ILUSTRASI: Sejumlah anak bermain di Tebet Eco Park, Jakarta, Minggu, 19 Oktober 2025. Dinkes Jakarta mencatat prevalensi stunting di ibu kota mencapai 17,2 persen. (Sumber: POSKOTA | Foto: Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA RAYA

Angka Stunting di Jakarta Turun Jadi 17,2 Persen, Pemprov DKI Fokus Intervensi di Wilayah Rawan

Minggu 19 Okt 2025, 21:11 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Berdasarkan data terbaru yang dihimpun dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, yang dirilis Mei 2025 angka stunting di Jakarta tercatat sekitar 17,2 persen.

Staf Khusus (Stafsus) Gubernur Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim menyampaikan, terjadi penurunan signifikan dari 14,8 persen pada 2022, meskipun masih di bawah target nasional 18,8 persen untuk akhir 2025.

Menurut Chico, pihak Dinas Kesehatan terus mengintensifkan berbagai intervensi untuk mempercepat penurunan stunting, terutama di wilayah yang memiliki prevalensi tertinggi.

"Data kasus aktif balita stunting per Agustus 2024 (sebagai referensi terkini sebelum survei penuh 2025) mencatat sekitar 5.688 kasus atau 1,67 persen dari total balita, dengan tren penurunan berkelanjutan," ujar Chico.

Baca Juga: Angka Stunting di Jakarta Masih Tinggi, DPRD Desak Pemprov Fokus Program Gizi hingga Sanitasi

Ia menyebut, wilayah dengan kasus stunting tertinggi masih didominasi oleh Jakarta Utara dengan prevalensi sekitar 18,5-19,7 persen, diikuti Kepulauan Seribu sekitar 20,5 persen, serta Jakarta Pusat.

Adapun, saat ini dikatakan Chico, pihak Dinkes fokus pada intervensi masif di daerah rawan tersebut.

"Termasuk kolaborasi dengan posyandu dan program BERAKSI (Bergerak Atasi Stunting dan TBC)," ungkap Chico.

Chico menegaskan, penyebab utama stunting di Jakarta umumnya berasal dari kekurangan gizi kronis pada ibu hamil dan balita, serta pola pemberian makan yang kurang tepat, misalnya rendahnya konsumsi protein hewani.

Selain itu, sanitasi dan higiene yang buruk di wilayah padat penduduk, juga menjadi faktor dominan.

"Sanitasi dan higiene buruk di wilayah padat penduduk, seperti pengelolaan limbah dan air bersih yang belum optimal," ujar dia.

Faktor sosial dan ekonomi pun ikut memengaruhi. Menurut Chico, sebagian keluarga masih memiliki pola asuh yang kurang mendukung pertumbuhan anak, serta akses layanan kesehatan yang belum merata di wilayah pinggiran Jakarta.

"Dan kebiasaan seperti merokok di rumah yang memengaruhi pertumbuhan anak," ujar dia.

Sebagai bentuk keseriusan menekan stunting, Pemprov DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp10,7 triliun dalam APBD 2025 untuk mendukung program gizi spesifik dan sensitif, edukasi kesehatan, serta peningkatan infrastruktur sanitasi.

"Kami di Pemprov DKI terus prioritaskan ini melalui anggaran Rp10,7 triliun di 2025 untuk program gizi spesifik, edukasi, dan sinergi dengan TP2S nasional," ungkap dia.

Kasus Stunting di Jakarta Timur Turun

Sementara itu, Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Timur mencatat terjadi penurunan angka stunting di wilayah Jakarta Timur.

Baca Juga: Stunting Masih Jadi Tantangan di Jakarta, Ahli Gizi Soroti Pola Asuh dan Lingkungan Kumuh

Kepala Sudinkes Jakarta Timur, Herwin Meifendy menyampaikan, jumlah balita stunting pada Agustus 2025 tercatat sebanyak 802 anak.

"Jumlah balita stunting bulan Agustus 2025 sebanyak 802 bila dibandingkan dengan bulan Desember 2024 mengalami penurunan sebanyak 9 kasus, yang awalnya 811 kasus," ucap Herwin kepada Poskota, Minggu, 19 Oktober 2025.

Adapun capaian ini merupakan hasil dari serangkaian program intervensi spesifik dan sensitif yang dijalankan secara konsisten di seluruh wilayah kecamatan Jakarta Timur.

Upaya spesifik yang sudah dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Penemuan kasus stunting.

2. Validasi dan verifikasi data kasus.

3. Sistem rujukan, penegakan diagnosis, dan tata laksana oleh dokter spesialis anak di RSUD.

4. Intervensi dengan pemberian PKMK (Paket Konseling Makanan Kesehatan) di RSUD untuk anak-anak yang terdiagnosis stunting.

5. Pemantauan pertumbuhan anak secara berkala.

6. Integrasi layanan luar gedung RSUD, di mana dokter spesialis anak melakukan layanan di puskesmas.

7. Kolaborasi dengan CSR, seperti PAM Jaya, TransJakarta, dan United Tractors, dalam pemberian PMT (Pemberian Makanan Tambahan) bagi balita bermasalah gizi.

8. Pemberian PMT pemulihan bagi balita dengan weight faltering, underweight, gizi kurang, serta tata laksana balita gizi buruk.

9. Pemberian PMT kepada ibu hamil dengan kondisi KEK (Kekurangan Energi Kronis).

10. Edukasi pemberian ASI eksklusif dan MPASI pada kelas ibu dan balita.

11. Kegiatan pemberian vitamin A.

12. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan lanjutan.

13. Edukasi keluarga dan konseling pola asuh balita, meliputi pola makan dan pola tidur, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dan kader kesehatan.

14. Kegiatan edukasi berupa demonstrasi pengolahan menu makanan balita.

15. Pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) kepada rematri (remaja putri).

16. Pelayanan bagi calon pengantin.

17. Peningkatan cakupan layanan akseptor KB.

18. Koordinasi berkelanjutan dengan Wali Kota Jakarta Timur dan lintas sektor terkait.

19. Pelayanan pemeriksaan ANC (Antenatal Care) dengan fasilitas USG dasar di puskesmas.

Untuk upaya sensitif yang dilakukan, yakni sebagai berikut:

1. Perbaikan akses sanitasi melalui program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).

2. Perbaikan akses air bersih bekerja sama dengan PAM Jaya.

3. Kolaborasi dengan Dinas KPKP (Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian) dalam program Gemar Makan Ikan.

4. Kolaborasi dengan Diskominfotik dalam sosialisasi dan kampanye pencegahan stunting. (cr-4)

Tags:
Chico HakimDinkes Jakartaangka kasus stunting di Jakartastunting

Tim Poskota

Reporter

Mohamad Taufik

Editor