POSKOTA.CO.ID - Kolaborasi antara industri film Indonesia dan Korea Selatan menorehkan babak baru dalam upaya internasionalisasi karya sinema nasional.
Rumah produksi Imajinari, yang dikenal melalui film komedi horor Agak Laen (2024), resmi menjalin kerja sama dengan Barunson E&A, studio ternama asal Korea Selatan yang sebelumnya memproduksi film peraih Oscar Parasite (2019).
Kerja sama tersebut diumumkan dalam ajang bergengsi Hong Kong FilmArt pada Maret 2025 lalu. Dalam nota kesepahaman yang telah diteken, Barunson E&A memperoleh lisensi internasional untuk tiga intellectual property (IP) film Imajinari, yaitu Agak Laen, Tinggal Meninggal, dan Agak Laen 2.
“Saat ini yang pasti lisensi internasional dari ketiga IP tersebut telah dikerjasamakan dengan Barunson E&A. Mari kita doakan yang terbaik,” ujar Ernest Prakasa, Chief Creative Officer Imajinari, dalam siaran pers resmi pada Kamis, 8 Mei 2025.
Namun, hingga kini belum diumumkan rincian rencana produksi atau jadwal rilis dari pihak Barunson E&A.
Baca Juga: Banding Ditolak, Lini Belakang Persebaya Kehilangan Pilar Utama Jelang Hadapi Semen Padang
Potensi Adaptasi Film Indonesia di Kancah Internasional
Kerja sama ini bukanlah satu-satunya contoh ketertarikan studio internasional terhadap film Indonesia. Sebelumnya, beberapa karya film nasional juga sempat menjadi perhatian rumah produksi asing. Berikut adalah empat film Indonesia yang pernah masuk radar industri global:
1. Get Married (2007)
Film komedi Get Married, yang disutradarai Hanung Bramantyo, merupakan salah satu karya lokal yang sukses secara komersial dan artistik. Film ini ditonton lebih dari 1,3 juta penonton dan meraih tiga Piala Citra dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2007.
Keberhasilan tersebut menarik perhatian perusahaan film Vietnam, Live On, yang kemudian memproduksi ulang film ini dengan judul Ngay Mai, Mai Cuoi, tayang pada September 2017. Proyek remake ini merupakan salah satu contoh nyata ekspor konten hiburan Indonesia ke Asia Tenggara.
2. Laskar Pelangi (2008)
Diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi merupakan film drama pendidikan yang sukses besar. Tahun 2011, rumah produksi Hollywood Plan B yang dipimpin Brad Pitt dikabarkan mengutarakan minat untuk membuat adaptasi internasionalnya.
Meski minat tersebut sempat menyita perhatian publik, proyek adaptasi Laskar Pelangi versi Hollywood tidak mengalami perkembangan berarti hingga kini, dan akhirnya tidak terealisasi.
3. Pengabdi Setan (2017)
Film horor Pengabdi Setan karya Joko Anwar tidak hanya sukses secara lokal tetapi juga mendapat pengakuan internasional. Ketika film ini dirilis, perwakilan CJ Entertainment dari Korea Selatan sempat menyatakan minat untuk memproduksi versi remake.
Namun, seperti halnya Laskar Pelangi, belum ada kepastian mengenai kelanjutan proyek remake Pengabdi Setan hingga saat ini. Sementara itu, film ini telah berlanjut dengan sekuel Pengabdi Setan 2: Communion.
4. The Raid (2011)
Film laga The Raid garapan Gareth Evans mencuri perhatian dunia dan membuka jalan bagi sinema Indonesia di kancah internasional.
Film ini bahkan telah diumumkan akan dibuat ulang di Hollywood dengan Michael Bay sebagai produser dan Patrick Hughes sebagai sutradara.
Aktor Frank Grillo direncanakan menjadi bintang utama. Namun, proyek tersebut batal direalisasikan, sebagaimana diungkapkan langsung oleh Grillo dalam wawancara dengan ComicBook.
Meski demikian, nama The Raid tetap dikenang sebagai pionir film laga Asia modern.
Imajinari dan Barunson E&A: Sinergi Strategis Dua Industri
Barunson E&A bukan nama asing dalam industri film global. Studio ini melejit setelah memproduksi Parasite, film arahan Bong Joon-ho yang meraih empat Oscar pada 2020, termasuk Best Picture.
Dalam beberapa tahun terakhir, Barunson aktif mencari proyek internasional dengan potensi pasar global.
Sementara itu, Imajinari, yang dipimpin oleh Ernest Prakasa dan tim kreatif Indonesia, dikenal dengan pendekatan unik terhadap genre komedi, horor, dan drama sosial.
Dengan kolaborasi ini, Imajinari membuka peluang besar untuk memperkenalkan narasi khas Indonesia ke pasar Asia dan Barat melalui adaptasi internasional.
Kekuatan IP Lokal: Dari Budaya ke Komoditas Global
Film seperti Agak Laen dan Tinggal Meninggal tidak hanya mengandalkan unsur komedi atau horor, tetapi juga menyisipkan kritik sosial, dinamika masyarakat urban, dan tradisi lokal yang resonan.
Nilai-nilai ini, ketika dikemas dalam format yang dapat diterima global, menjadi kekuatan tersendiri dalam industri hiburan lintas negara.
Kolaborasi Imajinari–Barunson dapat menjadi contoh sukses bagaimana kekayaan naratif lokal bisa dikembangkan menjadi aset ekspor budaya. Bila proyek remake ini berhasil, maka Indonesia tidak hanya menjadi pasar film, tetapi juga content provider yang diakui dunia.
Baca Juga: Viral! Pasutri Bos CV Sentoso Seal Akhirnya Ditangkap, Terekam Rusak Mobil Kontraktor di Surabaya
Tantangan Adaptasi Budaya dalam Produksi Remake
Meski memiliki potensi besar, produksi remake internasional menghadapi tantangan tersendiri. Perbedaan budaya, konteks sosial, dan selera pasar menjadi aspek krusial yang harus dipertimbangkan.
Misalnya, Agak Laen yang berlatar rumah hantu di Indonesia dengan nuansa lokal bisa saja harus disesuaikan bila diadaptasi ke konteks Korea Selatan atau negara Barat. Begitu pula dengan unsur humor khas Indonesia yang tidak selalu dapat diterjemahkan secara langsung ke budaya lain.
Namun, di sinilah pentingnya kolaborasi kreatif lintas negara. Dengan bekerja sama secara erat, adaptasi yang sensitif dan relevan dapat diwujudkan.
Kolaborasi Imajinari dan Barunson E&A adalah langkah strategis dalam menjajaki potensi ekspansi global industri film Indonesia. Dalam era ketika konten lintas budaya semakin dihargai, kerja sama ini bisa menjadi titik balik penting bagi reputasi sinema nasional.
Dengan dukungan komunitas kreatif dan pemerintah, serta strategi promosi yang tepat, bukan tidak mungkin film-film Indonesia akan lebih sering tampil di bioskop-bioskop dunia dalam versi lokal masing-masing negara.