POSKOTA.CO.ID - Aktivis lingkungan dan pendiri Yayasan Kalaweit, Chanee Kalaweit membeberkan pengalaman selama hampir satu dekade menghadapi tekanan dari Kementerian Kehutanan.
Mulai dari izin yang tidak diperpanjang hingga larangan mengunggah temuan lapangan, kondisi itu disebut menghambat upaya konservasi.
Kini setelah pergantian kepemimpinan, komunikasi mulai kembali terbuka dan memperlihatkan harapan baru bagi pelestarian hutan Indonesia.
Ketegangan antara lembaga konservasi dan pemerintah bukanlah hal baru. Namun pernyataan terbaru Chanee Kalaweit membuka gambaran yang jauh lebih serius.
Baca Juga: Warganet Penasaran dengan Mantan Suami Amanda Zahra, Siapa Sebenarnya Guiddo Ilyasa?
Dalam video terbarunya, ia mengungkap bagaimana upaya konservasi selama bertahun-tahun justru terhambat oleh tekanan, pembatasan komunikasi, hingga larangan berbicara di media sosial.
Selama 27 tahun bekerja di Indonesia, Chanee bukan hanya berfokus pada penyelamatan satwa liar, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan bagi masyarakat sekitar hutan.
Namun ia menyebut bahwa perjuangan itu tidak selalu mendapat dukungan dari pemerintah, khususnya pada masa kepemimpinan kementerian sebelumnya.
Pernyataan paling mencolok muncul ketika ia menceritakan perlakuan yang diterima Kalaweit selama 9 tahun.
Baca Juga: Siapa Ayu Puspita dan Mengapa Viral? Diduga Lakukan Penipuan Skema Ponzi Pernikahan
"Kami tidak hanya dicuekin, kami ditekan. Perizinan tidak diperpanjang, dan kami dilarang untuk mem-posting hal-hal yang tidak disukai kementerian tentang konservasi," ungkap Chanee.
Kutipan itu menunjukkan adanya pembatasan kebebasan berbicara serta penghalangan operasional lembaga konservasi.
Chanee bahkan menyebut bahwa dialog antara NGO dan kementerian hampir terputus total.
"Komunikasi itu tidak berjalan sama sekali. Hampir tidak ada ruang dialog," ujarnya.
Baca Juga: Denny Sumargo Sumbang Rp500 Juta: Sebut Penanganan Bencana di Sumatera yang Lambat dan Tidak Merata
Ketika sebuah NGO yang bekerja langsung di lapangan kehilangan akses untuk berkomunikasi dengan regulator, maka problem kebijakan semakin sulit diselesaikan.
Kerusakan alam terus berlangsung, sementara informasi penting yang seharusnya menjadi dasar pembuatan kebijakan justru tidak terdengar.
Namun situasi tersebut berubah dalam satu tahun terakhir, Chanee menyebut bahwa kementerian yang sekarang membuka kembali ruang komunikasi.
Perubahan besar terjadi ketika Menteri Kehutanan saat ini mengunjungi lokasi konservasi Kalaweit untuk melihat kondisi ekologi secara langsung.
Baca Juga: Siapa Bonnie Blue? Aktris Porno asal Inggris Ditangkap Kepolisian Bali, Simak Update Kasusnya
Dalam video itu, Chanee memperlihatkan bagaimana ia mengajak sang menteri menggunakan pesawat ringan untuk meninjau kerusakan hutan, termasuk danau bekas tambang yang tidak direklamasi dan kebun sawit ilegal di kawasan hutan produksi.
Chanee menegaskan bahwa ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Kalaweit terjadi dialog terbuka empat mata antara NGO dan menteri kehutanan.
"Baru kali ini ada pembicaraan jujur mengenai kondisi ekologis sebenarnya," kata Chanee.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan yang berlangsung puluhan tahun tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
Diperlukan kebijakan tegas, penegakan hukum konsisten, serta keberpihakan pemerintah terhadap upaya konservasi.
Chanee menegaskan bahwa NGO seperti Kalaweit hanya bisa memberikan saran dan bekerja di lapangan, sementara kewenangan perubahan sistem sepenuhnya berada di tangan pemerintah.
Ia berharap keterbukaan komunikasi ini berlanjut dan tidak kembali tertutup seperti sebelumnya.
"Yayasan Kalaweit akan terus memberi masukan kepada siapa saja yang mau mendengar pentingnya menjaga hutan untuk generasi mendatang," katanya.