POSKOTA.CO.ID - Sebuah video kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke pabrik air minum kemasan Aqua mendadak viral di media sosial.
Video tersebut tidak hanya menampilkan inspeksi mendadak yang rutin, namun berhasil mengungkap sebuah ironi besar yang selama ini tersembunyi di balik dinding pabrik.
Kunjungan itu dengan cepat berubah menjadi sebuah forum rakyat yang spontan, memicu diskusi publik yang tajam mengenai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komunitas di sekitarnya.
Sorotan utama jatuh pada kesenjangan yang mencolok antara produksi air yang melimpah ruah di dalam pabrik dan akses air bersih yang justru tidak dirasakan oleh warga sekitar yang hidup di sekelilingnya.
Inspeksi Mendadak dan Pertanyaan Kritis

Dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, KDM (Kang Dedi Mulyadi) terlihat didampingi perwakilan perusahaan. Saat diberi penjelasan bahwa sumber air produksi berasal dari pengeboran air tanah, Dedi langsung menyoroti potensi risiko lingkungan.
“Ngefek enggak sih buat lingkungan? Atau nunggu longsor?” tanya Dedi, menekankan kekhawatirannya akan dampak eksploitasi air tanah dalam.
Percakapan yang Mengungkap Realita
Setelah berkeliling, Dedi menyempatkan diri berbincang dengan warga yang telah berkumpul. Dari percakapan inilah ironi tersebut terungkap secara gamblang. Dedi mempertanyakan apakah warga menikmati distribusi air dari pabrik.
“Ini kan air melimpah nih dari sini, ke setiap warga ada aliran air nggak ke tiap rumah?” tanya Dedi Mulyadi kepada warga sekitar, dikutip YouTube KDM, Sabtu, 27 Oktober 2025.
“Nggak ada,” jawab warga sekitar.
Seorang warga lain yang mengaku sebagai ketua RW memperkuat pernyataan tersebut. “Saya sebagai RW-nya, saya juga nggak pernah minum dari Aqua,” ujarnya.
Dedi pun tampak terkejut mendengar pengakuan tersebut. “Si Ibu (pihak perusahaan) tadi ceritanya bagus banget,” kata Dedi, disambut teriakan warga yang kembali menjawab, “Nggak ada!”
Dedi kemudian memperjelas pertanyaannya, menanyakan apakah ada air limbah produksi yang diolah dan didistribusikan ke rumah warga.
“Gak, artinya gini loh, ada nggak air yang itu air dibuang tuh tadi tuh, dalam pipa. Ya kan, air dalam pipa dibuang kan? Jika air dalam pipa dibuang, kemudian ada nggak air itu dikelola, kemudian dimasukin ke tiap rumah?” tanya Dedi Mulyadi.
“Tidak ada,” jawab warga kompak.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Kekeuh Hentikan Sementara Jalur Tambang Bogor demi Perbaikan Infrastruktur
Fakta Pahit: Warga Harus Membeli Air
Ketika ditanya dari mana mereka mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, jawaban warga semakin menguatkan ironi tersebut.
“Orang sini dapet air dari mana?” tanya Dedi.
“Beliiii, bayar,” jawab warga serentak.
“Beli? Bukan air dari sumbang sih perusahaan ini? Nggak. Kok yang diomongin sama sekarang beda sih?”, lanjutnya.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Lakukan Sidak ke Pabrik Aqua, Terkejut Saat Tahu Sumbernya dari Sumur Bor
Janji Tindak Lanjut
Menyaksikan langsung ketidaksesuaian antara operasional perusahaan dan kondisi riil masyarakat, Dedi Mulyadi berjanji untuk segera mengambil tindakan.
"Iya nanti kita selesaikan ya,”, katanya.
Janji ini diharapkan dapat menjadi awal bagi terciptanya keadilan bagi warga, yang selama ini hidup di sekitar sumber air yang melimpah, namun justru harus mengeluarkan kocek untuk membeli air bersih.
Insiden ini menyoroti perlunya pemerataan manfaat dan tanggung jawab korporasi terhadap lingkungan dan komunitas tempat mereka beroperasi.