POSKOTA.CO.ID - Bagi banyak tenaga honorer di Indonesia, status kepegawaian bukan hanya sekadar label administratif. Status tersebut adalah simbol pengakuan terhadap kerja keras bertahun-tahun di balik layar pelayanan publik.
Kebijakan baru yang membuka pintu pengangkatan PPPK Paruh Waktu, meski tanpa kode L, menjadi angin segar.
Namun, di sisi lain, ada juga kegundahan apakah status paruh waktu ini akan menjamin masa depan yang setara dan layak bagi mereka yang sudah lama mengabdi? Pertanyaan semacam ini mencerminkan sisi manusiawi yang tak bisa diabaikan dalam setiap kebijakan.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Sagitarius: Masalah Kesehatan hingga Karir di Pekerjaan
Penataan Honorer yang Berlarut-larut
Selama puluhan tahun, tenaga honorer di berbagai instansi pemerintah mengalami ketidakpastian status. Mereka bekerja layaknya pegawai tetap, dengan beban tanggung jawab sama, namun tanpa kepastian jangka panjang. Banyak yang terjebak dalam keraguan: apakah pengabdian mereka akan diakui sepenuhnya, atau selamanya berada di wilayah “abu-abu”?
Pemerintah sebenarnya sudah berkali-kali membuat kebijakan penyelesaian, mulai dari pengangkatan CPNS khusus tenaga honorer Kategori II (THK-II) hingga jalur PPPK. Namun proses ini tidak sederhana. Persyaratan, formasi terbatas, dan seleksi ketat membuat ribuan honorer masih belum terangkat.
Kode Kelulusan dalam PPPK
Dalam seleksi PPPK 2024, peserta mendapatkan kode kelulusan berbeda:
- R2: Eks Tenaga Honorer Kategori II yang terdata di database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
- R3: Honorer yang terdata di database BKN, meskipun bukan eks THK-II.
Biasanya, tambahan kode L menjadi penanda istimewa: honorer dengan kode L akan diangkat sebagai PPPK penuh waktu, dengan skema kerja mirip ASN reguler. Namun banyak honorer yang dinyatakan lulus tanpa kode L. Ini sempat memicu keresahan: apakah mereka otomatis gugur?
Kebijakan Baru Menpan RB Nomor 16 Tahun 2025
Keputusan Menpan RB terbaru menjawab keresahan itu. Diktum Pertama dalam keputusan ini secara tegas membuka peluang:
Artinya, meski tidak menjadi ASN penuh waktu, status PPPK Paruh Waktu tetap diakui resmi dan memiliki nomor induk PPPK.
Apa Itu PPPK Paruh Waktu?
PPPK Paruh Waktu adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang:
- Diangkat berdasarkan perjanjian kerja tahunan.
- Menerima penghasilan sesuai durasi kerja paruh waktu.
- Tercatat resmi sebagai ASN.
Meski tidak sama dengan PPPK penuh waktu dalam hal gaji dan jam kerja, status ini tetap memberikan perlindungan formal yang lebih baik daripada status honorer murni.
Tujuan Pengangkatan PPPK Paruh Waktu
Pemerintah merumuskan kebijakan ini untuk:
- Menyelesaikan penataan honorer yang selama ini berlarut-larut.
- Memenuhi kebutuhan ASN di instansi pemerintah, terutama di daerah dengan keterbatasan anggaran.
- Memperjelas status hukum dan administratif honorer.
- Meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui SDM yang diakui dan memiliki hak jelas.
Siapa yang Berhak Diangkat?
Mengacu Diktum Kelima, honorer yang bisa diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu adalah mereka yang:
- Sudah mengikuti seleksi CPNS 2024, tetapi tidak lulus.
- Sudah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK 2024, namun tidak dapat mengisi formasi yang tersedia.
- Terdaftar di database BKN.
Dengan syarat ini, pemerintah memastikan hanya honorer yang datanya valid yang berhak diangkat.
Tahapan Pengangkatan PPPK Paruh Waktu
Proses pengangkatan tidak serta merta. Ada beberapa tahapan administratif yang wajib dipenuhi:
- Pengusulan Formasi
Instansi pemerintah (PPK) mengusulkan kebutuhan PPPK Paruh Waktu kepada Menpan RB. - Penetapan Kebutuhan
Menpan RB menetapkan kebutuhan PPPK tiap instansi, termasuk jenis jabatan, jumlah formasi, kualifikasi pendidikan, dan lokasi. - Pengusulan Nomor Induk
Instansi mengusulkan penerbitan Nomor Induk PPPK ke BKN. - Penetapan Nomor Induk PPPK
BKN menerbitkan Nomor Induk dalam waktu paling lama tujuh hari kerja. - Penetapan SK Pengangkatan
PPK menandatangani Surat Keputusan pengangkatan PPPK Paruh Waktu. - Perjanjian Kerja
Honorer menandatangani kontrak kerja tahunan.
Evaluasi kinerja dilakukan tiap tiga bulan dan satu tahun, menjadi dasar perpanjangan kontrak atau pengangkatan menjadi PPPK penuh waktu.
Perspektif Humanis: Mimpi yang Berproses
Bagi banyak honorer, kabar ini adalah secercah harapan. Rini, seorang tenaga administrasi di sebuah kantor kecamatan di Jawa Tengah, menuturkan:
Perasaan itu wajar. Meski status PPPK Paruh Waktu sudah lebih jelas daripada honorer biasa, belum tentu semua instansi memiliki anggaran yang cukup untuk memberikan penghasilan setara UMR. Dalam jangka panjang, pemerintah tetap dituntut memastikan kesetaraan hak antara PPPK penuh waktu dan paruh waktu.
Dampak Kebijakan Ini bagi Instansi Pemerintah
Kebijakan ini juga membantu instansi daerah yang kesulitan merekrut ASN baru karena keterbatasan APBD. Dengan PPPK Paruh Waktu:
- Beban gaji lebih fleksibel.
- Tetap ada kepastian status pegawai.
- Layanan publik bisa tetap berjalan dengan SDM yang berkualitas.
Potensi Tantangan dan Kritik
Meski membawa kabar baik, kebijakan ini masih menimbulkan beberapa pertanyaan:
- Bagaimana standar penggajian PPPK Paruh Waktu di daerah dengan kemampuan fiskal rendah?
- Apakah evaluasi tahunan akan objektif dan transparan?
- Bagaimana memastikan PPPK Paruh Waktu tidak terus-menerus dalam status kontrak tanpa kepastian peningkatan status?
Isu-isu ini perlu dikawal bersama, agar pengangkatan honorer tidak hanya formalitas.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Sagitarius: Masalah Kesehatan hingga Karir di Pekerjaan
Harapan untuk Masa Depan Honorer
Bagi sebagian honorer yang sudah puluhan tahun bekerja, kebijakan ini bukan hanya soal administrasi. Ini tentang pengakuan harga diri. Setelah sekian lama menjadi “bayangan” ASN, kini ada pijakan yang lebih jelas, meskipun belum sempurna.
Ke depan, banyak pihak berharap:
- Pemerintah secara bertahap mengurangi ketimpangan antara PPPK Paruh Waktu dan penuh waktu.
- Mekanisme evaluasi dilakukan transparan dan manusiawi.
- Ada jalur percepatan bagi PPPK Paruh Waktu yang berkinerja baik untuk menjadi ASN penuh waktu.
Kebijakan pengangkatan PPPK Paruh Waktu tanpa kode L memang bukan solusi final, tetapi menjadi tonggak penting menuju perbaikan status honorer. Setiap kebijakan publik idealnya mengandung keberpihakan pada manusia di balik data: mereka yang bertahun-tahun bekerja demi pelayanan publik. Semoga langkah ini menjadi awal bagi transformasi kepegawaian yang lebih adil dan berkelanjutan.