POSKOTA.CO.ID - Komika Pandji Pragiwaksono menyampaikan permohonan maaf secara terbuka terhadap masyarakat Toraja terkait lelucon yang disampaikan dalam pertunjukan Mesakke Bangsaku pada 2013.
Permintaan maaf disampaikan Pandji melalui penyataan resmi di media sosialnya pada Selasa, 4 November 2025.
“Selamat pagi, Indonesia. Terutama untuk masyarakat Toraja yang saya hormati,” buka Pandji Pragiwaksono dalam pernyataannya.
Pandji mengaku bahwa dirinya menerima banyak protes dan kemarahan dari masyarakat Toraja dalam beberapa hari terakhir terkait materi lawakannya yang dinilai menyinggung budaya Toraja.
Baca Juga: Siapa Ayah Jannah Bigmo? Anak Tak Ragu Bongkar Korupsi Saat Live Bareng Pandji Pragiwaksono
Pandji mengaku telah berdialog dengan Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam pembicaraan tersebut, Rukka menjelaskan secara mendalam tentang budaya Toraja, termasuk nilai dan maknanya.
“Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai,” tulis Pandji.
Pandji juga menuturkan, saat ini terdapat dua proses hukum yang sedang berjalan, yakni proses hukum negara akibat adanya laporan ke kepolisian, dan proses hukum adat.
Berdasarkan pembicaraan dengan Rukka, penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja.
Ia menyebut Rukka bersedia menjadi fasilitator pertemuan antara dirinya dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja.
Pandji menyatakan kesiapannya untuk mengambil langkah tersebut, tetapi bila waktu tidak memungkinkan, ia akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku.
“Saya akan belajar dari kejadian ini dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik, lebih peka, lebih cermat, dan lebih peduli,” kata Pandji.
Dirinya juga berharap kasus ini tidak membuat para komika Indonesia berhenti membahas isu sosial dan budaya dalam karya mereka.
Menurutnya, SARA adalah bagian dari realitas Indonesia yang beragam dan tetap bisa diangkat selama dilakukan dengan cara yang bijak.
“Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tetapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan,” tutup Pandji.