JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyebut pedagang warung kelontong perlu berinovasi agar mampu bertahan.
Inovasi diperlukan agar pedagang atau pelaku usaha warung kelontong bisa survive di tengah perkembangan teknologi digital yang terus berkembang.
"Kalau mereka tidak melakukan perubahan dalam menjual, buktinya di beberapa medsos ikut nonton, itu mereka masih saja membeli," kata Esther dihubungi Selasa, 26 Agustus 2025.
"Nah, itu kan cara mereka beradaptasi dengan jaman. Nah bagi mereka penjual yang tidak mau beradaptasi dengan zaman ya akan ketinggalan jaman, gitu, karena eranya juga beda," ujarnya.
Esther menilai, pedagang mesti pintar dalam memanfaatkan teknologi. Misalnya saja dengan memanfaatkan platform digital untuk berjualan secara online.
"Artinya pedagang warung kelontong juga harus mengikuti perilaku konsumen itu sendiri," tutur Esther.
Baca Juga: UKM Jakarta Ramaikan Pameran E-Commerce Internasional CIEIE 2025
Esther menambahkan, pemerintah bisa saja melakukan intervensi yakni dalam bentuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para pedagang warung kelontong.
Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan untuk memastikan pedagang warung kelontong tidak mati dimakan oleh zaman dan waktu.
"Sebetulnya diedukasi aja ke pedagang, jangan bentuk wadah," kata dia.
Terkait daya beli masyarakat yang menurun, Esther menyampaikan bahwa hal itu memang sedang dirasakan Indonesia saat ini. Apalagi sejak Pandemi Covid-19.
"Karena posisinya lagi lesu ya, banyak PHK, terus harga-harga naik. Nah, yang kedua ini adalah efek dari pandemi karena orang-orang yang dulu di-PHK, yang dipecat, masih sebagian belum bekerja," papar Esther.
Di sisi lain, Esther juga menilai bahwa transformasi digital menjadi salah satu faktor penurunan omzet pedagang warung kelontong.
"Sehingga tidak heran ada penurunan omzet dari penjual," kata dia.