JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Plafon salah sebuah ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kelurahan Gunung Sahari Barat, Kecamatan Kemayoran, ambruk, Rabu, 3 September 2025.
Ruang sidang Prof. Dr. M. Hatta Ali yang berada di lantai satu itu hendak digunakan sidang terdakwa hakim pemutus lepas kasus korupsi minyak goreng yang melibatkan terdakwa korporasi.
Berdasarkan pantauan Poskota, beberapa penuntut umum dan para penasihat hukum terdakwa yang sudah siap untuk mengikuti persidangan, keluar ruangan.
"Baru lepas, tidak sampai. Jadi segera dicopot," kata Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Andi Saputra kepada Poskota di lokasi, Rabu, 3 September 2025.
Baca Juga: Novel Baswedan Sebut Pelaku Penjarahan Harus Ditindak: Tapi Jangan Lupa dengan Pejabat yang Korupsi
Letak plafon ruangan tersebut tepat berada di atas tempat duduk penuntut umum. Saat ini, petugas tampak memperbaiki plafon yang nyaris terjatuh itu.
Adapun sidang kasus korupsi minyak goreng tersebut digeser pada pukul 13.00 WIB. Para terdakwa mengikuti persidangan secara daring dari tahanan.
Lima terdakwa dugaan korupsi terkait vonis lepas kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor) yang melibatkan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group direncanakan disidang pagi hari ini, Rabu (3/9/2025).
Para terdakwa itu adalah Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara, dan tiga hakim yang memutus lepas yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyebut M Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan menerima uang 2500 US Dollar atau Rp 40 miliar untuk mempengaruhi majelis hakim guna memutus lepas kasus korupsi migor itu.
Duit itu diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dari jumlah Rp40 miliar itu, JPU mengatakan Arif menerima Rp15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp2,4 miliar, Djuyamto Rp9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp6,2 miliar, dan Ali Muhtarom Rp6,2 miliar.
Atas perbuatannya terdakwa Arif dan Wahyu didakwa Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan kedua Pasal 12 huruf A UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55, subsider Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau ketiga primer Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1, subsider Pasal 11 Jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke empat Pasal 12 B Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.
Baca Juga: Bendahara Desa di Sukoharjo Segera Diadili atas Dugaan Korupsi Dana Desa Rp406 Juta
Sementara itu, terdakwa Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau kedua Pasal 2 b Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor.