JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Para pedagang di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, menolak kenaikan harga sewa yang dinilai tidak wajar.
Saat ini, tidak ada hingar-bingar dan suara tawar menawar antara pelanggan dan pembeli yang seramai dulu di Pasar Pramuka, Jakarta Timur.
Dahulu tempat yang terkenal dengan pedagang yang menjual obat, alat kesehatan, dan perlengkapan farmasi kini tampak sepi dan senggang.
Sejumlah kios terlihat tutup, bahkan ada secarik kertas menempel pada kios yang bertuliskan 'Ditutup Sementara' dengan kop surat di atasnya bertuliskan Perumda Pasar Jaya.
Segel itu ternyata, telah dipasang sejak Kamis, 13 November 2025. Para pedagang juga melakukan aksi unjuk rasa menolak penyegelan dan pembayaran sewa kios yang mencapai empat kali lipat dari harga sebelumnya.
Baca Juga: Pedagang Pasar Pramuka 'Menjerit' di Tengah Rencana Kenaikan Sewa Kios
Setidaknya, sebanyak 41 kios yang disegel dari total 403 kios milik BUMD Jakarta tersebut. Para pedagang juga kompak melakukan mogok dagang jika aspirasi yang disuarakannya tidak di dengar oleh Perumda Pasar Jaya selaku pengelola.
Penyegelan dan mogok dagang itu turut dibenarkan oleh ketua HPFPP (himpunan pedagang farmasi Pasar Pramuka) sekaligus pedagang, Sahut Yudha.
"41 toko di segel, mogok dagang dari kamis hingga waktu yang belum ditentukan," ujar Yudha kepada Poskota, Minggu, 16 November 2025.
Yudha menyampaikan bahwa para pedagang mengaku tidak sanggup atas kenaikan harga sewa kios yang meningkat berkali lipat dari harga sebelumnya.
"Kami meminta bantuan Gubernur Jakarta Pramono Anung untuk dapat menindaklanjuti atas peristiwa penutupan dan penyegelan kios yang telah terjadi di Pasar Pramuka," ucap Yudha.
Perumda Pasar Jaya menyampaikan harga sewa dengan jangka waktu 20 tahun adalah sebesar Rp390 juta untuk lantai dasar dan Rp345 juta untuk lantai satu.
Yudha mengatakan, harga itu belum ditambah PPN 11 persen dan biaya posisi strategis sebanyak 10 persen dimana harga sebelumnya hanya sebesar untuk lantai dasar Rp100 juta dan lantai satu Rp80 juta.
Yudha menegaskan, tindakan penutupan sementara yang dilakukan oleh Perumda Pasar Jaya didasarkan pada Surat Kepala Pasar Pramuka Area 8 Nomor: 3246/1.824.551.4/2025 Tentang Pelaksanaan Penutupan Sementara tidak memiliki basis yuridis.
Lantas, Yudha berharap agar Perumda Pasar Jaya dapat membuka segel dan mengaktifkan kembali kios di Pasar Pramuka.
Sementara itu, pedagang lainnya, Evaldi, 60 tahun, juga turut menolak kenaikan harga sewa kios yang dinilai memberatkan tersebut.
Menurut Evaldi, sewa kios sebelumnya hanya sekitar Rp5 juta per tahun, atau total Rp100 juta untuk masa 20 tahun.
Baca Juga: Perumda Pasar Jaya Buka Suara soal Kenaikan Harga Sewa Kios di Pasar Pramuka
Namun, pada perpanjangan masa pakai yang dimulai 2024 ke depan, Pasar Jaya menawarkan harga yang jauh lebih tinggi.
“Awalnya kami ditawari hampir Rp970 juta per kios di lantai dasar. Setelah kami protes, turun jadi sekitar Rp600 juta, tapi itu tetap tidak masuk di akal. Toko kami sudah dipakai 20 tahun lebih,” ujar Evaldi.
Evaldi juga mengkritisi kebijakan Pasar Jaya yang mulai menagih pembayaran meski revitalisasi pasar belum rampung. Bahkan, pedagang yang belum menyetujui harga baru justru dikenakan sanksi penyegelan.
“Ini belum selesai revitalisasi, tapi kami sudah diminta bayar. Yang belum setuju disegel. Ada beberapa kios yang disegel kemarin,” ujarnya.
“Hari Senin kami belum tahu bagaimana. Kami hanya berharap pedagang bisa kembali bekerja tanpa tekanan,” ungkapnya.
Kenaikan Harga Sewa Kios Perlu Ditinjau Ulang
Sementara itu, pengamat ekonomi, Esther Sri Astuti, menyampaikan, bahwa kebijakan kenaikan harga sewa kios itu, seharusnya ditinjau ulang oleh pihak pengelola.
"Harusnya ditunda dulu karena mendingan ditunda daripada banyak pedagang pindah dari Pasar Pramuka," ujar Esther kepada Poskota, Minggu, 16 November 2025.
Ia bahkan mempertanyakan apakah kebijakan tersebut memang sengaja dibuat untuk mendorong pedagang hengkang, sehingga area kios dapat dialihfungsikan menjadi bentuk usaha lain oleh pengelola.
"Atau memang itu yg diinginkan agar mereka pindah sehingga kiosnya bisa dirombak menjadi apa gitu," ujar Esther.
Esther menjelaskan, selain masalah kenaikan sewa yang drastis, terdapat sejumlah faktor eksternal yang turut memperburuk kondisi perdagangan di Pasar Pramuka.
"Memang ada beberapa faktor penyebab, pelemahan daya beli masyarakat karena banyak PHK dari perusahaan dan mereka kehilangan pekerjaan, perilaku konsumen sudah bergeser dari belanja offline menjadi belanja online dan Banyak apotek yang menawarkan jasa pengiriman obat sehingga orang bisa order lewat telepon dan kemudian dikirim," kata Esther.
Menurut Esther, ke depan pedagang Pasar Pramuka tidak bisa hanya mengandalkan toko fisik. Mereka perlu beradaptasi dengan perubahan zaman dan perilaku konsumen. (cr-4)