POSKOTA.CO.ID - Saat ini aplikasi dan game penghasil uang menjadi tren di kalangan masyarakat, terutama generasi muda yang mendambakan penghasilan cepat tanpa harus bekerja secara konvensional.
Klaim-klaim yang menyatakan bahwa hanya dengan bermain game atau menonton iklan dapat menghasilkan jutaan rupiah pun ramai beredar di media sosial maupun iklan daring. Namun, benarkah klaim tersebut bisa dipercaya?
Di balik tampilan menarik dan janji manis dari berbagai aplikasi dan game penghasil uang, tersembunyi realita yang mengecewakan. Banyak dari aplikasi tersebut hanya memberikan ilusi, bukan realitas.
Seperti dijelaskan dalam berbagai laporan dan ulasan pengguna, sebagian besar aplikasi ini hanyalah alat manipulasi demi keuntungan pengembang, bukan pengguna.
Baca Juga: Masyarakat Pilih Perpustakaan Dibuka 24 Jam daripada Taman di Jakarta
"Sebagian besar aplikasi dan game penghasil uang sebenarnya hanya membodohi penggunanya," tulis salah satu ulasan edukatif di kanal digital populer.
Cara yang ditawarkan pun beragam, mulai dari mengisi survei, bermain game receh, menjawab pertanyaan, hingga menonton iklan selama berjam-jam. Setiap aktivitas tersebut diklaim memberikan imbalan berupa uang atau poin yang dapat ditukar dengan uang. Tapi kenyataannya, nilai dari waktu yang dihabiskan tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima.
Cara Kerja dan Modus Umum
Pada dasarnya, skema aplikasi dan game penghasil uang terdiri dari dua model:
- Berbasis Iklan
Pengguna diminta menonton iklan dalam durasi tertentu untuk mendapatkan imbalan. Namun, setiap sesi hanya memberi penghasilan sekitar 0,01 USD. Bahkan untuk menarik dana, pengguna diwajibkan mengumpulkan saldo minimal, seperti 100 USD, yang butuh waktu sangat lama. - Berbasis Tugas dan Referensi
Pengguna diberi tugas seperti menjawab 50 pertanyaan, atau mengundang teman agar mendapat tambahan poin. Semakin banyak rekrutmen, semakin besar potensi imbalan. Namun sistem ini justru membawa kita ke area abu-abu yang lebih dalam.
Sisi Gelap: Penipuan Berkedok Teknologi
Menurut banyak pengguna, aplikasi-aplikasi ini pada akhirnya hanya menyisakan rasa kecewa. Setelah waktu, kuota, dan energi diinvestasikan, janji penghasilan besar tetap tak kunjung terwujud.
"Untuk menonton iklan atau bermain game-game receh tersebut, Anda hanya dibayar dengan nominal sangat kecil, seperti 0,01 dolar atau sekitar seratusan rupiah," kata penulis ulasan tersebut.
Lebih buruk lagi, banyak aplikasi mengadopsi skema Ponzi digital. Dalam model ini, penghasilan pengguna lama berasal dari uang pengguna baru. Aplikasi mendorong pengguna untuk naik peringkat member, dan setiap tingkatan menjanjikan imbal hasil lebih tinggi jika berhasil merekrut anggota baru.
Hal ini dibenarkan oleh Herusadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, yang mengungkapkan:
"Konsumen diberikan kemudahan dan bonus tertentu yang pada akhirnya mengharuskan mereka mencari anggota baru. Semakin tinggi level anggota, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh."
Janji Palsu dan Ekspektasi yang Diperjualbelikan
Iklan aplikasi semacam ini sering menggunakan narasi clickbait seperti:
- "Bisa cair Rp300 ribu dalam 5 menit!"
- "Main game ini, langsung jadi sultan!"
- "Tanpa kerja keras, langsung dapat uang!"
Namun, begitu pengguna mencoba, mereka justru diperdaya untuk terus bermain, menonton iklan, atau membayar langganan premium demi pengalaman bebas iklan yang pada akhirnya tidak membawa untung sama sekali.
Bahkan dalam beberapa kasus, pengguna yang sudah mencapai ambang penarikan dana justru tidak bisa mencairkan uang mereka karena aturan tambahan yang mendadak muncul, atau sistem error yang tak kunjung diperbaiki.
Kerugian Waktu, Energi, dan Uang
Ketika pengguna akhirnya sadar bahwa mereka hanya menghabiskan waktu berharga untuk imbalan yang tidak sebanding, semuanya sudah terlambat. Mereka telah menjadi alat monetisasi bagi pengembang, yang justru diuntungkan melalui penayangan iklan dan pembelian layanan premium.
"Kesimpulannya, Anda malah menjadi 'budak' bagi pihak di balik aplikasi tersebut," jelas artikel tersebut.
Dengan demikian, pengguna tidak hanya kehilangan waktu, tetapi juga kepercayaan terhadap platform digital yang seharusnya bisa memberikan manfaat edukatif dan hiburan yang sehat.
Tidak Semua Aplikasi Penghasil Uang Itu Salah
Meskipun demikian, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua aplikasi penghasil uang bersifat penipuan. Ada beberapa platform yang memang benar-benar membayar, tetapi:
- Memerlukan keahlian khusus (misalnya menulis, desain grafis, coding)
- Tidak instan dan perlu waktu serta usaha besar
- Menggunakan sistem pembayaran yang transparan
Contohnya, platform freelance, program afiliasi yang legal, atau marketplace digital yang mempertemukan penjual dan pembeli jasa.
Baca Juga: Rangkaian Acara dan Jadwal Pernikahan Al Ghazali dengan Alyssa Daguise
Bijak dan Realistis dalam Mencari Penghasilan
Mencari penghasilan yang wajar tidak harus melalui jalur instan. Justru pendekatan realistis seperti menjual barang, menawarkan jasa, atau mengembangkan keahlian akan jauh lebih bermanfaat dalam jangka panjang.
"Pada dasarnya, untuk mendapatkan sesuatu, kita harus berusaha. Di balik pekerjaan yang terlihat mudah, sebenarnya terdapat banyak hal yang tidak kita ketahui yang ternyata juga melelahkan," demikian kutipan penutup dari ulasan tersebut.
Mengandalkan aplikasi semacam ini justru mengikis semangat kerja keras dan memperkuat pola pikir instan yang tidak sehat, terutama di kalangan anak muda.
Jika ada aplikasi atau game yang menawarkan uang dengan cara terlalu mudah dan cepat, bisa dipastikan ada sesuatu yang salah. Entah dari sisi teknis, sistem, atau etika di baliknya. Penting bagi kita sebagai pengguna digital untuk:
- Mencermati ulasan dari pengguna lain
- Tidak tergiur dengan janji manis instan
- Memahami model bisnis yang digunakan
- Memastikan platform tersebut terdaftar di otoritas yang berwenang
Kita hidup di zaman teknologi canggih, tetapi itu bukan alasan untuk menjadi korban skema digital yang manipulatif. Jadilah pengguna yang cerdas, kritis, dan bijak.