POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa minggu terakhir, pemberitaan nasional diramaikan dengan isu penolakan sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta terhadap pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero).
SPBU seperti Vivo Energy Indonesia dan BP-AKR (PT Aneka Petroindo Raya) memilih membatalkan kesepakatan pembelian BBM yang sebelumnya sudah tercapai.
Penyebab utama polemik ini adalah kandungan etanol 3,5 persen dalam base fuel Pertamina. Meski secara regulasi pemerintah Indonesia memperbolehkan campuran etanol hingga 20 persen, kenyataannya sebagian operator SPBU swasta tidak menerima standar tersebut.
Padahal, Pertamina telah menyiapkan pasokan hingga 100 ribu barel untuk kebutuhan mitra swasta. Namun, setelah dilakukan evaluasi teknis, Vivo dan BP-AKR menyatakan keberatan, sehingga perjanjian kerja sama dibatalkan secara sepihak.
Pandangan Pertamina
Achmad Muchtasyar, Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, menjelaskan bahwa awalnya Vivo telah menyetujui pembelian 40 ribu barel base fuel pada 26 September 2025. Namun, hanya beberapa hari berselang, pembatalan dilakukan.
Menurut Achmad, isu utama yang dipersoalkan bukan pada ketersediaan pasokan, melainkan kandungan etanol. “Meski regulasi membolehkan hingga 20 persen, nyatanya 3,5 persen saja ditolak oleh rekan-rekan SPBU swasta,” ujar Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, 1 Oktober 2025.
Sementara itu, Shell Indonesia yang sebelumnya disebut dalam daftar calon mitra Pertamina, mundur bukan karena masalah etanol, melainkan karena faktor birokrasi internal yang belum selesai.
Klarifikasi dari Vivo Energy Indonesia
Vivo Energy Indonesia akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait pembatalan pembelian BBM Pertamina. Direktur Vivo menjelaskan bahwa keputusan itu didorong oleh kendala teknis.
“Apa yang kami minta belum bisa dipenuhi, sehingga dengan terpaksa kami membatalkan perjanjian,” ungkapnya.
Meski begitu, Vivo menegaskan tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan Pertamina di masa mendatang, asalkan spesifikasi produk sesuai dengan standar internal perusahaan.
Selain itu, Vivo juga mengonfirmasi bahwa stok BBM mereka untuk bulan Oktober 2025 sudah habis, sehingga perusahaan harus mencari alternatif pasokan lain.
Apa Itu Etanol dalam BBM?
Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) adalah senyawa organik yang kerap dijumpai dalam berbagai bidang, mulai dari industri farmasi, kosmetik, hingga minuman beralkohol. Dalam sektor energi, etanol berfungsi sebagai bahan bakar alternatif yang dapat dicampurkan dengan bensin.
Etanol biasanya diproduksi melalui fermentasi gula dari bahan nabati, seperti tebu, jagung, singkong, atau bahkan limbah pertanian. Karena sifatnya mudah terbakar, etanol bisa menjadi komponen campuran dalam bensin untuk menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Fungsi dan Alasan Etanol Digunakan dalam Bahan Bakar
Penggunaan etanol dalam BBM bukanlah hal baru. Ada beberapa alasan utama mengapa etanol dipandang positif sebagai campuran bahan bakar, antara lain:
- Lebih ramah lingkungan – Etanol dapat menurunkan emisi karbon yang dihasilkan kendaraan bermotor.
- Mengurangi ketergantungan minyak bumi – Campuran etanol membantu menghemat cadangan minyak fosil yang semakin terbatas.
- Energi terbarukan – Berasal dari bahan nabati, etanol bisa diproduksi secara berkelanjutan.
- Peningkatan performa oktan – Campuran etanol mampu meningkatkan nilai oktan, sehingga mesin lebih efisien.
Negara seperti Brasil dan Amerika Serikat telah lama menggunakan etanol dalam bahan bakar. Sejak 1976, Brasil bahkan mewajibkan campuran etanol dalam bensin, sementara di AS sebagian besar kendaraan bisa berjalan dengan campuran etanol 10–15 persen.
Mengapa Indonesia Masih Berdebat?
Meski regulasi pemerintah sudah mengizinkan penggunaan etanol hingga 20 persen, kenyataannya penerapannya di Indonesia masih menimbulkan resistensi. Ada beberapa faktor penyebabnya:
- Standar spesifikasi berbeda – SPBU swasta seperti Vivo dan BP-AKR memiliki standar teknis tersendiri yang belum sesuai dengan pasokan Pertamina.
- Kesiapan infrastruktur – Tidak semua fasilitas distribusi dan mesin kendaraan di Indonesia siap menerima campuran etanol.
- Biaya penyesuaian – Untuk menyesuaikan dengan etanol, perusahaan perlu mengubah sistem penyimpanan dan distribusi, yang berarti tambahan investasi.
- Kurangnya edukasi publik – Banyak konsumen belum memahami bahwa etanol aman digunakan dan ramah lingkungan.
Dampak Penolakan BBM Etanol
Penolakan SPBU swasta terhadap BBM Pertamina menimbulkan beberapa konsekuensi penting:
- Ketersediaan pasokan BBM non-etanol semakin terbatas karena Pertamina berfokus pada produk dengan campuran etanol.
- Harga BBM swasta berpotensi naik akibat harus mencari pasokan alternatif dari luar negeri.
- Target energi terbarukan pemerintah bisa terhambat jika industri tidak segera menyesuaikan diri dengan kebijakan biofuel.
Baca Juga: Cara dan Tips Update iOS dengan Benar
Tantangan dan Prospek ke Depan
Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan etanol sebagai bagian dari strategi energi nasional. Potensi bahan baku seperti singkong, tebu, hingga jagung cukup melimpah. Namun, beberapa hal harus diperhatikan:
- Regulasi yang seragam antar perusahaan penyedia BBM.
- Investasi infrastruktur untuk mendukung penyimpanan dan distribusi etanol.
- Kolaborasi dengan industri otomotif agar kendaraan lebih kompatibel dengan BBM campuran.
- Sosialisasi kepada masyarakat agar konsumen tidak ragu menggunakan BBM dengan campuran etanol.
Polemik penolakan SPBU swasta terhadap BBM Pertamina dengan kandungan etanol 3,5 persen menandai masih adanya perbedaan standar teknis di Indonesia.
Meski secara regulasi aman dan sesuai ambang batas, beberapa perusahaan enggan menyesuaikan diri karena faktor infrastruktur dan spesifikasi internal.
Namun, di sisi lain, etanol adalah salah satu solusi jangka panjang untuk ketahanan energi nasional. Dengan mengurangi ketergantungan pada minyak fosil dan mendukung energi terbarukan, Indonesia sebenarnya dapat menempuh jalur yang lebih ramah lingkungan.