POSKOTA.CO.ID - Kemajuan teknologi finansial (fintech) telah mengubah wajah layanan keuangan di Indonesia. Akses terhadap pinjaman menjadi lebih mudah, bahkan hanya dengan beberapa klik melalui ponsel pintar.
Namun, kemudahan ini juga disertai risiko besar, terutama ketika konsumen tidak memahami dengan baik hak dan kewajiban dalam dunia pinjaman online (pinjol).
Salah satu risiko yang paling meresahkan adalah praktik penagihan yang menyerang kontak darurat, yakni individu yang tidak memiliki keterlibatan langsung dalam transaksi pinjaman.
Menurut Hendra Setyo, seorang pengamat fintech dan edukator keuangan, fenomena penagihan kepada kontak darurat oleh debt collector dari pinjol ilegal adalah bentuk penyimpangan yang merusak tatanan sosial dan hukum.
“Masyarakat harus memahami bahwa kontak darurat bukanlah penanggung utang,” tegas Hendra dalam sebuah wawancara edukatif di kanal YouTube Solusi Keuangan pada 22 Mei 2025.
Baca Juga: Marak Modus Salah Transfer Uang, Pinjol Ilegal Diduga Terlibat Skema Penipuan Baru
Fungsi Kontak Darurat: Jalur Informasi, Bukan Penjamin
Dalam sistem pinjaman online, kontak darurat seharusnya hanya digunakan sebagai jalur komunikasi alternatif apabila pihak peminjam tidak dapat dihubungi. Namun dalam praktiknya, banyak debt collector – terutama dari pinjol ilegal – menyalahgunakan informasi ini untuk melakukan tekanan psikologis, bahkan intimidasi, kepada kontak darurat.
Penagihan semacam ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Hendra menegaskan bahwa kontak darurat tidak berkewajiban menjawab panggilan, membayar utang, atau menjadi jembatan tagihan bagi peminjam. Mereka tidak pernah menandatangani kontrak apapun, sehingga tidak memiliki keterikatan hukum atas pinjaman tersebut.
“DC pinjol tidak boleh menagih ke kontak darurat, apalagi menyuruh menagih. Mereka hanya boleh menanyakan informasi keberadaan,” jelas Hendra.
Dampak Sosial dan Psikologis: Hubungan yang Retak dan Stigma yang Salah
Ancaman terhadap kontak darurat tidak hanya berdampak secara teknis, tetapi juga secara sosial dan emosional. Banyak hubungan kekerabatan dan pertemanan menjadi retak akibat kesalahpahaman yang timbul dari praktik ini. Bahkan dalam lingkungan profesional, hal ini bisa mencoreng reputasi dan menciptakan ketidaknyamanan.
Tidak sedikit pula yang merasa trauma akibat tekanan yang diberikan. Beberapa bahkan melaporkan gangguan kecemasan dan stres karena terus-menerus ditelepon oleh pihak yang tidak dikenal dengan nada kasar dan penuh desakan. Ini menjadi ironi di tengah rendahnya perlindungan data pribadi serta lemahnya penegakan regulasi terhadap praktik penagihan.
Langkah-langkah Melindungi Kontak Darurat Anda
Dalam menghadapi fenomena ini, masyarakat dapat mengambil sejumlah tindakan preventif yang efektif, antara lain:
1. Berkomunikasi Terbuka dengan Kontak Darurat
Langkah pertama yang penting adalah memberitahu pihak yang Anda jadikan kontak darurat. Sampaikan bahwa mereka tidak memiliki kewajiban hukum atas pinjaman Anda. Dengan keterbukaan, Anda dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman.
“Saya tidak pernah berniat melibatkan orang lain, tetapi karena musibah, saya belum bisa bayar. Mohon abaikan jika ada telepon,” ujar Hendra mencontohkan dialog yang bisa digunakan.
2. Menegaskan Hak untuk Menolak Komunikasi
Kontak darurat berhak untuk mengabaikan atau bahkan memblokir nomor yang mengganggu. Mereka tidak wajib menjawab panggilan, apalagi yang bernada mengancam.
“Kalau dihubungi dan tidak mau angkat, itu hak mereka,” tegas Hendra.
3. Blokir Nomor Debt Collector
Jika panggilan mengganggu terus berlanjut, blokir nomor tersebut. Langkah ini dapat menjadi bentuk perlindungan terhadap ketenangan dan kesehatan mental kontak darurat.
“Lebih baik diblok agar tidak terganggu dan mereka fokus kembali ke peminjamnya,” tambah Hendra.
Peran Literasi Keuangan dalam Mengurangi Risiko
Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai mekanisme pinjaman online turut memperparah situasi. Banyak pengguna yang tidak menyadari bahwa informasi kontak darurat mereka dapat disalahgunakan.
Bahkan lebih parah, beberapa platform pinjol ilegal mencantumkan kontak darurat tanpa persetujuan eksplisit dari yang bersangkutan.
Untuk itu, literasi keuangan harus menjadi fokus utama dalam kampanye edukasi publik. Pemerintah, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), perlu bersinergi dengan lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan pemahaman mengenai hak konsumen, cara mengenali pinjol legal, serta prosedur pengaduan terhadap praktik ilegal.
Baca Juga: Marak Modus Salah Transfer Uang, Pinjol Ilegal Diduga Terlibat Skema Penipuan Baru
Regulasi dan Tanggung Jawab Pemerintah
Meski OJK secara berkala merilis daftar pinjol legal dan menindak penyelenggara pinjaman ilegal, masih banyak yang beroperasi secara sembunyi-sembunyi.
Oleh sebab itu, perlu penegakan hukum yang lebih tegas dan menyeluruh, termasuk pelacakan terhadap penyalahgunaan data pribadi, serta sanksi berat terhadap pelaku yang terbukti melakukan intimidasi kepada pihak ketiga.
Pemerintah juga perlu mewajibkan setiap aplikasi pinjol untuk meminta persetujuan tertulis dari kontak darurat yang dicantumkan, sebagai bentuk perlindungan hukum dan etika.
Teror dari debt collector pinjol bukan hanya masalah personal, tetapi juga sosial. Menjaga kontak darurat dari intimidasi adalah bagian dari tanggung jawab moral sekaligus langkah preventif untuk melindungi lingkungan sosial dari kerusakan.
Masyarakat perlu dibekali pemahaman mendalam mengenai sistem keuangan digital. Edukasi menjadi benteng utama dalam menghadapi gelombang ancaman yang berasal dari praktik pinjol ilegal.
Dengan langkah yang tepat, kita tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial terhadap risiko-risiko baru di era digital.