JAKARTA, POSKOTA.CO.ID — Polemik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta yang dibahas panitia khusus (pansus) dan ramai ditolak pedagang, turut mendapat perhatian dari pakar kebijakan.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M. Rizal Taufikurahman menilai berbagai pelarangan dalam Raperda bisa menekan aktivitas pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi rakyat.
Pasal-pasal pelarangan penjualan dalam Raperda KTR DKI Jakarta, menurut Rizal, mengabaikan realitas sosial-ekonomi urban yang selama ini bertumpu pada sektor informal.
"Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah," kata Rizal kepada wartawan, Kamis, 6 November 2025.
Rizal menuturkan, proyeksi hilangnya pendapatan daerah hingga 50 persen dari sektor pertembakauan yang diakui Pansus Ranperda KTR DPRD DKI Jakarta seharusnya menjadi sinyal fiskal serius bagi pembuat kebijakan.
Apalagi di tengah efisiensi transfer dana dari pusat, pemerintah daerah perlu strategi transisi fiskal, di antaranya memaksimalkan cukai hasil tembakau (CHT) untuk pemberdayaan dan pembangunan.
"Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Oleh karena itu, Ranperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat," tuturnya.
Rizal juga menambahkan, Raperda KTR DKI Jakarta harus dibahas dengan pendekatan adaptif dan proporsional.
“Yang berfokus pada edukasi dan kawasan publik bebas rokok, namun tetap beri ruang legal bagi usaha mikro agar kebijakan ini inklusif dan tidak menimbulkan eksklusi ekonomi baru," tutur Rizal.
Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPW APPSI) DKI Jakarta, Ngadiran, menegaskan pasal-pasal pelarangan penjualan harus dihapus karena akan berdampak signifikan bagi penurunan pendapatan pedagang pasar.
Saat ini, kata dia, rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun hingga 60 persen.
“Semua pelarangan dalam Raperda KTR itu sangat menyusahkan pedagang kecil, pengecer, asongan, dan lainnya. Kami sebagai wadah pedagang pasar tradisional dan UMKM, minta betul-betul agar pasal tersebut dibatalkan," ucapnya.