Alasan dana bansos dari pemerintah tidak mengalami kenaikan. (Sumber: Facebook/@Sobat Bansos)

EKONOMI

Mengapa Dana Bansos dari Pemerintah Tidak Bertambah di Tahun 2025?

Selasa 06 Mei 2025, 22:30 WIB

POSKOTA.CO.ID - Bantuan sosial (bansos) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan dan mendukung kesejahteraan masyarakat.

Program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan bantuan beras telah membantu jutaan keluarga memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Namun, pada tahun 2025, banyak masyarakat yang mempertanyakan mengapa dana bansos tidak mengalami peningkatan signifikan meskipun kebutuhan ekonomi terus meningkat.

Baca Juga: Cek NIK KTP, Bisa Dapat Bansos PKH Rp750.000 Tahap 2, Ini Prosedur Pencairannya di Mei 2025

Keterbatasan Anggaran Negara

Salah satu alasan utama mengapa dana bansos tidak bertambah adalah keterbatasan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sebesar Rp504,7 triliun untuk program perlindungan sosial pada tahun 2025, yang mencakup berbagai bansos seperti PKH, BPNT, dan program makan bergizi gratis.

Angka ini memang besar, namun tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Alokasi bansos telah dirancang dengan mempertimbangkan keseimbangan fiskal, di mana pemerintah harus menyeimbangkan kebutuhan belanja sosial dengan sektor lain seperti infrastruktur dan pendidikan.

Dengan adanya prioritas baru seperti program makan bergizi gratis yang menargetkan 3 juta anak, anggaran bansos reguler seperti PKH dan BPNT tidak dapat ditingkatkan secara substansial karena dana dialihkan ke inisiatif lain.

Ilustrasi. Dana bansos. (Sumber: Facebook/Sobat Bansos)

Fokus pada Ketepatan Sasaran

Pemerintah Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem penyaluran bansos agar lebih tepat sasaran.

Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), menjadi acuan utama untuk memastikan bantuan sampai kepada keluarga yang benar-benar membutuhkan.

Namun, proses penyempurnaan data ini membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.

Laporan dari Kementerian Sosial menunjukkan bahwa ketidakakuratan data di masa lalu, seperti penerima yang sudah meninggal atau tidak lagi memenuhi syarat, telah menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.

Oleh karena itu, daripada menambah dana bansos, pemerintah lebih memprioritaskan investasi dalam pembaruan sistem DTSEN dan mekanisme verifikasi seperti musyawarah desa (musdes).

Langkah ini dianggap lebih efektif untuk memastikan bahwa dana yang ada benar-benar sampai kepada penerima yang berhak, bukan hanya sekadar menambah jumlah anggaran tanpa perbaikan sistem.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Gulirkan Program Vasektomi Jadi Syarat Bansos, Menteri Wihaji Tegaskan Patuh Pada Fatwa Ulama!

Penurunan Angka Kemiskinan dan Kebutuhan yang Berubah

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia telah menurun dari 11,22% pada tahun 2015 menjadi 9,82% pada tahun 2018, sempat terjadi kenaikan lalu penurunan lagi pada September 2024, penduduk miskin turun menjadi 8,57%, menurun dari 9,03% pada Maret 2024.

Berdasarkan tren ini, pemerintah menilai bahwa kebutuhan untuk bansos dalam jumlah besar mungkin tidak seurgent dulu, terutama di wilayah yang telah menunjukkan perbaikan ekonomi.

Selain itu, fokus kebijakan telah bergeser dari pemberian bantuan tunai atau sembako ke program yang dianggap lebih berkelanjutan, seperti pemberdayaan ekonomi dan pendidikan.

Misalnya, program Sekolah Rakyat yang diperkenalkan pada tahun 2025 menawarkan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin, yang dianggap sebagai investasi jangka panjang untuk memutus rantai kemiskinan.

Dengan demikian, dana yang sebelumnya dialokasikan untuk bansos tunai dialihkan ke program-program baru yang dianggap lebih strategis.

Tags:
dana bansos alasan bansos tidak bertambahbantuan sosial PKH BPNT bansos DTSEN makan bergizi gratis

Adhitya Fajar Fikrillah

Reporter

Adhitya Fajar Fikrillah

Editor