BEKASI UTARA, POSKOTA.CO.ID - Langkah kaki Didi Supriadi, 30 tahun, selalu berpijak ke tanah Bekasi setiap kali bulan Agustus mendekat. Pria asal Cirebon, Jawa Barat ini, bukan penduduk asli Bekasi.
Namun, sejak lima tahun terakhir, Didi rutin hadir di Bekasi setiap menjelang perayaan hari kemerdekaan. Dia menjajakan bendera merah putih dan aneka perlengkapan Agustusan di sekitar Danau Duta Harapan, Bekasi Utara, Kota Bekasi.
“Saya asli Cirebon, baru ke Bekasi itu kalau sudah mau Agustus. Kurang lebih udah lima tahun saya jualan bendera di sini,” ujar Didi saat ditemui Poskota, sambil merapikan tumpukan bendera di lapaknya.
Didi mulai merantau ke Bekasi setiap akhir Juli atau awal Agustus, tepat ketika kebutuhan masyarakat akan atribut kemerdekaan mulai meningkat.
“Biasanya tanggal 31 Juli, saya sudah mulai jualan. Karena kalau tanggal 1 Agustus itu sudah mulai pada pasang bendera,” jelasnya.
Baca Juga: Omzet Anjlok 50 Persen, Penjual di Cibinong Tetap Setia Jual Merah Putih ketimbang Bendera One Piece
Rutinitasnya hampir tak berubah setiap tahun. Pagi hari, sebelum ‘mangkal’ di lokasi lapak utamanya di tepi danau, Didi lebih dulu berkeliling masuk ke perumahan-perumahan sekitar, menawarkan tiang bambu dan bendera ke warga yang sedang beraktivitas pagi.
“Kalau pagi-pagi itu saya keliling dulu. Banyak ibu-ibu keluar rumah, ngurus anak sekolah atau belanja, jadi ada kesempatan mereka beli. Siangnya baru saya mangkal di sini,” kata Didi
Didi tak sendiri. Ia datang membawa harapan dan keberanian, meninggalkan rumah dan keluarganya demi mengais rezeki di kota orang. Baginya, momentum kemerdekaan bukan sekadar seremonial, juga peluang bertahan hidup.
Namun, dalam dua tahun terakhir, nasib berkata lain. Menjadi pedagang musiman di tengah gempuran pasar daring membuatnya kesulitan mendapatkan pembeli seperti dahulu.

“Dua tahun belakangan ini memang yang paling berat. Sekarang orang-orang pada beli di online. Padahal, harga bendera saya enggak beda jauh sama yang di sana (marketplace),” keluhnya.
Ia menyebut, dahulu dirinya bisa memperoleh omzet hingga puluhan juta rupiah selama dua minggu menjelang 17 Agustus. Namun kini, pendapatannya hanya separuh dari angka tersebut.
“Tahun 2022 itu omzet paling besar saya. Waktu itu, orang-orang masih banyak yang beli langsung. Tapi sekarang, dapat 50 persennya aja udah syukur. Ibarat kerja pabrik sebulan, gitu,” ucapnya lirih.
Didi menjual berbagai jenis perlengkapan, mulai dari bendera merah putih dengan ukuran beragam, umbul-umbul, hingga tiang bambu. Untuk bendera ukuran 90 cm hingga 120 cm, ia mematok harga mulai dari Rp30.000. Sedangkan ukuran terbesar, yakni 180 cm, bisa mencapai Rp100.000.
Baca Juga: Pedagang Bendera di Bekasi Bingung Banyak yang Mencari Bendera One Piece
“Yang paling banyak dibeli itu bendera ukuran nomor 2, sekitar 120 cm. Ada juga RT-RT yang beli umbul-umbul dalam jumlah banyak. Bambu juga saya jual. Itu mah laku terus, soalnya di online jarang ada,” tuturnya sambil tersenyum kecil.
Didi mengaku, meski tantangan utama saat ini berasal dari dominasi pasar online, ia masih kerap menemui pembeli-pembeli unik. Ada yang menawar harga sangat rendah, ada juga yang langsung membeli tanpa banyak tanya.
“Kadang ada juga yang rewel banget nawarnya. Tapi ya sudah biasa, saya juga ngerti kondisi orang beda-beda. Tapi kalau pembeli yang baik, satu kali nawar udah jadi,” katanya sambil tertawa kecil.
Setiap harinya, Didi berjualan dari pukul 6 pagi hingga menjelang maghrib. Ia hanya berhenti sebentar untuk istirahat makan dan salat. Baginya, setiap menit di lapak adalah kesempatan untuk mendapatkan rezeki.
“Minimal sampai maghrib lah. Soalnya makin malam makin sepi. Sekarang sih yang masih lumayan laku ya tiang bambu. Kalau bendera, banyak saingan sama yang online,” ujarnya.
Meski harus bersaing ketat dan mengalami penurunan omzet, Didi belum berpikir untuk menyerah. Ia tetap akan datang setiap tahun ke Bekasi, selama masih ada yang membutuhkan jasanya. (CR-3)