Negeri kita kaya akan peribahasa baik yang berupa sanjungan, pujian hingga sindiran dan kritikan. Sebut saja muka buruk cermin dibelah, yang artinya keburukan yang dialami akibat kesalahan diri sendiri, tapi orang lain yang disalahkan. Ada juga “lempar batu sembunyi tangan”.
Peribahasa yang terakhir ini, lagi mencuat di gedung parlemen. Sindiran yang dialamatkan kepada salah satu fraksi di DPR karena terkesan inkonsisten atas rencana kenaikan PPN 12 persen.
“Iya, soal peribahasa itu sudah ramai diberitakan. Kita tak perlu nimbrung, itu urusan anggota dewan yang terhormat,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Loh justru karena pernyataan anggota dewan terhormat, kita perlu menyimak, apalagi menyangkut masalah pajak,” kata Yudi.
“Iya, maksudnya tak perlu nimbrung ikut berkomentar, karena kita bukan ahlinya,” ujar Heri.
“Setuju kita sebagai rakyat perlu menyimak apa yang tengah diperjuangkan para wakilnya di parlemen sana. Apakah perjuangannya sesuai dengan janjinya, atau sebaliknya mengabaikan janji yang telah disampaikan kepada rakyat,” kata mas Bro.
“Yang ini aku setuju banget. Kita cermati sebagai bahan pertimbangan pada pileg berikutnya, tetap kita dukung menjadi wakil rakyat karena kinerjanya bagus benar-benar memperjuangkan aspirasi rakyat atau tidak,” kata Heri.
“Masih lama Bro lima tahun lagi. Mending kita obrolin saja soal lempar batu sembunyi tangan,” ujar Yudi.
“Dari berbagai sumber lempar batu sembunyi tangan itu sikap yang tidak bertanggung jawab. Berbuat tetapi menyembunyikan perbuatan yang telah dilakukan,” ujar Heri.
“Misalnya nih, saat kita kecil acap melempar batu untuk mengambil mangga tetangga. Begitu pemiliknya keluar rumah, kita pura – pura tidak tahu, diibaratkan tangan yang tadi digunakan melempar batu, disembunyikan di balik badan,” urai Yudi.
“Itu sih kelakuan masa kecil kalian, analoginya nggak lucu..” kata Heri.
“Intinya lempar batu sembunyi tangan itu sikap yang tidak jujur, tidak fair, tidak sportif. Sikap semacam ini bisa terjadi di dunia kerja, dunia bisnis dan dunia politik,” kata mas Bro.
“Motifnya beragam. Mulai dari tidak berani mengakui kesalahan, berusaha membersihkan diri dari kesalahan hingga mengambil keuntungan dengan menyalahkan orang lain,” tambah Heri.
“Bisa juga untuk mencari simpati publik dengan menyudutkan seolah dirinya yang paling benar, orang lain yang membuat masalah. Dan, masih banyak lagi,” ujar mas Bro. (Joko Lestari).
Dapatkan berita dan informasi menarik lainnya di google news dan jangan lupa ikuti kanal WhatsApp Poskota agar tak ketinggalan update berita setiap hari.