Kopi Pagi Harmoko: Politik Beradab

Senin 27 Feb 2023, 11:18 WIB

Patut diingat juga, semakin tinggi pangkat dan jabatan, akan semakin deras arus kritikan yang dialamatkan. Ibarat pohon yang semakin tinggi, terpaan angin akan bertambah kencang. Hanya saja, angin tidak berhembus menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya.

Itulah perlunya sikap bijak atau legowo menerima kritikan dari siapa pun datangnya. Cermati pesan yang hendak disampaikan, bukan dengan melihat orang yang menyampaikan. Ini bentuk saling menghormati sesama.

Orang lain memberi kritikan karena melihat ada sesuatu yang kurang, tentu dengan argumentasinya, melalui sudut pandangnya, penilaiannya. Meski, belum tentu sepenuhnya benar, perlu diterima dengan baik sebagai bentuk kepedulian, sebagaimana kepedulian mereka yang memberikan kritikan.

Seseorang memberikan kritik karena peduli dengan kita, karena memperhatikan , maka memberi kritik. Itulah sebabnya hendaknya kita bersikap bijak dengan berterima kasih kepada pengritiknya, bukan membencinya atau memusuhinya.

Tahapan berikutnya adalah secara terus menerus dan sungguh – sungguh memperbaiki diri atas kekurangan yang terjadi melalui aksi nyata baik ucapan maupun perbuatan. Sibuk berdalih membela diri sepantasnya dijauhi.

Pitutur luhur mengajarkan kepada kita agar senantiasa berjiwa besar  menerima kebenaran yang datangnya dari siapa pun, tanpa membedakan status sosial ekonominya, pangkat dan jabatannya. 

Mari menjadi pribadi yang berjiwa besar untuk bersedia menerima kritik, nasihat, saran, masukan ataupun teguran dari siapa pun sebagaimana filosofi Jawa “Sukeng tyas den hita”.

Begitu pun yang mengkritik  hendaknya tidak asal kritik. Disebut kritik membangun jika dilakukan dengan penuh kepedulian menuju perbaikan, bukan dilandasi kebencian untuk menjatuhkan. Semoga. (*).

News Update