Siapa Raden Gatot Taroenamihardja? Pahlawan yang Namanya Kini Terpampang di Jalan dan Taman Makam (Sumber: Dok/Jendela Puspita)

Daerah

Mengenal Raden Gatot Taroenamihardja, Sosok Berjasa yang Namanya Kini Diabadikan di Pondok Rajeg dan Sukahati

Kamis 28 Agu 2025, 14:06 WIB

POSKOTA.CO.ID - Pada Jumat pagi, 29 Agustus 2025, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor meresmikan pergantian nama Taman Makam Pusara Adhyaksa di Kelurahan Pondok Rajeg, Cibinong, menjadi Taman Makam Pusara Raden Gatot Taroenamihardja. Bersamaan dengan itu, Jalan Sukahati juga diubah namanya menjadi Jalan Raden Gatot Taroenamihardja.

Usulan pergantian nama ini datang dari Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Irwanuddin Tadjuddin, dan disetujui oleh Bupati Bogor, Rudy Susmanto.

Menurut Irwanuddin, penamaan tersebut bukan hanya sebatas formalitas administratif, melainkan penghormatan monumental bagi seorang tokoh yang kontribusinya terhadap sejarah hukum Indonesia begitu besar.

“Bagi kami, para Jaksa, beliau adalah sosok panutan. Keberanian dan integritas beliau masih menjadi teladan hingga kini,” ujar Irwanuddin.

Baca Juga: Joko Anwar Persembahkan Film Baru Berjudul Legenda Kelam Malin Kundang, Angkat Sisi yang Tak Pernah Dibicarakan

Siapa Raden Gatot Taroenamihardja?

Raden Gatot Taroenamihardja adalah nama yang lekat dengan sejarah kejaksaan Indonesia. Lahir di Sukabumi pada 24 November 1901, ia tumbuh di tengah situasi kolonial yang menekan, namun semangatnya untuk belajar dan memperjuangkan keadilan tidak pernah surut.

Pendidikannya ditempuh di Rechtsschool Batavia Hindia-Belanda, sebelum kemudian melanjutkan ke Rijksuniversiteit Leiden, Belanda. Bekal akademis inilah yang kelak menempanya menjadi seorang penegak hukum dengan keberanian luar biasa.

Pada 5 September 1945, tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan, Raden Gatot Taroenamihardja dilantik sebagai Jaksa Agung pertama Republik Indonesia. Meski masa jabatannya hanya berlangsung singkat hingga Oktober 1945, langkah tersebut menandai tonggak penting berdirinya lembaga kejaksaan di Indonesia.

Karier Kedua sebagai Jaksa Agung

Tiga belas tahun berselang, tepatnya 1 April 1959, Raden Gatot kembali dipercaya menjabat sebagai Jaksa Agung kelima. Periode keduanya ini kembali menunjukkan integritas dan ketegasan yang sama, meskipun berlangsung singkat hingga 22 September 1959.

Dalam periode inilah, ia diangkat pula sebagai Menteri Negara Ex-Officio di Kabinet Ke-18 Republik Indonesia. Namun, kejujurannya sering kali berbenturan dengan kepentingan politik dan militer pada masa itu.

Taman Makam Pusara Raden Gatot Taroenamihardja di Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, setelah diresmikan pada 29 Agustus 2025

Keberanian Membongkar Korupsi

Salah satu hal paling monumental dalam perjalanan hidupnya adalah sikap tegas terhadap praktik korupsi. Ia berani mengungkap penyelundupan yang dilakukan Kolonel Maludin Simbolon di Teluk Nibung, Sumatera Utara, serta barter ilegal yang melibatkan Kolonel Ibnu Sutowo di Tanjung Priok.

Keberanian ini tidak datang tanpa konsekuensi. Ia sempat menjadi target serangan, bahkan pernah ditabrak kendaraan hingga kakinya buntung. Peristiwa itu menunjukkan bahwa perjuangan melawan korupsi di Indonesia sudah memiliki sejarah panjang—dan juga penuh risiko.

Perspektif manusia yang bisa kita tarik dari kisah ini adalah bahwa keberanian sejati sering kali menuntut pengorbanan personal. Raden Gatot tidak hanya menegakkan hukum dengan kata-kata, tetapi dengan tubuhnya sendiri ia menanggung konsekuensi.

Akhir Hayat dan Pemindahan Makam

Raden Gatot wafat pada 24 Desember 1971 dan awalnya dimakamkan di TPU Menteng Pulo, Tebet, Jakarta Selatan. Namun pada 25 November 2021, jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pusara Adhyaksa di Pondok Rajeg, Cibinong, sesuai kesepakatan keluarga.

Kini, dengan resmi bergantinya nama makam tersebut menjadi Taman Makam Pusara Raden Gatot Taroenamihardja, penghormatan kepada jasanya terasa lebih lengkap.

Baca Juga: Jadwal Pekan Keempat BRI Super League 2025/2025: Persija vs Dewa United

Mengapa Penamaan Ini Penting?

Bagi sebagian orang, pergantian nama jalan atau makam mungkin sekadar simbol. Namun, jika ditelisik lebih dalam, penamaan ini merupakan bentuk pendidikan sejarah yang hidup di ruang publik.

Dengan setiap orang yang melintasi Jalan Raden Gatot Taroenamihardja, atau keluarga yang berziarah ke Taman Makam yang kini menyandang namanya, akan ada momen pengingat tentang sosok yang rela berkorban demi hukum dan keadilan.

Di tengah kondisi hukum Indonesia saat ini, di mana isu korupsi dan penyalahgunaan wewenang masih marak, penamaan ini menjadi refleksi: pernah ada seorang Jaksa Agung yang begitu berani, dan seharusnya semangat itu bisa dihidupkan kembali.

Kisah Raden Gatot Taroenamihardja adalah pengingat bahwa keadilan bukanlah sesuatu yang otomatis terwujud. Ia harus diperjuangkan, sering kali dengan harga yang sangat mahal.

Generasi muda yang tumbuh di era digital mungkin tidak lagi akrab dengan nama-nama tokoh awal penegakan hukum Indonesia. Namun melalui langkah sederhana seperti penamaan jalan dan makam, warisan mereka tetap bisa tersampaikan lintas generasi.

Sebagai masyarakat, kita juga diajak untuk tidak hanya mengenang, tetapi meneladani. Jika Raden Gatot berani melawan korupsi di masa ketika Indonesia masih rapuh sebagai negara muda, bukankah generasi sekarang seharusnya lebih mampu melanjutkan perjuangan itu dengan dukungan sistem yang lebih kuat?

Pergantian nama Taman Makam Pusara dan Jalan di Bogor menjadi Raden Gatot Taroenamihardja bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari pengingat kolektif. Bahwa hukum pernah memiliki panglima sejati yang berani melawan arus kepentingan demi tegaknya keadilan.

Di era ketika hukum sering dipertanyakan independensinya, nama Raden Gatot Taroenamihardja menjadi simbol bahwa harapan selalu ada. Kita hanya perlu menyalakan kembali semangat keberanian, integritas, dan pengorbanan yang pernah ia wariskan.

Tags:
Taman Makam Pusarapergantian nama jalan Bogor sejarah hukum IndonesiaJaksa Agung pertamaRaden Gatot Taroenamihardja

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor