Meski begitu, Perez menegaskan bahwa semangat juang tim tidak berkurang sedikit pun. “Kami siap bermain dengan siapa pun yang tersedia. Setiap pemain sudah berkomitmen untuk memberi yang terbaik,” tegasnya.
Persis Solo Datang dengan Luka yang Sama
Sementara itu, lawan malam ini Persis Solo juga datang dengan beban yang tak kalah berat. Tim berjuluk Laskar Sambernyawa ini belum meraih kemenangan dalam delapan laga terakhir. Situasi tersebut membuat mereka lapar akan tiga poin.
Pelatih Persis, Peter de Roo, menyadari tekanan yang sama. Namun, ia memilih untuk menatap laga ini dengan kepala tegak.
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan tiga poin. Menguasai bola saja tidak cukup kalau tidak bisa menciptakan peluang,” ujarnya.
De Roo juga menolak menganggap absennya beberapa pemain Persebaya sebagai keuntungan. Baginya, justru di situlah bahaya Persebaya: saat para pemain pelapis ingin membuktikan kemampuan mereka.
“Kehilangan pemain bisa menjadi peluang bagi pemain lain untuk bersinar,” tambahnya.
Pertaruhan Besar Eduardo Perez
Bagi banyak pengamat, laga ini bukan sekadar soal tiga poin. Ini adalah ujian hidup dan mati bagi Eduardo Perez di kursi pelatih. Jika gagal lagi meraih kemenangan, posisinya bisa mulai diguncang.
Di sisi lain, kemenangan akan mengembalikan kepercayaan diri tim dan menghidupkan kembali dukungan penuh dari Bonek. Tak berlebihan jika pertandingan ini disebut sebagai “laga kebangkitan.”
Malam nanti, ribuan suporter akan memadati tribun GBT. Sorak-sorai “Yoo Bajol Ijo!” akan menggema di udara. Suasana ini, bagi pemain muda, bisa jadi tekanan besar tapi bagi Persebaya, di situlah semangat mereka lahir.
“Kami mencintai tekanan ini. Kami tahu Bonek selalu menuntut yang terbaik. Dan itu yang membuat klub ini istimewa,” kata Perez dengan senyum tipis.
Sorotan dari Pinggir Lapangan
Eduardo Perez memang bukan nama asing di dunia sepak bola Asia Tenggara. Sebelum menukangi Persebaya, ia pernah menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia era Luis Milla. Pengalaman itu membuatnya cukup paham karakter pemain lokal.
Namun, melatih klub seperti Persebaya jelas berbeda. Tekanan datang bukan hanya dari dalam klub, tapi juga dari luar—dari ribuan fans yang merasa punya hubungan emosional dengan tim ini.
