POSKOTA.CO.ID - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali memperbarui data terkait dampak bencana banjir bandang dan longsor yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Berdasarkan laporan resmi yang dirilis pada Jumat, 5 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia kini mencapai 836 jiwa, sementara 509 orang masih dinyatakan hilang.
Menurut BNPB, bencana ini tidak hanya memakan korban jiwa, tetapi juga menimbulkan kerusakan besar pada permukiman warga serta infrastruktur publik di 51 kabupaten terdampak. Sedikitnya 2.700 warga dilaporkan luka-luka, dengan ribuan lainnya terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Baca Juga: Mobil Maskara Pemprov Jabar Digondol Maling di Citeureup Bogor
Dampak pada Pemukiman dan Infrastruktur
Kerusakan bangunan akibat banjir bandang dan longsor disebut cukup luas. BNPB mencatat lebih dari 10.500 rumah rusak, baik kategori ringan, sedang, hingga berat. Kondisi ini membuat banyak warga harus tinggal di tempat pengungsian darurat.
Selain perumahan, 536 fasilitas umum turut terdampak, dengan rincian sebagai berikut:
Jenis Fasilitas Jumlah Rusak
- Fasilitas Kesehatan 25
- Rumah Ibadah 185
- Gedung dan Perkantoran 115
- Jembatan 295
Dampak juga dirasakan dunia pendidikan. Sedikitnya 326 fasilitas sekolah dan universitas rusak parah, menyebabkan proses belajar di berbagai daerah terhenti sementara.
Distribusi Korban Per Wilayah
Data BNPB menunjukkan bahwa Aceh menjadi wilayah paling terdampak dengan 325 korban jiwa, disusul Sumatera Utara (311 korban) dan Sumatera Barat (200 korban).
Untuk tingkat kabupaten/kota, wilayah paling terdampak yaitu:
Kabupaten Agam: Sumatera Barat 147
Aceh Utara: Aceh 123
Tapanuli Tengah: Sumatera Utara 88
Dugaan Pelanggaran Lingkungan: Kayu Gelondongan Ikut Terbawa Arus
Salah satu faktor yang menjadi perhatian penyelidik adalah fenomena kayu gelondongan yang terbawa arus banjir. Kepala Kepolisian dan BNPB menyatakan bahwa temuan ini mengindikasikan adanya kemungkinan aktivitas ilegal terkait penebangan hutan (illegal logging).
"Karena adanya temuan-temuan kayu yang diduga ada kaitannya dengan pelanggaran. Oleh karena itu kita akan melakukan pendalaman lebih dahulu bersama-sama dengan tim," ujarnya
Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan dan deforestasi berpotensi memperburuk dampak bencana hidrometeorologi.
Mengapa Pohon Penting dalam Mencegah Longsor dan Banjir?
Secara ekologis, keberadaan pohon memainkan peran penting dalam mencegah longsor dan menjaga kestabilan tanah, terutama di daerah dataran tinggi dan lereng.
Akar pohon bekerja sebagai penahan alami, yang mengikat partikel tanah dan batu agar tidak mudah terbawa erosi atau air hujan.
Mekanisme Kerja Akar Pohon dalam Mencegah Longsor:
- Pengikatan Tanah (Soil Binding): Akar menjalar membentuk struktur kuat di dalam tanah.
- Reinforcement: Sistem perakaran memperkuat lereng layaknya jaring fondasi.
- Penyerapan Air: Mengurangi kejenuhan tanah akibat curah hujan.
- Pillar Effect: Akar dalam menciptakan “kolom” stabil di bawah permukaan.
- Mencegah Erosi Permukaan: Kanopi pohon memperlambat aliran air hujan.
Contoh nyata dapat dilihat dair instagram @kediriraya_info dari kejadian longsor di daerah tanpa tutupan hutan, di mana batu besar sebelumnya tertahan akar kini mudah bergerak setelah area tersebut ditebang. Tanaman seperti akar wangi (vetiver) bahkan digunakan secara internasional sebagai solusi mitigasi berbasis vegetasi.
Bencana banjir bandang dan longsor di Sumatera menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan, tata ruang berkelanjutan, serta perlindungan ekosistem hutan. Data yang dirilis BNPB menunjukkan dampak yang signifikan, baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
Ke depan, upaya mitigasi berbasis alam (nature-based solution) dan penegakan hukum terkait eksploitasi hutan perlu diperkuat agar bencana dapat diminimalkan dan masyarakat lebih terlindungi.