POSKOTA.CO.ID - Kritik dan perdebatan publik atas viralnya sebuah video yang menunjukkan penolakan pembayaran tunai kepada seorang lansia di salah satu gerai Roti O, Jakarta.
Menanggapi hal tersebut, manajemen Roti O secara resmi membuka suara melalui unggahan di akun Instagram resmi perusahaan, @rotio.indonesia, pada Minggu 21 Desember 2025.
Dalam pernyataan tertulisnya, manajemen mengawali dengan permohonan maaf. “Dear Customer Roti O. Kami mohon maaf atas kejadian yang beredar dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan,” kata manajemen Roti O.
Lebih lanjut, pihak perusahaan menjelaskan latar belakang kebijakan transaksi non-tunai yang diterapkan di outlet mereka. Mereka menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk kepentingan pelanggan.
Baca Juga: Apa Alasan Pengacara Inara Rusli Mundur? Ternyata Hal Ini Penyebab Utamanya
“Penggunaan aplikasi dan transaksi non-tunai di outlet kami bertujuan untuk memberikan kemudahan serta memberikan berbagai promo dan potongan harga bagi pelanggan setia kami,” jelas pernyataan tersebut yang di kutip Poskota, pada 22 Desember 2025.
Sebagai bentuk respons, Roti O menyatakan telah mengambil langkah evaluasi. “Terima kasih atas masukan dan kepercayaan yang diberikan kepada kami,” tutup manajemen, sembari menyampaikan komitmen untuk perbaikan layanan ke depan.
Video Pemicu Kontroversi

Video yang memicu kemarahan netizens tersebut menunjukkan seorang nenek yang kesulitan melakukan pembayaran karena dianjurkan untuk menggunakan transaksi non-tunai.
Dalam rekaman itu, seorang pria berinisiatif membela sang nenek. Pria yang menggunakan topi tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa uang kartal (uang kertas dan logam) tetap merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Insiden ini dengan cepat memantik diskusi luas di jagat maya. Banyak warganet yang menyayangkan tindakan pegawai yang dinilai tidak empatik, terutama terhadap kelompok lansia yang mungkin belum akrab dengan teknologi pembayaran digital. Di sisi lain, ada juga yang memahami efisiensi sistem digital seperti QRIS.
Peristiwa ini kembali menyoroti kesenjangan digital dan tantangan transisi masyarakat menuju sistem pembayaran yang semakin cashless, sekaligus mengingatkan pentingnya fleksibilitas dan pelayanan yang manusiawi, khususnya bagi kelompok rentan seperti kaum lanjut usia.