POSKOTA.CO.ID - Di era modern yang serba cepat, manusia kerap dibombardir ekspektasi tinggi, dorongan untuk selalu produktif, serta tekanan psikologis yang tak jarang menimbulkan kecemasan. Dalam konteks inilah Stoikisme, sebuah aliran filsafat kuno yang berasal dari Yunani, kembali menemukan relevansinya.
Stoikisme, atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Filosofi Teras, pertama kali diperkenalkan ke publik luas Indonesia oleh buku berjudul sama karya Henry Manampiring. Kini, nilai-nilai Stoik kembali digaungkan melalui medium digital, salah satunya melalui Podcast Maudy Ayunda bertajuk Filosofi Teras: Bersahabat dengan Konflik.
Podcast berdurasi sekitar satu jam ini menyajikan obrolan reflektif tentang bagaimana Stoikisme bisa menjadi sahabat dalam menghadapi konflik, tantangan, dan dinamika emosi. Salah satu poin kunci yang dikemukakan Maudy Ayunda adalah kritik terhadap positive thinking yang selama ini dikampanyekan sebagai solusi universal.
Baca Juga: Cara Efektif Mengatasi SMS Spam Iklan Pinjol Ilegal di Android
Kritik terhadap Positive Thinking yang Berlebihan
Pemikiran positif (positive thinking) memang banyak diangkat sebagai metode populer untuk memperbaiki suasana hati dan mendorong seseorang tetap optimis. Namun, Maudy menegaskan bahwa pendekatan ini tidak selamanya membawa dampak positif.
Menurutnya, berpikir positif secara berlebihan justru dapat menjadi bumerang saat individu mengalami kegagalan. Ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, kegagalan mempertahankan “pikiran positif” dapat memicu rasa bersalah yang mendalam.
Dalam podcast, Maudy menyatakan:
“Tentunya, ini bukan berarti bahwa kita dilarang berpikir positif atau harus terus berpikir negatif tentang kehidupan. Justru, filosofi stoik ini mengajak kita untuk tetap hopefully tapi juga realistis dalam menjalani hidup.”
Pernyataan tersebut menekankan bahwa sikap optimis perlu diimbangi kesadaran akan batasan dan risiko yang mungkin terjadi. Dengan demikian, seseorang dapat mengantisipasi kekecewaan tanpa terjebak dalam pesimisme.
Pendekatan Mental Contrasting: Menyatukan Harapan dan Kesiapan
Salah satu konsep menarik yang turut diperkenalkan Maudy Ayunda adalah mental contrasting. Teknik ini berasal dari riset psikologi motivasi yang dikembangkan oleh Gabriele Oettingen.
- Mental contrasting mengajak individu membayangkan hasil ideal yang diharapkan.
- Lalu, individu secara sadar memetakan hambatan potensial yang mungkin muncul di sepanjang proses pencapaian tujuan.
Dengan cara ini, seseorang tidak sekadar bermimpi, melainkan mempersiapkan mental dan strategi untuk menghadapinya.
Maudy menilai mental contrasting selaras dengan prinsip Stoikisme yang mendorong seseorang bersikap waspada tanpa kehilangan semangat. Teknik ini membantu menciptakan keseimbangan antara pengharapan dan realitas sehingga individu tidak mudah patah arang saat mengalami hambatan.
Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan
Esensi Stoikisme terletak pada satu prinsip mendasar: diferensiasi antara hal yang berada dalam kendali kita dan yang tidak.
Maudy menegaskan bahwa terlalu fokus pada aspek di luar kontrol, seperti opini orang lain, situasi eksternal, atau hasil akhir yang tak bisa diprediksi, hanya akan memicu stres dan kecemasan.
Sebaliknya, energi sebaiknya diarahkan untuk mengelola respons internal, yaitu:
- Cara kita memaknai peristiwa.
- Pilihan sikap terhadap keadaan.
- Keputusan yang selaras dengan nilai pribadi.
Sikap ini menumbuhkan ketangguhan mental karena individu tidak lagi bergantung pada validasi eksternal untuk merasa puas atau tenang.
Filosofi Teras sebagai Pendamping Refleksi
Podcast Maudy Ayunda menggarisbawahi bahwa Filosofi Teras bukanlah resep instan untuk mengatasi seluruh problem kehidupan. Filsafat Stoik lebih tepat disebut sebagai kerangka kerja atau panduan berpikir.
Beberapa poin reflektif yang bisa diambil pendengar dari episode ini antara lain:
- Menerima kenyataan apa adanya tanpa berlebihan dalam menghakimi diri sendiri.
- Menumbuhkan disiplin emosi agar tidak mudah terpancing amarah maupun euforia sesaat.
- Melatih diri agar tidak reaktif terhadap penilaian orang lain.
- Menyadari bahwa kebahagiaan sejati bersumber dari ketenangan batin, bukan pujian atau status sosial.
Praktik Stoikisme memang menuntut latihan terus-menerus. Namun, seiring waktu, individu akan semakin terbiasa memaknai tantangan sebagai bagian tak terelakkan dari proses menjadi manusia dewasa.
Menghadapi Konflik dengan Perspektif Filosofis
Filosofi Teras memandang konflik bukan musuh, melainkan instrumen pembelajaran. Melalui konflik, seseorang belajar mengenali nilai-nilai personal yang paling penting dan memvalidasi prinsip hidup yang dijunjung tinggi.
Maudy Ayunda menekankan, saat seseorang berhadapan dengan perbedaan pendapat, kritik, atau kegagalan, penting untuk tidak serta-merta menilai itu sebagai ancaman harga diri.
Sebaliknya, dengan sikap reflektif, setiap konflik menjadi ruang:
- Mengasah kesabaran.
- Melatih keberanian untuk menetapkan batas.
- Mempraktikkan toleransi terhadap ketidaksempurnaan.
Filosofi Stoik membantu individu memahami bahwa sebagian besar hal di dunia tidak berada di bawah kendali mutlak kita. Yang paling penting adalah sejauh mana kita mampu mempertahankan integritas dan ketenangan di tengah ketidakpastian.
Relevansi Stoikisme di Era Digital
Di era media sosial, tekanan untuk terlihat “bahagia” atau “sukses” semakin intens. Algoritma platform membuat orang cenderung membandingkan hidupnya dengan pencapaian orang lain yang dikurasi secara visual.
Maudy Ayunda menyoroti bahwa Stoikisme justru relevan untuk meredam dorongan membandingkan diri secara destruktif. Dengan mengedepankan internal locus of control, seseorang akan lebih fokus pada pertumbuhan diri ketimbang validasi eksternal.
Prinsip ini juga bermanfaat dalam mengelola stres kerja, relasi interpersonal, dan ekspektasi keluarga. Filosofi Teras memandu kita menerima keadaan tanpa harus kehilangan arah atau harga diri.
Filosofi Teras Bukan Sekadar Tren
Dalam podcastnya, Maudy mengajak pendengar tidak melihat Stoikisme hanya sebagai tren intelektual atau jargon pengembangan diri. Filosofi Teras bersifat praktis karena menekankan konsistensi dalam refleksi.
Setiap hari, individu didorong untuk:
- Melatih pengendalian emosi.
- Mengidentifikasi apa yang bisa dikendalikan.
- Menyadari bias pemikiran yang muncul dari prasangka dan ketakutan irasional.
- Menumbuhkan kebiasaan bersyukur atas hal-hal sederhana yang kerap diabaikan.
Dengan konsistensi, filosofi ini menjelma menjadi kebiasaan berpikir yang membantu kita lebih tenang menghadapi dinamika hidup.