POSKOTA.CO.ID – Atlet Wushu, Lindswell Kwok memberikan kritik terkait pemberian jam tangan mewah dari Presiden Prabowo Subianto kepada para pemain Timnas Indonesia.
Diketahui, Prabowo memberikan jam tangan mewah merk Rolex kepada para pemain bola Timnas Indonesia usai laga melawan China pada gelaran Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Kabar tersebut lantas membuat heboh publik Tanah Air. Pasalnya, jam tangan yang diberikan Prabowo adalah merk Rolex seharga ratusan juta rupiah.
Pemberian itu dilakukan ketika sang presiden mengundang para pemain dan pelatih ke kediamannya di Kartanegara, Jakarta pada Jumat, 6 Juni 2025.
Baca Juga: Jepang Turunkan Formasi Terkuat Lawan Timnas Indonesia, Wataru Endo dan Kubo Kembali Jadi Andalan
Hadiah ini diberikan dalam rangka kemenangan Timnas Indonesia dengan skor 1-0 melawan China serta memastikan tempat di ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Para pemain pun sempat memamerkan hadiah yang diberikan oleh Prabowo di media sosial hingga berujung viral.
Kabar tersebut ternyata sampai kepada atlet wushu ternama Indonesia, Lindswell Kwok yang langsung memberikan kritik tajam.
“Kesenjangan atlet, tentu bangga dengan prestasi sejawat. Tapi sudah adil belum pemerintah dalam memfasilitasi atlet-atletnya?" tulis Lindswell seperti dilansir Poskota dari akun X @womensfootie_id pada Senin, 9 Juni 2025.
Melalui unggahanya, Lindswell menyoroti ketimpangan perlakuan dan apresiasi yang diberikan pemerintah terhadap cabang olahraga (cabor) di luar sepak bola.

Ia mempertanyakan keadilan dalam sistem apresiasi, mengingat masih banyak cabor lain yang telah mencetak prestasi maksimal namun nyaris tak mendapat perhatian atau dukungan setara dari pemerintah.
Menurutnya, tidak seharusnya apresiasi hanya diberikan karena cabornya populer atau memiliki banyak penggemar.
Lindswell juga menyoroti kasus yang menimpa atlet wushu junior yang dipersiapkan Kemenpora untuk ajang Youth Olympic Games 2026.
Baca Juga: Rumor Transfer Persija Makin Panas, Benarkah Thom Haye Merapat Usai Laga Timnas Indonesia vs Jepang?
Mereka yang sudah meninggalkan rumah dan sekolah demi mengikuti pelatnas selama delapan bulan justru dipulangkan secara sepihak melalui Zoom, dengan alasan efisiensi anggaran.
Padahal, mereka dipanggil oleh negara, diseleksi secara resmi, dan telah mengorbankan banyak hal.
Perlakuan ini dinilainya tidak manusiawi dan mencerminkan buruknya manajemen serta ketidakpedulian terhadap pengorbanan atlet muda.
Ia juga membandingkan anggaran cabor, di mana sepak bola disebut mendapat hampir 200 miliar rupiah, sementara cabor lain hanya menerima 10–30 miliar.
Perbedaan ini dianggap mencolok dan tidak mencerminkan keadilan dalam pembinaan olahraga nasional.
Lindswell menekankan bahwa kritik ini bukan ditujukan kepada sesama atlet atau penggemar sepak bola, melainkan kepada pemerintah agar melakukan evaluasi sistemik dan memperbaiki pola distribusi fasilitas serta penghargaan.