nstalasi pengolahan sampah menjadi energi – gambaran fasilitas PLTSa di kota besar yang diharapkan menjadi model bagi kota lain di Indonesia. (Sumber: Pinterest)

EKONOMI

Daftar Saham Emiten Daur Ulang yang Melonjak di BEI: Peluang Baru dari Bisnis Pengelolaan Sampah

Kamis 09 Okt 2025, 14:10 WIB

POSKOTA.CO.ID - Dalam upaya menghadapi tantangan sampah dan krisis energi, pemerintah Indonesia semakin serius mendorong pemanfaatan sampah sebagai sumber energi listrik. Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik (PLTSa) dijadwalkan akan segera disahkan untuk menyesuaikan regulasi agar lebih efisien, fleksibel, dan menarik bagi investor (revisi Perpres segera rampung).

Di sisi lain, peluncuran Patriot Bond sebagai instrumen pembiayaan proyek strategis nasional menjadi katalis positif bagi sektor energi terbarukan dan pengelolaan limbah (Patriot Bond bisa lancarkan pendanaan proyek strategis).

Peminat investor mencapai angka Rp 51,8 triliun, menunjukkan tingginya kepercayaan pasar terhadap proyek transformasi energi termasuk WtE. Sentimen tersebut tercermin dari kenaikan harga saham emiten pengelolaan limbah, seperti TOBA, MHKI, OASA, dan SGER.

Dalam ulasan ini, kita akan membahas latar regulasi, profil beberapa emiten, peluang dan tantangan, serta proyeksi bisnis pengelolaan sampah menjadi energi di Indonesia.

Baca Juga: Dishub Depok Lakukan 4.724 Pemeliharaan PJU Sepanjang Triwulan III 2025

Latar Regulasi: Perpres 35/2018 dan Rencana Revisi

Inti Perpres 35/2018

Perpres Nomor 35 Tahun 2018 bertujuan mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik dengan teknologi ramah lingkungan.

Beberapa ketentuan pokoknya meliputi:

  1. Wilayah prioritas
    Terhitung 12 kota/daerah yang menjadi fokus percepatan pembangunan PLTSa: DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, Manado.
  2. Tujuan regulasi

    • Mengurangi volume sampah secara signifikan
    • Menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat
    • Menjadikan sampah sebagai sumber daya yang bernilai (energi listrik)
    • Menjalin kemitraan antara pemerintah daerah, swasta, dan PLN dalam skema Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Tarif listrik dan mekanisme kerja sama

Dalam regulasi saat ini, energi listrik dari PLTSa dapat dibeli oleh PLN sesuai dengan tarif yang ditetapkan berdasarkan kelayakan ekonomi dan teknologi.

Regulasi terkait energi terbarukan, termasuk WtE, menyebut bahwa tarif listrik terbarukan maksimal sebesar 100% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik kota (region), dalam kondisi tertentu (jika BPP kota lebih tinggi dari rata-rata nasional).

Alasan dan urgency revisi

Seiring waktu, pelaksanaan Perpres 35/2018 menunjukkan sejumlah hambatan di lapangan, mendorong kebutuhan revisi regulasi agar implementasi lebih efektif:

Dengan pembaruan regulasi ini, diharapkan insentif, kepastian hukum, dan mekanisme pasar menjadi lebih jelas, sehingga proyek WtE bisa lebih banyak berkembang ke daerah-daerah yang selama ini terkendala.

Patriot Bond: Katalis Pembiayaan Proyek WtE

Melansir dari berbagai sumber untuk memperkuat pendanaan proyek-proyek strategis, pemerintah melalui entitas Danantara Indonesia meluncurkan Patriot Bond senilai hingga Rp 50 triliun, dengan kupon rendah sekitar 2 % per tahun dan tenor 5 hingga 7 tahun.

Instrumen ini dirancang untuk mendukung proyek transisi energi, termasuk pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik di berbagai daerah.

Reaksi pasar sangat positif: Patriot Bond mencatat permintaan hingga Rp 51,8 triliun, mengindikasikan bahwa investor melihat prospek pengelolaan limbah sebagai peluang investasi yang menjanjikan. (Laporan mention di awal)

Dengan dukungan regulasi yang diperkuat serta instrumen pembiayaan baru, ekosistem untuk proyek WtE dapat menjadi lebih terbuka dan menarik bagi berbagai pihak BUMN, swasta, investor lokal, maupun investor asing.

Kinerja Saham Emiten Pengelolaan Sampah & Energi Terbarukan

Sentimen positif dari regulasi dan Patriot Bond tercermin dalam apresiasi signifikan pada nilai saham emiten yang memiliki bisnis di sektor pengolahan limbah dan WtE. Beberapa contoh:

Menurut analis dari Mirae Asset Sekuritas (Nafan Aji Gusta), kenaikan saham ini tidak lepas dari optimisme pasar yang menaruh kepercayaan bahwa emiten-emiten tersebut akan aktif terlibat dalam investasi proyek pengolahan sampah menjadi energi.

Sedangkan Ekky Topan dari Infovesta menyebut bahwa faktor urgensi lingkungan dan peluang ekonomi semakin memperkuat daya tarik sektor ini.

Beberapa prediksi dan rekomendasi investasi muncul: misalnya Ekky Topan merekomendasikan akumulasi saham TOBA dengan target harga hingga Rp 1.600 per saham, berdasarkan ekspektasi pertumbuhan bisnis WtE di masa mendatang.

Profil Singkat Emiten Fokus Pengelolaan Sampah & Energi

Berikut adalah profil fitur dan langkah strategis beberapa perusahaan yang kini menjadi sorotan di sektor WtE:

1. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA)

2. PT Multi Hanna Kreasindo Tbk (MHKI)

3. PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA)

4. PT Sumber Global Energy Tbk (SGER)

Perusahaan-perusahaan ini mewakili segmen korporasi yang ingin mengambil peran aktif dalam mengatasi persoalan sampah sekaligus meraih peluang ekonomi baru di sektor energi bersih.

Peluang dan Tantangan Bisnis WtE di Indonesia

Peluang

  1. Pasokan sampah melimpah
    Indonesia menghasilkan puluhan juta ton sampah per tahun, terutama di perkotaan. Jika dikelola sebagai sumber energi, potensinya sangat besar.
  2. Dukungan regulasi yang diperkuat
    Revisi Perpres, serta kebijakan insentif dan kepastian hukum dapat mempercepat investasi dan efektivitas proyek.
  3. Instrumen pembiayaan baru
    Patriot Bond dan skema pembiayaan strategis lainnya dapat memberikan modal murah dan dukungan jangka panjang.
  4. Sinergi antarpihak
    Kemitraan pemerintah daerah, pengembang swasta, PLN, dan investor memungkinkan pembagian risiko dan alur bisnis yang lebih efisien.
  5. Daya tarik pasar modal & ESG
    Sektor energi bersih dan pengelolaan sampah cocok masuk dalam tren investasi berbasis keberlanjutan, ESG, dan hijau.
  6. Diversifikasi sektor
    Tidak hanya energi: properti, logistik, dan pelaku usaha lain dapat memasuki sektor WtE sebagai diversifikasi bisnis.

Tantangan

  1. Investasi awal tinggi
    Pembangunan instalasi pengolahan sampah (terutama termal seperti insinerator, pirolisis) memerlukan modal tinggi dan biaya operasional besar.
  2. Izin lingkungan dan tata ruang
    Proyek sering tenggelam dalam proses izin lingkungan, AMDAL, tata ruang, dan perizinan daerah.
  3. Teknologi dan efisiensi
    Belum semua teknologi pengolahan sampah cocok untuk kondisi lokal (komposisi sampah, kadar kelembapan, ukuran). Kritik dari lembaga lingkungan menyebut bahwa Perpres 35/2018 memaksakan teknologi mahal yang belum terbukti operasional secara luas.
  4. Struktur bisnis kompleks
    Model kerja sama antara pemerintah daerah–pengembang dan pengembang–PLN sering terpisah, menimbulkan fragmentasi dan potensi konflik. KPK menyebut bahwa model bisnis dan teknologi menjadi hambatan utama implementasi.
  5. Skala dan jarak pengangkutan
    Untuk daerah dengan sampah tersebar luas dan jarak jauh ke instalasi pengolah, biaya transportasi bisa membebani viability proyek.
  6. Ketidakpastian regulasi
    Revisi regulasi bisa berdampak pada investor lama, terutama jika klausul transisi tidak diatur dengan jelas. Kritik bahwa revisi Perpres berpotensi merusak kepercayaan investor.

Baca Juga: Link Daftar MagangHub.kemnaker.go.id Error dan Tidak Bisa Login, Ini Penyebabnya

Proyeksi dan Strategi Ke Depan

  1. Ekspansi ke daerah menengah & kecil
    Dengan regulasi yang diperkuat, proyek WtE tidak terbatas pada kota besar; potensi di kota menengah semakin terbuka jika teknologi sesuai skala lokal.
  2. Teknologi modular & hibrida
    Kombinasi teknologi (termal, biokonversi, RDF, pirolisis) bisa disesuaikan per karakteristik sampah di tiap daerah.
  3. Skema insentif & tarif fleksibel
    Penetapan tarif listrik berdasarkan kelayakan ekonomis proyek serta subsidi atau insentif pemerintah daerah menjadi penentu keberhasilan.
  4. Kemitraan publik-swasta (PPP / KPBU)
    Struktur bisnis yang jelas, pembagian risiko, dan perjanjian kontraktual yang adil antara Pemda–pengembang–PLN sangat diperlukan.
  5. Pelibatan BUMD / BUMN lokal
    Pemerintah daerah bisa menggunakan badan usaha daerah sebagai co-developer atau mitra, meningkatkan kontrol lokal.
  6. Peningkatan kapasitas SDM dan riset teknologi
    Pengembangan kapasitas teknis, pemantauan lingkungan, dan uji coba teknologi adaptif menjadi prasyarat agar proyek tidak stagnan.
  7. Transparansi dan kepercayaan investor
    Komitmen regulasi yang stabil dan mekanisme transisi yang jelas akan menjaga kepercayaan investor, menghindari efek “regulasi menggoyang” yang membuat proyek tertunda.

Transisi dari sampah menjadi energi (waste-to-energy) merupakan salah satu strategi yang menjanjikan untuk menyinergikan solusi lingkungan dan sektor energi di Indonesia.

Dengan revisi regulasi yang lebih adaptif (Perpres 35/2018), peluncuran Patriot Bond, serta kenaikan kepercayaan pasar terhadap emiten pengelolaan limbah, momentum saat ini dapat dimanfaatkan untuk percepatan pembangunan PLTSa di berbagai wilayah.

Meski tantangan tidak kecil mulai dari biaya, izin, teknologi, hingga model bisnis peluangnya sama besarnya. Untuk itu, sinergi lintas sektor, dukungan pembiayaan inovatif, dan kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan menjadi kunci agar proyek WtE tidak hanya menjadi wacana, melainkan realitas yang memberi dampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan energi nasional.

Tags:
emiten pengolahan limbahPatriot Bond proyek energirevisi Perpres 35/2018waste to energy Indonesiapengelolaan sampah menjadi energi

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor