TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang menelan 44 korban jiwa, diketahui 2 di antaranya merupakan Warga Negara Asing. Peristiwa tragis ini diduga berawal dari pertikaian antardua kelompok napi narkoba, yang dilanjutkan dengan pembakaran kardus dan kasur.
Menyoroti peristiwa ini, Komunikolog Politik Nasional Tamil Selvan mengatakan bahwa pemerintah harus memikirkan solusi pengentasan di hulu masalah, ketimbang selalu menyelesaikan akibat masalah.
"Lapas kita di Indonesia 80 persen dihuni oleh napi narkoba, ini yang perlu dipikirkan. Kalau hal lain, seperti kebakaran Lapas ini, itu hanya akibat saja. Pertanyaan saya, apakah napi penyalahgunaan narkoba masih relevan dipenjara?" ujar Ketua Forum Politik Indonesia ini kepada Poskota, Jumat (10/9/2021).
Pengamat yang akrab disapa Kang Tamil ini mengatakan bahwa kasus penyalahgunaan narkoba lebih tepat diposisikan sebagai korban, sedangkan penjahat sebenarnya adalah bandar dan pengedar yang pada implementasinya belum benar-benar diberi tindakan hukum.
"Logikanya penguna narkoba ini kan korban, karena dia mengunakan narkoba pada dirinya sendiri, yang bandit itu bandar dan pengedar. Saya kira mereka ini tidak tersentuh hukum, buktinya barangnya (narkoba) beredar terus," terangnya.
Dia mengatakan bahwa Menkumham harus berpikir untuk mereduksi jumlah penghuni lapas dengan membuat konsep untuk mengentaskan penyalahgunaan narkoba ini, bukan justru berpikir untuk menambah jumlah bangunan Lapas.
"Bang Yasonna ini cara berpikirnya keliru, bukan gedungnya yang perlu ditambah, tapi penghuninya yang dikurangi. Jika kita fokus pada napi narkoba yang jumlahnya hampir 80 persen maka ini prestasi luar biasa," katanya.
Lebih lanjut Kang Tamil mengatakan bahwa pemerintah perlu fokus dan serius untuk mengembangkan konsep rehabilitasi, dan jika perlu menurut Tamil pemerintah mengandeng tempat pengobatan alternatif yang banyak terbukti mengobati pecandu narkoba.
"Pemerintah jangan gengsi, rangkul saja pengobatan alternatif itu, banyak yang berhasil menyembuhkan pecandu narkoba. Jadi semua lini pengentasan narkoba harus berjalan simultan, jangan cuma fokus penangkapan," lanjutnya.
Kang Tamil berkeyakinan jika konsep pengguna narkoba itu direhabilitasi, dan hukuman berat diberikan kepada pengedar dan bandar narkoba, maka PR pemerintah akan menjadi ringan.
"Jadi penguna narkoba direhab, jangan pilih-pilih. Kalau pengedar apalagi bandar harus dihukum berat, bila perlu hukuman mati. Maka ini akan mengurangi banyak beban pemerintah. Karena efek domino penyalahgunaan narkoba ini sangat panjang, solusinya kita harus berpikir di hulu bukan hilir seperti sekarang," jelasnya.
Selain itu, menurut Kang Tamil, keberadaan handphone di dalam Lapas sudah bukan menjadi rahasia umum, bahkan untuk napi tertentu bisa mendapatkan layanan bak hotel bintang lima.
"Itu bukan rahasia, bahkan dulu kamar Setnov (eks Ketua DPR, Setia Novanto) sudah mirip hotel. Poinnya dari mana HP bisa masuk ke lapas kalau bukan permainan petugas, jadi memang ada persekongkolan dan bohong kalau kalapas tidak tahu ini," ujarnya.
Kang Tamil juga mengatakan bahwa para narapidana yang masuk ke lapas walau awalnya bukan sebagai pengedar narkoba, justru akan menjadi pengedar dari dalam lapas.
"Jadi di Lapas itu peluang jadi penyalur narkoba itu besar, karena kebutuhan hidup, akhirnya muncul pengedar hingga bandar baru dari dalam lapas," terangnya.
Video PLN Lakukan Pengecekan Instalasi Listrik di Rutan Kelas 2-B Serang. (youtube/poskota tv)
Lebih lanjut Kang Tamil mengatakan bahwa sudah tidak relevan kasus penyalahgunaan narkoba dikategorikan sebagai tahanan dan dimasukan di Lapas. Kasus penyalahgunaan narkoba justru harus direhabilitasi, dan pemerintah perlu lebih serius membuat pola rehabilitasi yang efektif.
"Logikanya penguna narkoba ini kan korban, yang bandit itu bandar dan pengedar. Jadi dengan memenjarakan napi narkoba artinya negara membentuk bandit-bandit baru, karena mereka sangat berpotensi jadi pengedar di Lapas. Ini salah satu sebab pengentasan narkoba tidak pernah bisa beres," tuntasnya. (kontributor tangerang/muhammad iqbal)