POSKOTA.CO.ID - Sering kita dengar istilah “no viral no justice”. Ada lagi, tidak viral, tiada aksi. Maknanya setelah kasusnya viral, baru ada penanganan, penindakan atau proses lebih lanjut.
Jika dibalik, viral dulu baru ada aksi. Itulah yang sering masyarakat lakukan agar ada kepedulian dari instansi, lembaga, maupun pemda.
“Pertanyaannya kemudian, benarkah setelah viral baru ada reaksi?,” tanya bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Jawabnya boleh jadi demikian, ini asumsi publik.Mengingat sejumlah kasus yang diviralkan, segera mendapat tindakan lebih lanjut,” jawab Yudi.
Baca Juga: Obrolan Warteg: PRJ - Pesta Rakyat Jakarta
“Pertanyaan berikutnya apakah kalau tidak viral, tidak ada reaksi?,” tanya Heri lagi.
“Kalau boleh saya menjawab lagi, tidak sepenuhnya benar, tetapi tidak juga sepenuhnya salah,” kata Yudi.
“Maksudnya gimana?,“ tanya Heri.
“Tidak viral, tiada aksi memang kadang begitu adanya. Tetapi tidak semua kasus baru ditangani setelah viral. Banyak kasus yang ditangani sebagaimana mestinya, hanya saja tetap prosedural,” jelas mas Bro.
“Tapi tak bisa dipungkiri bahwa yang viral mendapat prioritas, ya karena tadi sudah masuk ke ruang publik menjadi perbincangan publik sehingga harus segera direspons, jika tidak penanganan dinilai lamban,” kata Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Bansos dan Judol
“Tak heran, jika masyarakat memilih viral terlebih dahulu dengan harapan cepat mendapat respons,” kata Yudi.
“Kadang tak sedikit yang menjadi korban, merasakan ketidakadilan, membuat video mengenai keadaan dirinya, kemudian posting di media sosial,” kata Heri.
“Iya, seperti satu siswa lulusan SD di kawasan Bantargebang Kota Bekasi, yang curhat mengaku gagal diterima di SMP Negeri setempat karena anak pemulung.Padahal nilainya bagus,” jelas mas Bro.
“Betul, setelah videonya “curhat pilu anak pemulung’ menjadi viral dan mendapat simpati publik, pejabat setempat gerak cepat memberi klarifikasi, menjelaskan tentang duduk persoalannya,” kata Yudi.
Seperti diberitakan, Wali Kota Bekasi, Tri Ardhianto menjelaskan siswa yang bersangkutan bukannya ditolak di SMPN setempat. Yang menolak bukan sekolah, tetapi sistemnya karena orang tua siswa tersebut tidak bertempat tinggal wilayah Kota Bekasi, melainkan masuk wilayah Kabupaten Bekasi.
Dengan begitu ketika siswa dimaksud mendaftar melalui jalur prestasi di salah satu SMPN Kota Bekasi, sistem akan menolak karena beda domisili, beda zonasi, antara Kota dan kabupaten.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Jadilah Diri Sendiri
“Lepas dari semua itu, siswa bersangkutan kini sudah diterima di salah satu SMPN di Kabupaten Bekasi,” kata Heri.
“Itu yang pasti, setelah viral mendapat perhatian dan solusi terbaik. Harapan bersekolah di SMP Negeri menjadi kenyataan,” jelas mas Bro. (Joko Lestari)