Ilustrasi - BMKG memprediksi La Nina akan melanda Indonesia dari Oktober 2025 hingga Januari 2026. (Sumber: Freepik)

Nasional

Waspada Cuaca Ekstrem! Fenomena La Nina Diprediksi Hingga Awal 2026, BMKG Jelaskan Dampaknya

Selasa 28 Okt 2025, 13:27 WIB

POSKOTA.CO.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini mengenai fenomena iklim La Nina yang diproyeksikan akan membayangi Indonesia dalam kurun waktu yang cukup panjang.

Prediksi terbaru menunjukkan fenomena ini diperkirakan mulai terjadi pada Oktober 2025 dan berlangsung setidaknya hingga Januari 2026, memberikan jeda waktu yang cukup bagi pemerintah dan masyarakat untuk menyusun langkah antisipasi.

Meskipun analisis BMKG mengkategorikan La Nina yang akan datang ini dalam intensitas "lemah" dengan potensi kemunculan 50-70%, status tersebut tidak lantas membuat kita boleh berleha-leha.

Dalam konteks iklim, kategori lemah tidak berarti tanpa dampak, melainkan lebih menunjuk pada skala pengaruhnya yang cenderung terbatas secara lokal. Namun, justru sifatnya yang sporadis inilah yang menuntut kewaspadaan ekstra dari setiap daerah.

Baca Juga: Mentrans Tegaskan Tujuan Transmigrasi untuk Dongkrak Ekonomi yang Inklusif

Apa Itu La Nina dan Dampaknya?

Dr. Emilya Nurjani, Dosen Fakultas Geografi, dalam sebuah kesempatan pada Selasa, 28 Oktober, menerangkan bahwa La Nina pada dasarnya adalah gangguan sistem tekanan udara skala regional hingga global yang tidak dapat dicegah.

"La Nina terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara. Pada fenomena ini, tekanan udara di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di Samudra Pasifik bagian timur. Kondisi ini menarik lebih banyak uap air dan awan, sehingga meningkatkan peluang curah hujan di wilayah kita," papar Emilya.

Namun, Emilya menekankan bahwa dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia. Wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara, biasanya menjadi yang pertama merasakan dampak peningkatan hujan, sebelum kemudian pola hujan ini menyusur ke bagian barat.

"Topografi Indonesia sangat beragam. Pengaruh La Nina bersifat sangat lokal. Belum tentu dampak yang dirasakan di Yogyakarta sama dengan di Kalimantan atau Jakarta. Tidak serta-merta menyebabkan banjir di semua tempat," jelasnya.

Baca Juga: Hak Jawab PT Taspen Terkait Pemberitaan Kenaikan Gaji PNS 2025

Tantangan Komunikasi Publik dan Mitigasi

Di luar aspek teknis, Emilya menyoroti pentingnya komunikasi risiko yang efektif dari BMKG kepada masyarakat. Ia menilai, peringatan dini yang dikeluarkan institusi tersebut perlu disampaikan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami awam.

"Terkadang informasi yang disampaikan tidak dipahami dengan baik, leading to misinterpretasi. Misalnya, anggapan bahwa musim hujan berarti hujan turun terus-menerus, atau bahwa La Nina pasti identik dengan banjir besar. Padahal, musim ditentukan oleh akumulasi curah hujan, bukan frekuensi hujan harian," ujarnya.

Emilya menambahkan, diperlukan sosialisasi berkelanjutan untuk meluruskan pemahaman masyarakat.

La Nina memang meningkatkan potensi hujan lebat, tetapi dampak akhirnya, seperti banjir atau longsor, sangat bergantung pada kerentanan dan kesiapan setiap daerah.

"Kuncinya adalah lokalitas. Kita tidak bisa menyamaratakan dampak cuaca dan iklim untuk seluruh Indonesia. Setiap daerah harus membaca peringatan BMKG dan menyesuaikannya dengan kondisi lokal mereka," tutup Emilya.

Dengan adanya prediksi ini, pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk mengambil langkah antisipasi dini, seperti memastikan saluran air lancar, menata ulang tata ruang daerah rawan banjir, dan selalu mengupdate informasi cuaca terbaru dari sumber resmi.

Kewaspadaan dan pemahaman yang tepat menjadi kunci dalam mencegah dampak La Nina yang diprediksi akan berlangsung hingga awal tahun 2026.

Tags:
mencegah dampak La Ninadampak La NinaApa Itu La NinaLa Ninafenomena iklim La NinaBMKG

Aldi Harlanda Irawan

Reporter

Aldi Harlanda Irawan

Editor