Strategi Rahasia Timothy Ronald Ubah Rp2 Juta Jadi Rp100 Miliar dari Bitcoin

Sabtu 19 Jul 2025, 13:00 WIB
Strategi Timothy Ronald dalam berinvestasi. (Sumber: tangkapan layar)

Strategi Timothy Ronald dalam berinvestasi. (Sumber: tangkapan layar)

"Saya melihat aset kripto layaknya saham di perusahaan yang potensial. Harus punya landasan kuat dan visi jangka panjang," tambahnya.

Peran Komunitas dan Sentimen Pasar

Timothy juga menekankan pentingnya memahami kekuatan komunitas dalam dunia kripto. Proyek dengan komunitas besar dan loyal umumnya lebih tahan terhadap gejolak pasar.

Oleh karena itu, ia aktif di berbagai platform seperti Telegram, Reddit, dan Twitter untuk memantau sentimen dan perkembangan terbaru.

Baca Juga: Berapa Total Kekayaan Timothy Ronald dan Anak Siapa Sebenarnya? Sumber Hartanya dari Saham hingga Kripto

Tokenomics: Jantung Proyek Kripto

Tokenomics atau sistem ekonomi dalam proyek kripto, menjadi aspek krusial sebelum Timothy memutuskan untuk membeli token tertentu. Ia selalu memeriksa total suplai, distribusi token, mekanisme staking, dan insentif kepada pengguna.

"Kalau token terlalu timpang distribusinya, besar kemungkinan ada potensi manipulasi harga," jelasnya.

Keamanan Tidak Boleh Diabaikan

Dalam dunia digital yang rentan peretasan, Timothy sangat menekankan aspek keamanan. Ia hanya berinvestasi pada proyek yang telah diaudit independen dan memiliki reputasi terpercaya.

Untuk penyimpanan aset, ia menggunakan dompet digital pribadi yang menawarkan tingkat keamanan tinggi, dan tidak menyarankan menyimpan seluruh aset di platform exchange.

Strategi Investasi Jangka Panjang

Timothy bukan tipe investor yang tergoda cuan harian. Ia mengadopsi metode Dollar Cost Averaging (DCA), yakni membeli aset kripto dalam jumlah kecil secara berkala tanpa peduli fluktuasi harga. Metode ini membantunya tetap tenang di tengah volatilitas pasar yang tinggi.

Disiplin dan Hindari FOMO

Satu hal yang membedakan Timothy dari investor lain adalah disiplin dan ketenangannya dalam mengambil keputusan. Ia tidak tergoda oleh hype atau tren sesaat yang kerap menjebak investor pemula. Bahkan ketika pasar mengalami koreksi besar, ia tetap berpegang pada strategi awalnya.

"Emosi adalah musuh utama dalam berinvestasi. Kita harus belajar mengelola rasa takut dan serakah," ujarnya.


Berita Terkait


News Update