POSKOTA.CO.ID - Sistem keuangan global saat ini bertumpu pada uang fiat, mata uang yang nilainya bergantung pada kepercayaan terhadap pemerintah, bukan jaminan komoditas seperti emas atau perak.
Meski memberikan fleksibilitas dalam kebijakan moneter, sistem ini menuai kritik karena dianggap memperburuk ketimpangan ekonomi.
Salah satu suara yang vokal menyoroti masalah ini adalah Timothy Ronald, seorang enterpreneur muda yang baru-baru ini memaparkan analisis tajam melalui penjelasan di channel YouTube pribadinya.
Ketimpangan ekonomi bukan sekadar persoalan statistik, melainkan realitas yang memengaruhi stabilitas sosial dan pertumbuhan jangka panjang.
Jika tidak ada intervensi kebijakan yang tepat, siklus ini berpotensi menciptakan generasi yang semakin sulit keluar dari jerat kemiskinan. Lantas, adakah solusi untuk memutus rantai ini? Simak analisis lengkapnya berikut ini.
Apa Itu Uang Fiat dan Mengapa Menjadi Masalah?
Uang fiat adalah mata uang yang nilainya ditetapkan oleh pemerintah tanpa dijamin oleh komoditas fisik seperti emas atau perak. Sistem ini memungkinkan bank sentral mencetak uang secara fleksibel, tetapi juga rentan memicu inflasi jika tidak dikelola dengan hati-hati.
7 Tahap Siklus Kemiskinan yang Mengkhawatirkan
Dalam unggahannya, Timothy menjelaskan tujuh tahap siklus kemiskinan yang tercipta akibat sistem uang fiat.
Mulai dari ketergantungan masyarakat pada gaji berbasis fiat hingga melemahnya daya beli akibat inflasi, rangkaian ini menggambarkan bagaimana kelompok miskin dan menengah semakin terpuruk.
Sementara itu, pemilik aset justru makin diuntungkan, memperlebar jurang ketimpangan. Dalam analisisnya, Timothy menjelaskan bagaimana siklus ini bekerja dan menjerat masyarakat miskin:
Baca Juga: Timothy Ronald: Indonesia Bisa Bangkit Jika Tiru Strategi Ekonomi China
- Gaji dalam Bentuk Fiat: Awal dari Jerat
Mayoritas masyarakat menerima penghasilan dalam bentuk uang fiat. Tanpa diversifikasi aset, mereka sepenuhnya bergantung pada nilai mata uang yang rentan inflasi.
- Bank Sentral Mencetak Uang Lebih Banyak
Ketika bank sentral mencetak uang baru, entah untuk stimulus ekonomi atau menutup defisit—jumlah uang beredar meningkat. Jika tidak diimbangi produktivitas, inflasi tak terhindarkan.
- Harga Aset Melambung Tinggi
Uang berlebih di pasar mendorong kenaikan harga aset seperti properti, saham, dan emas. Akibatnya, masyarakat yang belum memiliki aset kesulitan membeli karena harganya semakin mahal.
- Daya Beli Uang Fiat Melemah
Inflasi menggerus nilai uang. Uang Rp1 juta hari ini tidak akan sama nilainya lima tahun mendatang. Bagi pekerja bergaji tetap, ini berarti kemampuan membeli kebutuhan pokok terus menurun.
- Ketidakmampuan Membeli Aset
Dengan harga aset yang terus naik dan daya beli yang turun, masyarakat miskin dan kelas menengah sulit memiliki properti atau instrumen investasi. Mereka terjebak dalam lingkaran hidup dari gaji ke gaji.
- Pemilik Aset Semakin Kaya
Di sisi lain, mereka yang sudah memiliki aset mendapat keuntungan dari kenaikan harga. Nilai kekayaan mereka bertambah tanpa harus bekerja lebih keras, sementara kelompok miskin semakin tertinggal.
- Jurang Ketimpangan yang Tak Terjembatani
Tanpa intervensi kebijakan yang tepat, siklus ini terus berputar: yang kaya makin kaya, yang miskin makin sulit keluar dari kemiskinan.
Baca Juga: Timothy Ronald Ungkap Strategi Sukses 10 Kali Lebih Cepat dengan Cara Ini, Simak Penjelasannya
Bagaimana Memutus Rantai Ini?
Timothy Ronald menyarankan beberapa langkah untuk menghadapi dilema ini:
- Edukasi Finansial: Masyarakat perlu memahami instrumen investasi seperti emas, properti, atau saham untuk melindungi kekayaan dari inflasi.
- Diversifikasi Pendapatan: Tidak bergantung hanya pada gaji, tetapi mencari sumber penghasilan lain.
- Reformasi Kebijakan Moneternya: Pemerintah dan bank sentral harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pencetakan uang.
Beberapa ekonom berargumen bahwa uang fiat tetap diperlukan untuk fleksibilitas kebijakan ekonomi, terutama dalam menghadapi resesi. Namun, Timothy menegaskan bahwa tanpa pengawasan ketat, sistem ini hanya menguntungkan segelintir orang.
Analisis Timothy Ronald ini menyoroti sisi gelap sistem moneter modern. Jika tidak ada perubahan, siklus kemiskinan akan terus berlanjut, memperlebar ketimpangan yang sudah ada. Masyarakat perlu lebih kritis dan proaktif dalam mengelola keuangan demi masa depan yang lebih stabil.