Salah satu dugaan motif yang beredar adalah bahwa bocah ini meniru adegan dari film atau game yang ditontonnya. (Sumber: Pinterest)

Daerah

Viral Bocah 9 Tahun Bakar 13 Rumah di Sukabumi, Warga Desak Orang Tua Bertanggung Jawab Penuh

Kamis 08 Mei 2025, 11:51 WIB

POSKOTA.CO.ID - Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, menjadi sorotan nasional setelah muncul laporan mengejutkan mengenai seorang anak berusia 9 tahun yang diduga melakukan pembakaran terhadap belasan rumah warga.

Peristiwa ini terjadi di kawasan Tipar, Kota Sukabumi, pada Jumat hingga Sabtu, 2–3 Mei 2025. Menurut sumber dari unggahan akun TikTok @sideproject27, sebanyak 13 rumah warga hangus terbakar, diduga akibat aksi anak tersebut.

Meskipun terdengar tidak masuk akal, namun laporan dari warga setempat serta dokumentasi kronologi menyebutkan bahwa anak tersebut melakukan aksinya secara acak dengan menggunakan korek api gas sebagai alat pembakar.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Virgo: Keberuntungan Mengalir Deras, Masalah Ekonomi dan Asmara Selesai

Kronologi Peristiwa Menggemparkan

Berdasarkan informasi yang beredar, aksi pembakaran dimulai pada Jumat malam, 2 Mei 2025. Warga mencium adanya keanehan saat kebakaran kecil terjadi di salah satu sudut pemukiman padat penduduk. Keesokan harinya, kebakaran kembali terjadi di titik yang berbeda.

Kecurigaan mulai mengarah pada seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun yang terlihat berada di lokasi beberapa saat sebelum api muncul.

Pada Sabtu malam, saat anak tersebut mencoba mengulangi perbuatannya, ia ditangkap oleh petugas ronda setempat dan langsung dibawa ke Polsek Citamiang untuk dilakukan pemeriksaan.

Motif: Antara Rasa Ingin Tahu dan Pengaruh Media

Salah satu dugaan motif yang beredar adalah bahwa bocah ini meniru adegan dari film atau game yang ditontonnya. Hal ini memunculkan diskusi luas mengenai pengaruh konten media terhadap perilaku anak.

Kepala Dinas Perlindungan Anak Kota Sukabumi menyebutkan bahwa pengaruh visual dari media digital bisa memicu tindakan impulsif, terlebih pada anak yang belum memiliki kesadaran hukum dan moral yang matang.

“Kami menduga kuat tindakan ini bukan karena niat jahat, melainkan ketidaktahuan akibat paparan konten kekerasan,” ujarnya.

Reaksi Warga dan Dampak Sosial

Masyarakat yang menjadi korban mengalami kerugian luar biasa. Rumah mereka hangus dilalap api, dan beberapa warga bahkan terpaksa mengungsi ke rumah kerabat maupun fasilitas umum seperti balai RW.

Komentar warganet pun ramai di unggahan viral tersebut. Beberapa menyoroti pentingnya tanggung jawab orang tua, sementara yang lain menuntut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk lebih sigap dalam menangani isu-isu anak berisiko tinggi.

“Suruh orang tuanya ganti rugi,” tulis akun @Sari.

“KPAI tanggung jawab yang lebih urgent. Bukan ngurusin orang yang berbuat baik dicari kesalahannya,” ujar @Mas Tronika.

“Kayaknya si anak punya dendam sama masyarakat,” tambah akun lain.

Dimensi Psikologis: Anak sebagai Pelaku Kejahatan

Dalam konteks hukum dan psikologi anak, kasus ini termasuk kategori tindak pidana oleh anak di bawah umur yang memerlukan penanganan khusus.

Menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Tahun 2012), anak di bawah usia 12 tahun tidak dapat diproses secara pidana, namun wajib mendapatkan rehabilitasi sosial dan bimbingan dari negara.

Psikolog anak, dr. Lely Nurhidayati, M.Psi., menyatakan bahwa aksi tersebut bisa jadi merupakan bentuk imitasi agresi.

“Anak usia 9 tahun sedang berada pada fase konkret operasional menurut Piaget. Mereka meniru apa yang dilihat tanpa memahami konsekuensinya,” ujarnya.

Peran Orang Tua dan Pemerintah dalam Pencegahan

Kejadian ini membuka ruang refleksi mengenai kurangnya pengawasan terhadap aktivitas anak, terutama dalam mengakses konten digital.

Tanpa pendampingan yang memadai, anak dapat dengan mudah menginternalisasi kekerasan sebagai hal yang ‘normal’.

Pemerintah daerah bersama KPAI dan lembaga pendidikan diminta untuk segera menginisiasi edukasi literasi digital dan pengasuhan positif kepada orang tua. Pemerintah juga didorong membentuk tim khusus penanganan anak berisiko untuk mencegah kejadian serupa terulang.

Baca Juga: Eliano Reijnders Tujukkan Mentalitas, Latihan Lebih Pagi Demi Dapatkan Posisi Inti di Klub dan Timnas Indonesia

Langkah Hukum dan Rehabilitasi

Meski tidak dapat dihukum secara pidana, anak tersebut tetap dibawa ke pihak kepolisian untuk dilakukan pembinaan dan asesmen psikologis.

Langkah ini penting guna memastikan apakah terdapat gangguan perilaku atau trauma yang mendasari tindakannya.

Polsek Citamiang memastikan bahwa proses pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur hukum anak. Pendampingan psikolog dan petugas dari Dinas Sosial telah dikerahkan.

Banyak pihak menilai bahwa kasus ini menjadi “wake-up call” bagi seluruh elemen masyarakat. Perlindungan anak tidak boleh hanya bersifat simbolik, melainkan konkret melalui regulasi media, kontrol keluarga, dan sistem edukasi.

Sementara itu, warga terdampak terus meminta perhatian dari pemerintah daerah dalam bentuk bantuan penginapan sementara, pemulihan trauma, dan kompensasi atas kerugian material.

Tragedi ini mengingatkan kita bahwa anak-anak bukan hanya subjek yang harus dilindungi, tetapi juga bisa menjadi pelaku jika tidak diarahkan dengan benar.

Kasus bocah 9 tahun di Sukabumi menjadi bukti nyata bahwa era digital dan ketidakhadiran pengawasan orang tua dapat berakibat fatal.

Penting untuk menanggapi kasus ini dengan pendekatan yang komprehensif menggabungkan hukum, psikologi, edukasi, dan keterlibatan sosial agar keadilan tidak hanya hadir bagi korban, tetapi juga membentuk masa depan yang lebih aman bagi anak-anak Indonesia.

Tags:
Korek api dan motif pembakaranTeror anak di Jawa BaratAnak pelaku kejahatanPembakaran rumah SukabumiBocah 9 tahun bakar rumah

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor