TAMBUN UTARA, POSKOTA.CO.ID - Di atas tumpukan puing yang berserakan, di bawah panas matahari dan terpaan angin malam, Suryadi, 65 tahun, masih bertahan sembari menjaga asetnya yang telah roboh.
Pria renta yang tinggal di Gabus, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, ini tak tahu harus ke mana seusai rumahnya digusur lantaran berdiri di atas lahan milik Perum Jasa Tirta (PJT).
Hanya tenda sederhana dari terpal bekas berukuran 4x8 meter dan serpihan bambu sisa bongkaran yang kini menjadi satu-satunya atap untuk ia dan istri berteduh.
Seusai penertiban bangunan liar, Rabu, 18 Juni 2025, Suryadi dan keluarganya kehilangan tempat tinggal. Tak ada ranjang empuk, tak ada dinding kokoh. Malam-malamnya kini dilalui beralas kursi bekas dan karpet lusuh di atas tanah keras, sambil menjaga sisa aset seperti kayu, bambu, asbes, dan genteng yang belum sempat dipindahkan karena proses penggusuran yang tiba-tiba.
Baca Juga: Setiap Malam Cambang dan Anaknya Tidur Bareng Ayam
"Kami enggak punya tempat tinggal lagi. Makanya bingung mau ke mana," ucap Suryadi lirih saat ditemui Poskota di lokasi, Jumat, 20 Juni 2025.
Selama tujuh tahun terakhir, Suryadi dan keluarganya menempati lahan PJT itu. Awalnya, rumahnya hanya berupa gubuk dari terpal dan anyaman bambu. Namun perlahan ia menabung untuk membeli batako, semen, dan asbes agar bangunan reyot itu layak dihuni.
"Kata anak saya kasihan, makanya dibeliin batako buat nyicil bangun rumah. Tapi enggak nyangka malah jadi begini. Semuanya harus dirobohkan juga," tuturnya.
Meski kecewa, Suryadi mengaku ikhlas. Ia sadar, bangunan tersebut berdiri di atas tanah negara.
Baca Juga: Waw! Pedagang Kambing di Tambun Utara Raup Omzet Setengah Miliar
"Saya enggak minta apa-apa. Saya ikhlas karena ini tanah pemerintah. Cuma ingin ada kebijakan supaya bisa tetap hidup," ungkapnya.