Ilustrasi obrolan warteg: Tiga sahabat berdiskusi soal demonstrasi berdarah di Nepal, mengingatkan agar peristiwa serupa tidak terjadi di Indonesia. (Sumber: Poskota/Arif Setiadi)

SERBA-SERBI

Obrolan Warteg: Mari Kita Renungkan

Jumat 19 Sep 2025, 06:36 WIB

POSKOTA.CO.ID - Demonstrasi berdarah di Nepal hingga merenggut 72 korban jiwa dan ratusan lainnya luka – luka, mengingatkan kita untuk selalu introspeksi. Mawas diri sebelum berucap dan berbuat. Kontrol diri ketika menjadi pejabat.

Patut kita renungkan bahwa peristiwa di Nepal memberikan pelajaran berharga bagi kita semua, apa yang telah kita perbuat menyenangkan banyak pihak, atau sebaliknya menyakiti hati rakyat.

“Jadi ingat dengan lagu: Mari kita renungkan karya Ebiet G Ade yang sarat makna itu,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.

“Itu lagu favorit, saya suka nyanyikan lagu itu di eranya, pas karaokean sama teman – teman,” ujar mas Bro.

“Wah rupanya punya masa lalu, hobi karaoke ya,” kata Yudi.

Baca Juga: Obrolan Warteg: Desakan Reformasi Menguat

“Ini bukan hobi soal karaokean, tetapi makna lagu itu yang sarat pesan untuk senantiasa introspeksi diri. Syairnya pun hafal hingga sekarang, terutama bait pertama, ” kata mas Bro.

“Coba dong jadi kepengin dengar,” kata Yudi.

“Nih dengerin,” kata mas Bo yang kemudian mendendangkan “ Kita mesti telanjang dan benar – benar bersih. Suci lahir dan di dalam batin. Tengoklah ke dalam sebelum bicara. Singkirkan debu yang masih melekat. Singkirkan debu yang masih melekat. Hooo hooo hooo..”

“Kok langsung hooo ... hooo, “ protes Yudi.

“Karena kalau kita kaji lebih jauh, masih banyak tangan yang tega berbuat nista hooo hooo,” ujar mas Bro.

“Terus arah obrolan kita mau kemana?,” tanya Yudi lagi.

Baca Juga: Obrolan Warteg: Mayoritas Peringkat Merah

“Ya, mari kita renungkan jangan sampai peristiwa Nepal terjadi di negeri kita,” ujar mas Bro.

Seperti diketahui, publik Nepal marah akibat pembatasan media sosial serta skandal korupsi pejabat. Meski larangan tlah dicabut, kemarahan publik terus  meluas karena tuntutan pemberantasan korupsi belum terjawab.

Ditambah lagi gaya hidup hedon dan pamer kemewahan yang dilakukan anak pejabat di tengah banyaknya kesusahan yang melanda rakyat.

Diberitakan, beberapa pejabat dikejar oleh para demonstran.Rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan sejumlah pejabat penting ikut menjadi sasaran amarah publik.

“Kondisi seperti ini yang patut kita renungkan juga, utamanya para elite dan pejabat publik kita serta keluarganya, untuk memberikan empati kepada rakyat, bukan antipati,” ujar Heri.

“Sinyal kemarahan publik sudah terlihat saat aksi massa akhir bulan lalu. Ini yang perlu diantisipasi dan segera dicarikan solusi melalui aksi nyata,” kata mas Bro. (Joko Lestari)

Tags:
obrolan wartegrakyatNepal

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor