Neneng Rosdiyana Buka Suara, Ingatkan Pejabat Pati Lewat Isu Kebijakan dan Rambu Kuning (Sumber: Facebok/@Neneng Rosdiyana)

Nasional

Neneng Rosdiyana Angkat Bicara Soal Isu Kebijakan Bupati Pati: Rambu Kuning untuk Pejabat agar Lebih Bijak

Kamis 14 Agu 2025, 17:40 WIB

POSKOTA.CO.ID - Kisruh antara pemerintah daerah Kabupaten Pati dan warganya memuncak pada aksi demonstrasi yang berlangsung kemarin. Latar belakangnya adalah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% yang dirasakan memberatkan sebagian besar masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

Berdasarkan pantauan lapangan, aksi dimulai sejak pagi hari ketika warga dari berbagai kecamatan mulai memadati jalan-jalan utama menuju alun-alun Pati. Massa membawa poster, spanduk, dan pengeras suara untuk menyuarakan penolakan mereka.

Suasana awalnya tertib, namun tegang, mengingat sebelumnya Bupati Pati, Sudewo, sempat mengeluarkan pernyataan yang menantang pihak yang tidak setuju untuk menggelar protes besar-besaran. Tantangan itu ternyata benar-benar dijawab oleh warga.

Baca Juga: Ketua Komisi II DPR RI Sebut Kasus Pati Tidak Harus Berujung pada Pemakzulan terhadap Bupati Pati

Bupati Sudewo Keluar Menyapa Massa

Sekitar tengah hari, Bupati Sudewo keluar dari kantor pemerintahan untuk menyapa dan memberikan pernyataan singkat kepada para demonstran. Namun, situasi cepat berubah memanas karena sorakan dan teriakan warga yang menuntut kejelasan, sehingga beliau memutuskan untuk kembali masuk ke dalam gedung.

Di tengah tekanan tersebut, pemerintah daerah akhirnya mengumumkan bahwa kebijakan kenaikan PBB akan dibatalkan. Sudewo juga menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya sebelumnya yang dinilai memancing emosi publik.

Penyebab Ledakan Protes

Jika dilihat dari perspektif kebijakan publik, protes ini tidak semata-mata tentang kenaikan PBB. Ada sejumlah faktor yang membuat kemarahan warga memuncak:

  1. Kenaikan Pajak yang Signifikan
    Kenaikan hingga 250% dalam waktu singkat memicu guncangan psikologis dan finansial bagi warga, khususnya mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah.
  2. Minimnya Sosialisasi Kebijakan
    Banyak warga mengaku tidak mendapatkan penjelasan yang memadai sebelum kebijakan tersebut diumumkan. Sosialisasi yang terbatas membuat warga merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
  3. Pernyataan Publik yang Memicu Reaksi Emosional
    Tantangan Bupati kepada warga untuk melakukan protes dinilai sebagai bentuk komunikasi yang tidak sensitif terhadap keresahan masyarakat.

Reaksi Publik: “Pati Adalah Kunci”

Di tengah derasnya arus komentar di media sosial, pandangan menarik datang dari Neneng Rosdiyana, seorang warga yang mengungkapkan ekspresinya di platform Facebook. Ia menegaskan:

"Pati adalah KUNCI. Jika rakyat Pati berhasil menurunkan Si Raja Kecil dari singgasana nya besok, maka itu akan menjadi rambu kuning buat pejabat-pejabat lain agar lebih berhati-hati dengan jabatan dan kebijakan nya. Namun jika rakyat Pati gagal, yang terjadi adalah sebaliknya. Para pejabat akan lebih arogan dan semau sendiri dalam setiap kebijakan nya. Pati adalah barometer sekaligus pembuktian, masihkah rakyat berkuasa? Atau hanya sekedar pelengkap untuk mendulang suara."

Pernyataan ini mencerminkan betapa besar muatan simbolis dari peristiwa ini. Pati bukan hanya soal pajak, tetapi tentang relasi kekuasaan antara rakyat dan penguasa.

Analisis: Mengapa Peristiwa Ini Penting?

1. Barometer Demokrasi Lokal

Demokrasi tidak hanya hidup di ruang sidang DPR atau Pemilu nasional. Ia juga berdenyut di kabupaten-kabupaten, di mana kebijakan langsung menyentuh kehidupan warga. Pati kini menjadi “laboratorium” bagaimana suara rakyat dapat mengoreksi kebijakan pemerintah daerah.

2. Efek Domino untuk Pejabat Lain

Jika aksi di Pati membuahkan hasil nyata, pejabat di daerah lain akan berhitung ulang sebelum membuat kebijakan yang tidak populer. Sebaliknya, jika aksi ini gagal, sinyal yang diterima bisa berbahaya: rakyat bisa diabaikan tanpa konsekuensi politik.

3. Kebijakan Publik dan Krisis Kepercayaan

Kenaikan PBB yang drastis tanpa sosialisasi yang memadai menunjukkan lemahnya komunikasi publik. Hal ini memperlebar jarak kepercayaan antara pemerintah dan warga. Ketika rasa percaya hilang, kebijakan sebaik apa pun akan ditolak.

Istilah “Raja Kecil” yang digunakan Neneng mengandung makna dalam pejabat yang merasa berada di puncak tak tersentuh, lupa bahwa kekuasaannya bersumber dari rakyat.

Di sisi lain, kekuatan rakyat Pati yang mampu memaksa pembatalan kebijakan dalam hitungan jam menjadi pengingat penting. Demokrasi bukan hanya hak memilih, tetapi juga hak mengoreksi.

Namun, sejarah mengajarkan bahwa kemenangan rakyat harus diikuti pengawasan berkelanjutan. Pembatalan kebijakan hanyalah awal. Jika energi ini tidak dikelola, ia bisa menguap, meninggalkan peluang bagi “Raja Kecil” lain untuk muncul.

Pembelajaran bagi Indonesia

  1. Transparansi dan Sosialisasi Adalah Kunci – Kebijakan yang berdampak luas harus disosialisasikan secara terbuka, disertai data, simulasi dampak, dan ruang dialog.
  2. Jangan Meremehkan Sentimen Publik – Satu kalimat tantangan bisa menjadi bahan bakar aksi massa jika disampaikan di waktu yang salah.
  3. Rakyat Bukan Objek, tapi Subjek – Mengajak rakyat terlibat sejak tahap perencanaan akan mengurangi potensi konflik kebijakan.
  4. Solidaritas Lokal Bisa Menginspirasi Nasional – Keberhasilan atau kegagalan sebuah gerakan di daerah bisa menjadi rujukan bagi gerakan lain di Indonesia.

Baca Juga: Tips Mudah Blokir Panggilan dari Nomor Tidak Dikenal di HP Tanpa Apk Tambahan

Potensi Dampak Jangka Panjang

Jika peristiwa ini menjadi preseden positif, warga di daerah lain mungkin akan lebih percaya diri untuk menyuarakan aspirasi mereka. Sebaliknya, jika akhirnya tidak ada perubahan signifikan, rasa apatis politik bisa meningkat.

Selain itu, dinamika politik lokal di Pati juga bisa berubah. Figur-figur baru mungkin akan muncul, memanfaatkan momentum ini untuk menawarkan alternatif kepemimpinan.

Demonstrasi besar di Pati adalah cermin bagaimana kebijakan lokal dapat memicu gejolak yang melampaui batas administratif. Ia adalah ujian bagi pejabat daerah, sekaligus pembuktian bagi rakyat apakah suara mereka masih didengar.

Pati saat ini menjadi panggung di mana demokrasi lokal diuji. Apakah rakyat masih berkuasa, atau sekadar angka di bilik suara, akan ditentukan oleh bagaimana kelanjutan cerita ini.

Tags:
Neneng RosdiyanaBupati PatiRambu Kunging PejabatKenaikan PBB 250 Persen

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor