberapa anggota keluarga lain.
Beruntung seorang warga yang mengetahui kejadian tersebut melerai dan NAS dapat meninggalkan lokasi. Korban kemudian menjalani visum dan melaporkan kejadian tersebut kepada polisi.
Perkembangan Proses Hukum
Tiga bulan setelah laporan masuk, polisi menetapkan Evie Effendi dan tiga anggota keluarganya sebagai tersangka.
Kompol Anton selaku Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung menyampaikan bahwa Evie dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
“Sudah kami tetapkan yang bersangkutan bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka,” ujar Anton, Jumat, 5 Desember 2025.
Penahanan belum dilakukan karena penyidik masih menunggu pemeriksaan lanjutan. Bila panggilan tidak dipenuhi, polisi membuka opsi penjemputan paksa.
Baca Juga: Bojan Hodak Optimis Persib Bandung Bisa Atasi Borneo FC, Lefundes Ekstra Waspada
Profil Singkat Evie Effendi
Evie Effendi lahir di Bandung pada 19 Januari 1976. Sebelum menjadi pendakwah, ia bekerja lebih dari 15 tahun di industri denim sebagai R&D Matching Colour.
Popularitasnya meningkat melalui ceramah dengan gaya penyampaian yang modern dan menggunakan bahasa gaul. Pendekatan ini membuatnya dikenal dekat dengan anak muda, terutama melalui media sosial dan majelis offline.
Namun, ini bukan pertama kalinya Evie menjadi sorotan. Pada 2018, ia pernah menuai kritik setelah menyampaikan pernyataan kontroversial terkait Nabi Muhammad SAW. Ia kemudian meminta maaf dan memberikan klarifikasi.
Kasus ini memunculkan reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian memisahkan perkara hukum dengan karya dakwahnya, sementara lainnya mempertanyakan integritas moral seorang figur publik keagamaan.
- Secara sosial, kasus ini membuka kembali diskusi mengenai:
- Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak
- Relasi kuasa dalam keluarga
- Pertanggungjawaban publik tokoh agama
Kasus dugaan KDRT yang menjerat nama pendakwah Evie Effendi menunjukkan bahwa setiap bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal, harus diproses secara hukum tanpa memandang status sosial.
Proses penyidikan masih berlanjut, dan hasil akhir akan bergantung pada proses persidangan serta alat bukti yang sah. Perkembangan kasus ini diperkirakan terus menjadi perhatian publik hingga adanya keputusan hukum final.