JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa air hujan di Jakarta yang beberapa waktu lalu mengandung mikroplastik menjadi peringatan serius bagi kesehatan masyarakat.
Pengamat kesehatan, Dicky Budiman, menyebut temuan BRIN merupakan sinyal bahaya, karena menunjukkan bahwa manusia kini hidup dalam lingkungan yang telah terkontaminasi plastik di hampir semua lapisan kehidupan.
“Temuan BRIN bahwa air hujan di Indonesia sudah mengandung mikroplastik adalah sinyal serius tentang penyebaran pencemaran lingkungan yang makin meluas, tidak lagi terbatas pada laut atau tanah, tapi juga sudah mencapai atmosfer dan siklus air yang kita hirup dan gunakan tiap hari,” ujar Dicky kepada Poskota Minggu, 19 Oktober 2025.
Dicky menjelaskan bahwa mikroplastik merupakan potongan plastik berukuran sangat kecil biasanya kurang dari 5 milimeter yang dapat berasal dari berbagai sumber, seperti degradasi sampah plastik (kantong, botol, kemasan), pakaian sintetis, ban kendaraan, dan produk kosmetik.
Baca Juga: DLH Jakarta Respons Temuan BRIN soal Hujan Mengandung Mikroplastik
Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini mudah terbawa oleh udara maupun uap air, hingga akhirnya turun bersama hujan.
“Partikel mikroplastik ini bisa masuk ke tanah, air minum, bahkan tubuh manusia. Penelitian telah menemukan mikroplastik di paru-paru, darah, bahkan di plasenta manusia. Ini menandakan paparan yang kronis dan meluas,” ujar Dicky.
Dicky menuturkan, meski penelitian tentang dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia masih terus berjalan, sejumlah studi awal telah mengindikasikan adanya potensi bahaya serius.
Partikel mikroplastik dapat memicu peradangan kronis pada saluran pernapasan dan sistem pencernaan, serta menyebabkan gangguan hormon akibat bahan kimia tambahan seperti BPA (Bisphenol A) yang bersifat endokrin disruptor.
“Ada indikasi kuat bahwa paparan mikroplastik berhubungan dengan risiko gangguan hormon, peradangan kronis, penyakit kardiovaskuler, dan stres oksidatif. Mikroplastik juga bisa menjadi media bagi logam berat dan mikroba patogen, yang tentu memperbesar dampak kesehatannya,” kata Dicky.
Ia juga menyoroti hasil riset terbaru yang dibahas dalam Konferensi Global tentang Keamanan Kesehatan Dunia (Global Health Security Conference) yang diikutinya beberapa bulan lalu.
Baca Juga: Hujan Mikroplastik di Jakarta, Greenpeace Sebut Krisis Plastik sudah di Level Mengkhawatirkan
Dalam forum tersebut, para ilmuwan dunia menemukan bahwa mikroplastik dapat menjadi perantara penyebaran penyakit menular, karena mikroorganisme berbahaya dapat menempel pada partikel plastik di udara maupun air.
“Plastik bisa menjadi kendaraan bagi penyebaran patogen. Jadi, bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga bisa memperparah situasi penyakit di masyarakat,” ungkap dia.
Menanggapi kondisi ini, Dicky menegaskan bahwa solusi terhadap persoalan mikroplastik harus dimulai dari hulu, yaitu dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan memperkuat sistem pengelolaan sampah serta air hujan.
“Langkah pencegahan paling utama adalah mengurangi sumber plastik di hulu. Batasi penggunaan plastik sekali pakai, dorong penggunaan bahan alami dan biodegradable," ujarnya.
"Pemerintah daerah juga perlu mengembangkan sistem filtrasi air dan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan,” lanjut Dicky.
Selain itu, Dicky menekankan pentingnya literasi publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya mikroplastik.
“Masyarakat jangan membakar atau membuang plastik sembarangan. Kurangi penggunaan deterjen dan kosmetik yang mengandung mikroplastik, serta pilih pakaian berbahan alami seperti katun atau linen agar tidak melepaskan serat sintetis ke lingkungan,” ujarnya.
Lebih jauh, Dicky menegaskan bahwa temuan mikroplastik dalam air hujan menunjukkan bahwa pencemaran plastik kini bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga telah menjadi ancaman kesehatan masyarakat dan masalah udara.
“Ini bukan lagi sekadar masalah laut atau darat. Mikroplastik di air hujan membuktikan bahwa pencemaran plastik sudah masuk ke sistem udara dan kehidupan sehari-hari manusia. Kita harus mengambil langkah komprehensif sejak sekarang, sebelum situasinya menjadi jauh lebih buruk,” ungkap dia.