POSKOTA.CO.ID - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperluas cakupan pajak digital ke ranah media sosial (pajak medsos). Kebijakan ini akan mulai berlaku efektif tahun 2026, menandai era baru dalam sistem perpajakan Indonesia yang semakin mengikuti perkembangan ekonomi digital.
Langkah strategis ini diambil setelah pemerintah melihat potensi penerimaan pajak yang belum tergarap optimal dari aktivitas ekonomi di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube.
Nilai transaksi di media sosial yang mencapai triliunan rupiah selama ini belum sepenuhnya terekam dalam sistem perpajakan formal.
Tak hanya marketplace yang sudah lebih dulu dikenakan pajak, kini giliran kreator konten, platform digital, dan pelaku usaha online yang akan menjadi sasaran kebijakan baru ini.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Kenakan Tarif Pajak untuk Pengguna Media Sosial
Pemerintah menegaskan pentingnya keadilan fiskal di era digital dimana semua pelaku ekonomi harus berkontribusi sesuai dengan penghasilan yang diperoleh.
Potensi Pajak yang Belum Tersentuh
Media sosial kini bukan sekadar wadah interaksi, tetapi juga pusat transaksi ekonomi. Mulai dari promosi produk, layanan berlangganan, hingga endorsement, nilai perputaran uang di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube mencapai triliunan rupiah. Namun, sebagian besar aktivitas ini belum tercatat dalam sistem perpajakan formal.
Siapa yang Akan Dikenakan Pajak?
- Kreator Konten: Penghasilan dari monetisasi, iklan, endorse, dan langganan bakal menjadi objek pajak.
- Platform Digital: YouTube, TikTok, Instagram, dan sejenisnya akan bertanggung jawab sebagai pemungut pajak transaksi.
- Pelaku Bisnis Online: Usaha yang memanfaatkan media sosial sebagai saluran utama penjualan wajib memenuhi kewajiban perpajakan.
Sistem Pemantauan Berbasis Teknologi
Untuk memastikan efektivitas kebijakan, Kemenkeu akan mengembangkan sistem pemantauan digital yang mampu mendeteksi transaksi dan menghitung potensi pajak secara otomatis. Kolaborasi dengan Ditjen Pajak dan Kominfo juga diperkuat untuk validasi data pengguna.
Regulasi Pendukung dan Target Penerimaan
Pemerintah sedang merancang aturan teknis, termasuk:
- Batas penghasilan yang dikenakan pajak.
- Mekanisme pelaporan wajib pajak.
- Klasifikasi konten yang termasuk objek pajak.
Kebijakan ini diharapkan meningkatkan rasio pajak terhadap PDB menjadi 10,08–10,45% pada 2026, sekaligus menciptakan keadilan fiskal di era digital.
Baca Juga: WHO Desak Kenaikan Pajak Tembakau, Alkohol, dan Minuman Manis 50 Persen, Ini Dampaknya
E-Commerce Jadi Pintu Masuk, Media Sosial Jadi Target Selanjutnya
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 melalui PMK No. 37/2025 yang efektif per 14 Juli 2025. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengonfirmasi bahwa media sosial adalah langkah berikutnya.
“Pertama, penggalian potensi perpajakan melalui data analytic maupun media sosial,” ujar Anggito di Kompleks Parlemen, Senayan. Namun, mekanisme teknisnya masih dirumuskan.
Strategi Kemenkeu untuk Capai Target 2026
Selain pajak digital, Kemenkeu menyiapkan enam strategi lain, termasuk:
- Optimalisasi PNBP sektor ekstraktif (SDA).
- Penguatan patroli laut untuk transaksi lintas batas.
- Pengembangan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara).
Anggaran tambahan sebesar Rp4,88 triliun diajukan untuk mendukung program ini, dengan total anggaran Kemenkeu pada 2026 mencapai Rp52,017 triliun.
Apa yang Perlu Dipersiapkan Kreator?
- Pencatatan Keuangan: Mulai dokumentasikan penghasilan dari media sosial.
- Pelaporan Pajak: Pahami mekanisme pelaporan yang akan diatur pemerintah.
- Antisipasi Perubahan: Pantau perkembangan regulasi melalui kanal resmi Ditjen Pajak.
Dengan kebijakan ini, Indonesia menegaskan komitmennya mengatur ekonomi digital secara lebih adil. Kreator dan pelaku bisnis di media sosial diminta siap beradaptasi.
Kebijakan pajak media sosial ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menciptakan sistem perpajakan yang adaptif terhadap perkembangan ekonomi digital.
Dengan implementasi yang terencana dan transparan, diharapkan kebijakan ini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan negara sekaligus menciptakan iklim usaha yang lebih adil.
Para kreator konten dan pelaku bisnis digital disarankan mulai mempersiapkan diri dengan memahami mekanisme perpajakan yang akan berlaku.
Sosialisasi intensif dari pemerintah dinantikan untuk memastikan transisi yang mulus menuju sistem perpajakan digital yang lebih komprehensif ini.