POSKOTA.CO.ID - Priguna Anugerah Pratama (31), seorang dokter residen, kini harus berurusan dengan hukum setelah terbukti melakukan tindakan asusila dengan membius korbannya terlebih dahulu.
Menurut Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, obat bius yang digunakan Priguna berasal dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), tempatnya bekerja.
Tindakan kejahatan tersebut dilakukan di lantai 7 Gedung Ibu dan Anak Terpadu di rumah sakit tersebut.
"Semua obat diambil dari dalam rumah sakit," ujar Surawan
Baca Juga: Sapi Kurban Prabowo Disembelih di Masjid Al-Barkah Bekasi, Diawasi Ketat Dokter Hewan dan BPJPH
Ia menekankan perlunya evaluasi terhadap pengawasan dan penggunaan obat-obatan bius di fasilitas kesehatan, guna mencegah penyalahgunaan di masa depan.
Lebih lanjut, Surawan menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium dalam kasus ini telah selesai, termasuk tes toksikologi, DNA, dan pemeriksaan psikologis.
Dari tes toksikologi dan DNA, ditemukan adanya zat anestesi dalam tubuh korban, serta kecocokan antara DNA sperma dan rambut korban yang ditemukan di lokasi kejadian.
“Obat bius ditemukan di tubuh korban, walau jenis pastinya saya tidak hafal. Hasil uji laboratorium menunjukkan kecocokan antara pelaku dan korban saat kami lakukan olah TKP ulang,” jelasnya.
Sementara itu, hasil evaluasi kejiwaan menunjukkan bahwa Priguna memiliki penyimpangan seksual, yaitu fantasi terhadap individu yang tidak berdaya atau dikenal sebagai fetish tertentu.
Baca Juga: Polisi Selidiki Kasus Dokter PPDS Rekam Mahasiswi Mandi, Pelaku Ditahan
"Ia memiliki ketertarikan seksual pada orang yang tak berdaya, kurang lebih seperti itu," katanya.
Meski memiliki gangguan kejiwaan, Priguna tetap tidak lepas dari jerat hukum. Surawan menjelaskan bahwa terdapat pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengatur soal pemerkosaan terhadap korban yang dalam keadaan tidak berdaya.
Ia merujuk pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, yang menyebut bahwa setiap orang yang menjadikan individu lain tidak berdaya untuk tujuan eksploitasi seksual dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, Priguna dijerat dengan Pasal 6C UU TPKS dan kemungkinan juga Pasal 64 KUHP mengenai perbuatan yang dilakukan berulang. Kombinasi pasal-pasal ini membuka peluang hukuman maksimal hingga 17 tahun penjara.
“Ancaman awal 12 tahun, ditambah pemberatan bisa sampai 17 tahun,” tegas Surawan.
Ia juga menyampaikan bahwa proses penyidikan telah selesai dan berkas perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada Selasa, 10 Juni 2025.
Sebagai informasi, Priguna telah ditahan sejak 23 Maret 2025. Sejauh ini, 17 saksi telah dimintai keterangan oleh penyidik, termasuk delapan orang dari pihak RSHS Bandung.