POSKOTA.CO.ID - Kejahatan siber dengan modus love scamming kembali mencuat ke permukaan publik Indonesia setelah menimpa seorang figur pemerintahan, Kani Dwi Haryani, yang merupakan Staf Media Pribadi Presiden Prabowo Subianto.
Kasus ini mencuri perhatian publik karena pelakunya diketahui bukan hanya memalsukan identitas, tetapi juga melakukan penipuan finansial dengan total kerugian hingga puluhan juta rupiah.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam kronologi kasus, modus operandi pelaku, dampaknya terhadap korban, serta payung hukum yang mengatur tindakan penipuan digital di Indonesia.
Baca Juga: Kunci Jawaban Latihan Pemahaman Modul 3 Topik 1 PPG 2025 Paling Akurat
Siapa Kani Dwi Haryani?
Kani Dwi Haryani dikenal sebagai staf media pribadi Presiden Prabowo Subianto. Namanya mulai dikenal publik setelah aktif sebagai jurnalis dan sempat berkarier di salah satu stasiun televisi nasional, TVOne. Perempuan muda ini menjadi sorotan media sosial usai kisahnya sebagai korban love scamming tersebar luas.
Kasus yang menimpanya bukan hanya menarik perhatian karena latar belakang profesinya, tetapi juga karena kompleksitas penipuan yang dilakukan melalui media sosial oleh pelaku yang menggunakan identitas fiktif.
Awal Mula Penipuan: Percakapan Dunia Maya
Semua bermula dari interaksi biasa melalui media sosial. Kani berkenalan dengan akun bernama @febrianaldydrss__, yang mengaku sebagai Febrian Alaydrus, mantan pilot Garuda Indonesia yang kini bekerja di maskapai Emirates, Uni Emirat Arab. Perkenalan tersebut berlangsung cukup intens dan menjurus ke dalam hubungan asmara.
Seiring waktu, hubungan mereka berlanjut secara daring, dan pelaku berhasil membangun kepercayaan Kani melalui narasi fiktif tentang karier dan kehidupan pribadi sang ‘pilot’.
Modus Penipuan: Dalih Administrasi dan Kebutuhan Pekerjaan
Pada 1 Maret 2025, pelaku mulai menunjukkan niat menipu secara finansial. Marpuah, pelaku yang bersembunyi di balik akun palsu, meminjam uang sebesar Rp13 juta dengan alasan administrasi masuk kerja sepupunya, Miftahul Syifa, melalui jalur orang dalam (ordal).
Tak cukup sampai di situ, pada April 2025, pelaku kembali meminta bantuan dana sebesar Rp35 juta, dengan alasan untuk membayar pelatihan kerja di maskapai Emirates. Total kerugian yang dialami Kani pun mencapai Rp48 juta.
Kecurigaan dan Investigasi Pribadi Korban
Seiring waktu, Kani mulai merasakan kejanggalan dari cerita dan pernyataan pelaku. Ia lalu memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut identitas Febrian Alaydrus, termasuk mendatangi alamat yang pernah disebutkan oleh pelaku.
Namun, alamat tersebut ternyata fiktif. Fakta tersebut menjadi pemicu utama Kani untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Akhirnya terkuak bahwa Febrian Alaydrus hanyalah identitas palsu buatan seorang perempuan bernama Marpuah.
Penangkapan Pelaku: Fakta Mengejutkan di Balik Akun Palsu
Penyelidikan polisi mengarah pada satu nama: Marpuah, warga Sumur Buang, Kadu Agung Timur, Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten. Ia terbukti membuat akun palsu dan mencuri foto orang lain untuk membangun persona karismatik seorang pilot internasional.
Pada 13 Juni 2025, Polda Banten secara resmi menerima laporan dari Kani, dan beberapa waktu kemudian, Marpuah berhasil diamankan.
Jeratan Hukum: UU ITE dan KUHP
Marpuah dijerat dengan dua pasal utama:
- Pasal 35 jo Pasal 51 UU No. 1 Tahun 2024, tentang perubahan kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
- Pasal 378 KUHP, mengenai tindak pidana penipuan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Marpuah terancam hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun. Kejahatan yang dilakukan masuk dalam kategori penipuan berbasis digital dengan unsur pemalsuan identitas dan motif keuntungan ekonomi.
Love Scamming: Fenomena Global yang Meningkat
Fenomena penipuan asmara atau love scamming bukan hanya terjadi di Indonesia. Di seluruh dunia, kasus serupa sering kali melibatkan media sosial sebagai media utama. Korban biasanya merupakan individu yang rentan, kesepian, atau mudah percaya karena faktor emosional.
Love scamming sering kali dimulai dengan percakapan ringan di platform seperti Instagram, Facebook, atau aplikasi kencan, yang kemudian mengarah pada hubungan yang tampak serius dan penuh perhatian—sebelum pelaku mulai meminta bantuan keuangan.
Perlindungan Hukum Bagi Korban Penipuan Digital
Korban penipuan digital di Indonesia memiliki perlindungan hukum berdasarkan UU ITE dan KUHP. Selain itu, laporan ke kepolisian bisa dilakukan secara langsung ataupun melalui platform aduan siber seperti patrolisiber.id.
Penting bagi masyarakat untuk menyimpan bukti percakapan, tangkapan layar, dan data transaksi apabila menjadi korban. Hal ini akan sangat membantu dalam proses penyelidikan aparat penegak hukum.
Baca Juga: SBY Sebut 5 Orang Terkuat yang Pegang Nasib Dunia di Tengah Kekacauan Perang Iran dan Israel
Literasi Digital dan Pencegahan
Kasus Kani Dwi Haryani menegaskan pentingnya literasi digital, terutama dalam mengenali potensi penipuan daring. Berikut beberapa tips mencegah penipuan asmara di media sosial:
- Jangan mudah percaya pada identitas daring tanpa verifikasi.
- Hindari mengirim uang kepada orang yang belum pernah ditemui secara langsung.
- Periksa profil media sosial secara menyeluruh, termasuk keaslian foto dan interaksi publik.
- Gunakan layanan pencarian gambar untuk memastikan keaslian identitas.
Kisah Kani Dwi Haryani menjadi pengingat keras bahwa siapa pun bisa menjadi korban penipuan, bahkan mereka yang bekerja di lingkar kekuasaan sekalipun. Dunia digital memberi banyak kemudahan, tetapi juga membuka celah bagi kejahatan berbasis identitas fiktif.
Melalui penanganan yang tegas dari aparat penegak hukum, diharapkan kasus ini menjadi pelajaran kolektif tentang pentingnya kehati-hatian dalam menjalin hubungan daring. Pemerintah dan masyarakat pun dituntut lebih aktif dalam meningkatkan literasi digital demi mencegah kejahatan serupa di masa depan.