JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah karyawan tambang di Ketapang, Kalimantan Barat, berkeluh kesah sudah tiga bulan belum menerima gaji lantaran perusahaan tambang emas tempat mereka bekerja PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) tak beroperasi karena masih dipasangi garis polisi dari Bareskrim Polri.
"Dampak dari PT. SRM tidak operasi sudah tiga bulan terakhir ini saya bersama karyawan lainnya belum menerima upah sehingga utang menumpuk. Saya berharap kepada pak Kapolri untuk membuka garis polisi agar PT. SRM bisa kembali beroperasi. Ada beberapa teman kami sampai utang kemana-mana dan ditinggalkan istrinya sampai cerai," ujar Antonius, salah seorang pegawai PT. SRM kepada wartawan kemarin.
Hal senada diungkapkan Sumiran yang juga sudah tiga bulan belum menerima upah. Akibatnya utang di toko kian menumpuk dan kredit barang terjadi gagal bayar.
"Pak Presiden Jokowi dan pak Kapolri, saya minta garis polisi yang ada di PT. SRM agar segera dibuka, supaya perusahaan bisa kembali beroperasi dan upah segera dibayarkan oleh perusahaan. Karena kalau perusahaan tidak segera beroperasi maka nasib kami semakin sulit dan terkatung-katung," ungkap Sumiran.
Sementarai itu Kepala Teknisi Tambang PT. SRM, Syaiful Situmorang mengatakan bahwa pihaknya mempertanyakan tidak bisa melakukan pemeliharaan tunel (terowongan). Pengolahan dan pemurnian emas juga terlalu lama tidak beroperasi.
“Untuk menghindari lebih lama lagi terlantarnya para pekerja dan keluarganya dari masyarakat sekitar lokasi pabrik dan potensi hilangnya penerimaan negara dalam jumlah besar yang seharusnya sudah disetor oleh PT SRM," papar Syaiful.
Ia juga menambahkan akibat mandeknya operasional tambang dikarenakan garis polisi di lokasi akan menghambat iklim investasi di Indonesia. Lebih lanjut, Syaiful menilai bertentangan dengan KUHAP dan merusak tatanan hukum di Indonesia, dengan tidak dikabulkannya permohonan pembukaan atau pelepasan garis polisi berdasarkan ketentuan hukum dan surat izin Kementerian ESDM Dirjen Minerba.
"PT. SRM Perusahaan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) berdasarkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor: 40/1/IUP/PMA/2020 tanggal 23 September 2020 berlaku hingga 9 juni 2030," ujarnya.
Syaiful menceritakan pemasangan garis polisi tersebut setelah setelah ada tiga pekerja WN Cina melakukan pencurian sejumlah uang dan emas di PT SRM pada November 2021. Ketiga WN Cina tersebut dalam situs Mahkamah Agung (MA) Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat nomor perkara 100/Pid.B/2022/PN Ktp, 101/Pid.B/2022/PN Ktp dan 102/Pid.B/2022/PN Ktp yakni Wang Jianjung, Li Zhi Hua dan Wang Shiming dan sudah divonis masing-masing divonis empat tahun penjara oleh Ketua Majelis Hakim Ega Shaktiana.
Seperti diketahui PT SRM telah dilaporkan oleh PT BBT ke Mabes Polri dan dilakukan penyidikan Bareskrim Mabes Polri berdasarkan Surat Laporan Polisi (LP) No : LP/B/0537/IX/2021/SPKT/Bareskrim Polri Tanggal 8 September 2021. Diduga melakukan kegiatan penambangan melampaui batas WIUP.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Ditipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto menuturkan saat mengenai garis polisi di PT SRM masih proses penegakan hukum. “Masih dalam proses penegakan hukum. Pelaku utama kan belum, kami akan lanjut TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang-red) dan diduga ada pelanggaran pajak yang akan dilakukan penegakan oleh Ditjen Pajak,” kata Brigjen Pipit dikonfirmasi. (*/Adji)