JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, menyoroti maraknya ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta yang terbengkalai dan bahkan disalahgunakan menjadi lokasi prostitusi, seperti di Taman Daan Mogot, Jakarta Barat.
Menurutnya, penyimpangan pemanfaatan taman di Jakarta adalah persoalan klasik yang belum benar-benar terselesaikan. Minimnya penerangan, ketidakhadiran petugas, serta lemahnya pengawasan membuat taman mudah disalahgunakan.
“Fenomena penyimpangan pemanfaatan taman atau RTH itu sudah lama. Apalagi kalau lampu tidak menyala, itu patut diinvestigasi,” ujar Yayat saat diwawancarai Poskota, Sabtu, 15 November 2025.
Yayat menyebut, ada empat faktor utama yang membuat taman rentan dijadikan tempat aktivitas ilegal.
Baca Juga: Taman di Daan Mogot Jadi Lokasi Prostitusi Sesama Jenis, Satpol PP Jakarta Perketat Pengawasan
Di antaranya, pengawasan tidak optimal, tidak ada CCTV, minim tindakan aparat, dan praktik ‘tahu sama tahu’ antara oknum petugas dengan pelaku penyimpangan.
“Kalau petugas mengetahui tapi tidak berani bertindak, itu catatan serius,” ujar Yayat.
Selain itu, dia juga mempertanyakan keberlanjutan program Taman 24 Jam yang pernah digaungkan Pemprov DKI.
Program tersebut sempat menjadi janji untuk membuka ruang publik sepanjang hari dengan pengawasan ketat, namun kini tak lagi terdengar.
“Awalnya mau dibuka 24 jam, sekarang malah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pertanyaannya, apa tindak lanjut Taman 24 Jam itu? Bagaimana implementasinya?” kata Yayat.
Yayat menilai, bahwa Pemprov Jakarta harus segera memetakan taman-taman dengan potensi disalahgunakan, terutama taman yang berada jauh dari permukiman karena tingkat kerawanannya lebih tinggi.
Selain itu, dikatakan Yayat, perawatan RTH tidak sepenuhnya bisa dibebankan kepada pemerintah.
Ia menyebut, masyarakat juga harus memiliki rasa kepemilikan terhadap taman di lingkungannya.
“Taman bisa terjaga kalau ada yang merawat. Yang merawat itu komunitas. Warga boleh ikut bertanggung jawab melakukan pemantauan dan pengawasan,” ucap Yayat.
Ia mencontohkan kawasan Tebet, di mana komunitas warga turut mengawasi taman lingkungan. Namun banyak taman lain, seperti Taman Cattleya atau Hutan Kota Kebon Kusang, hampir tanpa pengawasan saat malam hari.
“Taman yang jauh dari permukiman itu berbahaya. Petugasnya sedikit, bisa saja ada tekanan atau bujukan dari pihak tertentu,” katanya.
Yayat menilai Pemda Jakarta harus mengambil tindakan tegas dalam menindaklanjuti penyimpangan fungsi taman.
Salah satunya adalah melakukan razia berkala serta membuka kanal laporan masyarakat yang responsif.
“Sekali-sekali adakan razia, manfaatkan laporan warga. Tapi laporan itu harus dikirim ke siapa? Siapa yang bisa langsung bertindak? Ada enggak satgas khusus pengamanan Taman 24 Jam?” ungkap Yayat.
Lantas, dia mendorong Pemprov DKI memperkuat anggaran, menambah personel pengawasan, dan melakukan tindakan yustisia terhadap pelanggar.
Bahkan jika pelaku merupakan warga penerima bantuan sosial, ia menyarankan adanya tindakan tegas.
“Kalau dia penerima bantuan dan melakukan tindakan asusila, cabut bantuannya. Kalau tidak ada sanksi, ya susah,” kata Yayat.
Terkait taman-taman yang tidak terurus, Yayat menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh. Ia mempertanyakan apakah pemerintah memiliki anggaran dan personel cukup untuk mengelolanya.
Baca Juga: Cegah Prostitusi Sesama Jenis, Personel Satpol PP Jakbar Disiagakan di Taman Daan Mogot
“Taman terbengkalai itu harus dilihat dulu, terbengkalai karena apa? Punya anggaran atau tidak?” ucap dia.
Namun ia juga menyinggung terkait, sejumlah taman justru dikuasai oleh ormas atau oknum yang menjadikannya sebagai ladang bisnis.
“Banyak taman kita yang sudah 'dibisniskan'. Taman Kali Jodo contohnya. Coba cek siapa yang kelola parkirnya? Siapa yang bertanggung jawab pada pedagangnya?," ujar dia.
Menurutnya, taman yang berubah menjadi komoditas ekonomi rawan disalahgunakan untuk parkir liar, hiburan tidak resmi, hingga prostitusi.
“Jangan sampai taman di Jakarta jadi komoditas untuk kegiatan amoral. Pergi ke taman parkirnya mahal, tamannya kotor, hiburannya enggak jelas,” kata Yayat.
Yayat mengatakan, sebagian besar taman masih bisa dikelola dengan baik pada siang hari, namun masalah muncul di malam hari karena pengawasan minim.
“Siang hari masih jelas. Malam hari siapa yang ngelola? Nanti pasti muncul kelompok-kelompok tertentu,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya patroli skala kota dan patroli lingkungan yang dilakukan rutin, khususnya di taman-taman rawan.
Selanjutnya, Yayat menegaskan pentingnya kolaborasi warga dan pemerintah untuk menghidupkan kembali semangat menjaga ruang publik.
“Kota menjaga kita, kita menjaga kota. Jaga Jakarta! Itu makna yang harus digaungkan kembali,” ucapnya. (cr-4)