POSKOTA.CO.ID - Dalam sejarah pendidikan nasional, sosok Ki Hajar Dewantara tidak sekadar dikenang sebagai pelopor pendidikan, melainkan juga sebagai filsuf pendidikan yang mencetuskan konsep revolusioner pendidikan harus memerdekakan manusia, bukan menindas kebebasannya. Salah satu warisan pemikirannya adalah sistem "Among", yang menjadi pijakan filosofis bagi Perguruan Taman Siswa sekolah alternatif yang beliau dirikan pada tahun 1922.
Sistem Among bukan sekadar metode pengajaran, melainkan pendekatan pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek belajar yang otonom. Dalam sistem ini, guru tidak lagi berdiri sebagai satu-satunya sumber kebenaran, tetapi sebagai pembimbing, pendamping, dan teladan. Pendekatan ini secara eksplisit tercermin dalam semboyan yang kini menjadi ikon pendidikan nasional:
Artinya: Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan. Ini adalah bentuk peran holistik guru yang adaptif terhadap kondisi dan perkembangan peserta didik.
Baca Juga: Rumor Transfer Persib: Bek Prancis Christian Gomis Gagal Bergabung, Ternyata Ini Penyebabnya
Landasan Sistem Among dalam Modul 3 PPG 2025
Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini kembali menjadi perhatian utama dalam Latihan Pemahaman Modul 3 PPG 2025, khususnya pada topik Filosofi Pendidikan dan Pendidikan Nilai. Dalam modul ini, para guru dan calon guru diajak untuk memahami kembali peran penting pendidik sebagai fasilitator dalam mendampingi tumbuh-kembang siswa, bukan sebagai pengontrol tunggal proses belajar.
Salah satu pertanyaan dalam modul ini menyoroti langsung esensi peran guru dalam sistem Among:
Pertanyaan: Apa peran guru dalam sistem ‘Among’ yang diterapkan di Perguruan Taman Siswa?
Pilihan jawaban:
A. Guru menjadi pengawas siswa yang belajar secara mandiri sesuai jadwal.
B. Guru berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran yang menyediakan tuntunan, kepedulian, dan kasih sayang.
C. Guru memberikan fasilitas sesuai kebutuhan siswa.
D. Guru memberikan motivasi untuk belajar mandiri.
E. Guru berperan sebagai orang tua siswa di sekolah sebagai penyedia fasilitas.
Jawaban benar: B
Penjelasannya pun menyentuh pada nilai-nilai dasar pendidikan yang berakar dari kasih sayang, empati, dan teladan moral. Guru dalam sistem Among tidak boleh bersikap otoriter, melainkan harus hadir sebagai pembimbing yang membangun karakter siswa melalui contoh, bukan paksaan.
Peran Guru dalam Sistem Among: Fasilitator dan Penuntun
Perbedaan mencolok antara sistem Among dan pendekatan pendidikan konvensional terletak pada cara guru memperlakukan siswa. Dalam sistem konvensional, guru seringkali menjadi satu-satunya sumber pengetahuan dan otoritas penuh di ruang kelas. Namun dalam sistem Among, guru bertransformasi menjadi:
- Fasilitator pembelajaran: Guru menyediakan lingkungan yang mendukung eksplorasi dan inkuiri mandiri.
- Teladan moral dan etika: Guru menunjukkan nilai-nilai luhur melalui sikap, bukan hanya ceramah.
- Pendamping emosional: Guru menjadi pendengar yang baik, memahami latar belakang dan kebutuhan unik setiap siswa.
- Penggerak semangat: Guru menyemangati siswa untuk berpikir kritis, bertindak mandiri, dan percaya diri.
Pendekatan ini tidak hanya melahirkan siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga dewasa secara moral dan emosional. Dalam sistem Among, pendidikan dipandang sebagai proses menuntun hidup, bukan sekadar menjejali otak.
Praktik Among dalam Dunia Pendidikan Kontemporer
Meskipun lahir pada awal abad ke-20, sistem Among tetap relevan dan bahkan semakin dibutuhkan dalam pendidikan abad ke-21. Pendekatan yang memanusiakan siswa, memberi ruang kreativitas, dan menanamkan nilai-nilai luhur sejalan dengan prinsip student-centered learning (pembelajaran berpusat pada siswa) dalam kurikulum merdeka yang kini berlaku di Indonesia.
Kini, guru bukan lagi satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan. Di era digital, akses informasi terbuka lebar. Namun justru di tengah banjir informasi ini, kehadiran guru yang membimbing dengan hati dan memberi arah nilai menjadi semakin penting. Sistem Among menjawab tantangan tersebut dengan cara:
- Menjaga otonomi belajar siswa agar tetap kritis dan tidak mudah terombang-ambing hoaks.
- Mendorong kemampuan reflektif, agar siswa mampu memahami konteks dan nilai dari apa yang mereka pelajari.
- Membangun relasi antarpribadi, karena pendidikan sejati hanya bisa tumbuh dalam iklim kepercayaan dan kasih sayang.
Refleksi Guru Masa Kini: Menghidupkan Kembali Semangat Tut Wuri Handayani
Peran guru di era kini memang berbeda, tetapi esensinya tetap sama: membimbing siswa agar menjadi pribadi merdeka lahir batin. Hal ini sejalan dengan semboyan "tut wuri handayani", yang kerap dikutip namun belum sepenuhnya dipraktikkan secara menyeluruh.
Menghidupkan kembali semangat Among berarti menempatkan guru bukan sekadar pelaksana kurikulum, tetapi sebagai pendidik sejati. Guru Among masa kini adalah mereka yang:
- Adaptif terhadap teknologi, namun tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan.
- Mendampingi siswa di ruang maya, sekaligus membentuk etika digital yang sehat.
- Mengajar dengan hati, bukan sekadar mengejar target capaian akademik.
- Menjadi mitra orang tua, dalam membangun karakter anak secara kolektif.
Baca Juga: Persija Perpanjang Kontrak Carlos Eduardo, Hanif Sjahbandi dan Hansamu Yama Segera Menyusul?
Pendidikan Nilai: Pilar yang Tak Boleh Diabaikan
Pendidikan tidak hanya tentang hasil ujian, tetapi juga proses pembentukan nilai. Dalam sistem Among, nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kemandirian, dan rasa hormat ditanamkan bukan dengan ceramah panjang, tetapi lewat sikap hidup sehari-hari.
Oleh sebab itu, dalam Modul 3 PPG 2025, pendidikan nilai menjadi salah satu pokok bahasan penting. Guru diajak merefleksikan: Apakah saya sudah mendidik dengan hati? Apakah saya menjadi teladan yang bisa ditiru siswa, bukan hanya di kelas tapi juga dalam hidup?
Sistem Among bukan warisan yang harus dikenang sebagai sejarah, tetapi filosofi yang perlu terus dihidupkan dalam praktik pendidikan sehari-hari. Di tengah tantangan zaman, Ki Hajar Dewantara seolah mengingatkan kita: pendidikan bukanlah proses indoktrinasi, tetapi perjalanan pembebasan manusia.
Modul 3 PPG 2025 menjadi pintu refleksi bagi para guru untuk kembali pada akar pendidikan yang merdeka, berkeadaban, dan membangun karakter. Guru masa kini perlu lebih dari sekadar menguasai materi mereka perlu menjadi pendidik sejati yang hidup dalam semangat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.