POSKOTA.CO.ID - Nama Ferry Irwandi mendadak menjadi sorotan tajam setelah kehadirannya dalam program Rakyat Bersuara.
Dengan tutur kata yang lugas dan berani, ia menyampaikan kritik pedas terhadap pemerintah mengenai penanganan kerusuhan demonstrasi yang menewaskan sembilan orang.
Namun, di balik keberaniannya itu, tersimpan perjalanan karier yang tidak biasa: dari seorang PNS di Kementerian Keuangan selama sepuluh tahun menjadi intelektual publik dan pendiri platform edukasi ternama.
Siapa sebenarnya sosok yang tidak takut akan konsekuensi, bahkan ancaman penjara, untuk menyuarakan suara hati publik ini?
Baca Juga: Bukan Mainan Biasa, Ini Harga Patung Iron Man Sahroni Bernilai Ratusan Juta yang Raib Dijarah Massa
Profil Ferry Irwandi: Sang Pemikir Kritis

Ferry Irwandi (33) bukanlah nama baru di jagat konten edukasi Indonesia. Pria kelahiran Jambi, 16 Desember 1991 ini adalah seorang multi-hyphenate: kreator konten, aktivis, dan founder Malaka Project.
Latar belakang pendidikannya di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) menjadi fondasi pemahamannya yang kuat terhadap ekonomi dan kebijakan publik.
Yang menarik, jiwa seni dan kritiknya telah terasah sejak remaja. Ferry aktif di teater sejak SMP, tidak hanya sebagai aktor tetapi juga sebagai penulis naskah.
Bakat analitis dan seninya ini kemudian ia salurkan melalui klub film SCENE semasa kuliah, menunjukkan awal mula passionnya dalam menyampaikan pesan melalui media.
Meninggalkan Zona Nyaman
Sebelum viral seperti sekarang, Ferry menghabiskan waktu sepuluh tahun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di humas Kementerian Keuangan. Posisi tersebut memberinya pandangan dari dalam (insider’s perspective) tentang bagaimana birokrasi dan kebijakan publik bekerja.
Pada November 2022, ia mengambil langkah berani: mengundurkan diri dari status PNS-nya yang stabil untuk sepenuhnya berkecimpung sebagai kreator konten.
Saluran YouTube-nya, yang telah ia rintis sejak 2010, menjadi mediumnya membedah isu-isu kompleks seperti politik, filsafat stoikisme, dan ketidakadilan sosial.
Gaya komunikasinya yang logis, kritis, namun mudah dicerna mengantarkannya menjadi salah satu intelektual publik yang diperhitungkan, dengan hampir 2 juta subscriber di YouTube dan 2,5 juta pengikut Instagram.
Baca Juga: Apakah Feby Belinda Istri Pertama Ahmad Sahroni? Ini Profil dan Fakta yang Jarang Tersorot
Malaka Project

Keresahan Ferry terhadap minimnya akses pendidikan berkualitas di Indonesia mendorongnya untuk mendirikan Malaka Project. Lebih dari sekadar platform edukasi, Malaka Project adalah sebuah gerakan yang bertujuan mencetak "Masyarakat Baru" yang berpikir logis, kritis, dan empatik.
Bersama sederetan nama besar seperti Jerome Polin, Coki Pardede, dan Fathia Izzati, Ferry membangun tiga pilar utama: memperbaiki kerangka berpikir, demokratisasi pendidikan, dan membangun nalar kritis.
Melalui konten, beasiswa, dan program pengembangan diri, Malaka Project menjadi bukti nyata komitmen Ferry untuk tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi.
Pilar di Balik Layar: Dukungan dari Istri, Muthia Nadhira
Di balik kesibukannya, Ferry memiliki pendamping hidup, Muthia Nadhira, yang juga merupakan rekan satu almamater STAN. Muthia bukan hanya seorang istri, tetapi juga seorang musisi jazz dan blues berbakat yang telah merilis beberapa album.
Ferry sering terlibat dalam proses produksi musiknya, menunjukkan hubungan partnership yang solid dan saling mendukung. Pasangan ini telah dikaruniai dua orang anak sejak menikah pada 2015.
Baca Juga: Agama Ferry Irwandi Apa? Ini Profil Lengkap dan Jumlah Harta Kekayaannya
Analisis Tajam atas Kerusuhan Demonstrasi

Keberanian Ferry menuai perhatian nasional setelah ia secara blak-blakan mengkritik pemerintah dalam program Rakyat Bersuara. Menurutnya, pemerintah keliru dalam mengidentifikasi akar masalah kerusuhan.
“Pemerintah cuma fokus membahas sosok aktor di balik demo, bukan menyelidiki penyebab aksi pergerakan massa,” ujarnya 3 September 2025.
Ferry menekankan bahwa demonstrasi besar-besaran adalah gejala, bukan penyebab. Ia mempertanyakan logika di balik kenaikan tunjangan anggota DPR di tengah daya beli masyarakat yang melemah dan kesulitan mencari pekerjaan.
“Identify problemnya bukan kausalitas dari situ. Kenapa ketika daya beli menurun, orang-orang sulit mencari pekerjaan, anggota DPR harus naik tunjangannya?" tuturnya.
Dia juga menyoroti dua faktor pemicu kericuhan: tindakan aparat di lapangan dan perilaku massa. Namun, di atas segalanya, ia mengingatkan bahwa yang hilang bukanlah sekadar angka. “Sejak tanggal 25 sampai sekarang, ada sembilan orang meninggal. Itu bukan sekadar angka, itu nyawa manusia,” tegasnya dengan nada prihatin.