Sejarah bajaj hingga menjadi simbol ikon Kota Jakarta. (Poskota/Ahmad Tri Hawaari)

JAKARTA RAYA

Teringat Si Doel Anak Betawi dan Bajaj Bajuri, Bagaimana Sejarah Bajaj hingga Menjadi Simbol Khas Jakarta?

Minggu 06 Jul 2025, 07:30 WIB

POKSOTA.CO.ID - Bagi sebagian masyarakat Indonesia yang tumbuh di era 1990-an hingga awal 2000-an, mendengar kata “bajaj” seketika membangkitkan memori akan tayangan legendaris seperti Si Doel Anak Betawi dan Bajaj Bajuri.

Kedua sinetron tersebut tidak hanya menghadirkan kisah-kisah penuh makna dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jakarta, tetapi juga berhasil menjadikan bajaj sebagai salah satu ikon budaya.

Bajaj, kendaraan bermotor roda tiga dengan desain khas dan suara mesin yang khas pula, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan urban di ibu kota sejak lebih dari lima dekade silam.

Di tengah geliat modernisasi dan kemajuan teknologi transportasi, bajaj tetap mempertahankan eksistensinya.

Tak hanya sebagai alat transportasi alternatif, tetapi juga sebagai simbol historis yang mencerminkan perjalanan panjang wajah Jakarta.

Di Jakarta sendiri, bajaj hadir dalam dua varian warna yang cukup mudah dikenali, yaitu bajaj oranye dan bajaj biru.

Bajaj oranye adalah generasi pertama yang menggunakan bahan bakar bensin. Sementara itu, bajaj biru hadir sebagai versi yang lebih modern dan ramah lingkungan karena menggunakan bahan bakar gas (BBG).

Sedangkan, Bajaj biru tidak hanya menghasilkan asap yang lebih bersih, tetapi memiliki suara mesin lebih halus dan minim polusi udara, serta suara.

Tidak hanya populer di Ibu Kota, bajaj juga dapat ditemui di beberapa kota besar lainnya seperti Banjarmasin, Pekanbaru, dan sejumlah ibu kota kabupaten di Indonesia.

Lantas, seperti apa sejarah bajaj hingga menjadi simbol khas kota Jakarta? Berikut ulasan yang dikutip dari kanal YouTube NTVC Studio.

Baca Juga: Sejarah Jakarta: Enggak Banyak yang Tahu Kalau Ada Jejak Prasasti Tugu di Kelapa Gading dan Sungai Purba Tarumanegara hingga Peradaban Tinggi di Kali Cakung

Sejarah Masuknya Bajaj ke Indonesia

Bajaj pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an dan diimpor dari India.

Kendaraan ini diproduksi oleh Bajaj Auto, salah satu perusahaan otomotif terbesar di India.

Kehadiran bajaj menjadi solusi transportasi pengganti becak yang saat itu masih mendominasi jalanan Jakarta.

Pada masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, dilakukan upaya pengurangan jumlah becak yang dianggap tidak manusiawi dan memicu kemacetan.

Tahun 1971, tercatat ada sekitar 93.000 becak di Jakarta, namun jumlah tersebut menurun drastis hingga tinggal sepertiganya hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

Seiring waktu, bajaj tidak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga menjelma menjadi bagian dari identitas budaya Jakarta.

Produksi bajaj bahkan mulai dilakukan di dalam negeri, tepatnya di Tegal, Jawa Tengah, sehingga keterjangkauan dan ketersediaan bajaj pun semakin meluas.

Secara teknis, bajaj menggunakan struktur dari sepeda motor Vespa yang kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan transportasi umum.

Dengan kecepatan maksimal hingga 70 km/jam, bajaj mampu bersaing dengan kendaraan roda empat dalam urusan kelincahan.

Baca Juga: Sejarah Jakarta: Tujuh Kali Ganti Nama dari Mulai Zaman Sunda Kalapa hingga Zaman Kolonial

Setelah lebih dari empat dekade beroperasi, bajaj oranye mulai mengalami penurunan popularitas.

Sejak tahun 2012, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong penggunaan bajaj biru yang lebih ramah lingkungan sebagai pengganti bajaj oranye.

Langkah ini diambil seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas udara dan mengurangi polusi suara di Jakarta.

Bajaj biru yang menggunakan bahan bakar gas dianggap lebih sesuai dengan visi kota yang lebih bersih dan nyaman.

Hingga saat ini, bajaj masih menjadi bagian tak terpisahkan dari wajah Jakarta meski mengalami berbagai perubahan dan modernisasi.

Tags:
transportasiikon budaya Jakartaikon budayaJakartasejarah bajajbajajBajaj BajuriSi Doel Anak Betawi

Mutia Dheza Cantika

Reporter

Mutia Dheza Cantika

Editor