POSKOTA.CO.ID - Setiap kali memasuki 1 September, jagat media sosial Indonesia ramai dengan istilah 'September Hitam', termasuk pada tahun 2025 ini.
Dari masa ke masa, September seakan menjadi bulan penuh luka sejarah, meninggalkan jejak yang masih menyisakan trauma dan tuntutan keadilan hingga kini.
Di platform X (sebelumnya Twitter), 'September Hitam' sendiri bertengger di trending Indonesia sejak Senin pagi, 1 September 2025.
Warganet kembali menggaungkan ingatan kelam mengenai yang telah terjadi dalam rentetan September Hitam.
Banyak yang menyinggung deretan peristiwa kelam, mulai dari Tragedi G30S 1965, Tragedi Tanjung Priok 1984, Tragedi Semanggi I dan II 1998–1999, hingga pembunuhan aktivis HAM Munir pada 7 September 2004.
Tak berhenti di sana, aksi massa bertajuk “Reformasi Dikorupsi” pada 2019 juga turut dikaitkan dengan rentetan sejarah September yang berdarah.
"fyi, september hitam udah ada dari dlu buat ingetin klo dibulan itu banyak kasus pelanggaran ham. tragedi semanggi II, tragedi 65, tragedi tanjung priok, pembunuhan alm munir, aksi demo "reformasi dikorupsi" 2019," tulis akun X @swit***.
Sejumlah akun X bahkan menyebut, September Hitam adalah bentuk perlawanan simbolik terhadap lupa kolektif bangsa.
"Hari ini, kita memasuki September Hitam. Alih-alih pemerintah merenungi, menyesali, dan memberikan keadilan pada korban pelanggaran HAM di masa lalu, mereka justru menambah daftar panjang nama-nama korban. Sejarah kelam terus diulang. Al-fatihah," cetus akun X @kamis***.
Setiap tahunnya, tagar ini menjadi ruang bagi masyarakat untuk bersuara, menolak lupa, sekaligus mendesak agar tragedi-tragedi kelam tidak lagi berulang.
"Udah ga relevan September Hitam, setiap bulan dan hari di Indonesia akan hitam dan gelap kalo rejim dan sistemnya masih brengsek seperti ini," ungkap warganet lainnya @apa***.
Lantas, apa itu September Hitam yang tengah trending di X sejak pagi hari ini?
Baca Juga: Apakah FIFA Matchday September 2025 Tetap Ada? Simak Informasinya
Apa Itu September Hitam?
Istilah September Hitam sendiri bukan sekadar frasa, melainkan simbol kolektif atas berbagai tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang pernah terjadi di Tanah Air.
September Hitam erat kaitannya dengan rentetan peristiwa tragis di bulan September, yang paling menonjol adalah Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Peristiwa tersebut menandai awal mula pembersihan besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), menewaskan ratusan ribu orang di berbagai wilayah.
Hingga kini, tragedi 1965 masih menyisakan luka mendalam, perdebatan, dan kontroversi dalam ruang publik.
Namun, September Hitam tidak hanya merujuk pada G30S. Istilah ini kemudian digunakan untuk mengingat tragedi-tragedi lain yang juga terjadi pada bulan September.
Mulai dari Tragedi Tanjung Priok 1984, Tragedi Semanggi II 1999, hingga pembunuhan Munir 2004, semuanya memperkuat makna September sebagai bulan penuh duka.
Narasi ini kerap dihidupkan kembali, bukan hanya untuk mengenang korban, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan simbolik terhadap lupa kolektif dan impunitas.
Baca Juga: iPhone 17 Siap Meluncur September 2025, Harga Perdana Mulai Rp13 Jutaan
Daftar Peristiwa Kelam yang Disebut September Hitam
Adapun beberapa informasi mengenai daftar peristiwa kelam yang disebut September Hitam.
1. Tragedi 1965–1966
Peristiwa paling ikonik yang menjadi awal istilah September Hitam adalah tragedi G30S.
Dimulai dengan penculikan dan pembunuhan enam jenderal TNI pada 30 September 1965, peristiwa ini kemudian memicu gelombang penumpasan besar-besaran terhadap simpatisan PKI.
Ratusan ribu orang terbunuh, ribuan lainnya ditahan tanpa proses hukum.
Hingga kini, tragedi ini masih menyisakan trauma sosial dan menjadi salah satu sejarah paling kelam Indonesia.
2. Tragedi Tanjung Priok (1984)
Pada 13 September 1984, aparat keamanan membubarkan jemaah yang baru saja menunaikan salat Jumat di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Aksi represif itu memicu kerusuhan besar. Sejumlah orang tewas dan banyak lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa ini kemudian tercatat sebagai salah satu pelanggaran HAM berat yang hingga kini belum benar-benar tuntas penyelesaiannya.
3. Tragedi Semanggi II (1999)
Pada 24–28 September 1999, ribuan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menuntut perubahan politik, menolak praktik korupsi, dan mendesak penghentian pelanggaran HAM.
Demonstrasi yang dipusatkan di kawasan Semanggi, Jakarta, berujung bentrokan dengan aparat.
Sejumlah mahasiswa tewas, sementara banyak lainnya luka-luka. Hingga kini, korban dan keluarganya masih menuntut keadilan.
4. Hilangnya Aktivis Jafar Siddiq Hamzah (2000)
Jafar Siddiq Hamzah dikenal sebagai aktivis pembela hak asasi manusia dan demokrasi.
Dia menghilang pada 5 Agustus 2000. Saat itu, Aceh masih dirundung dalam konflik. Sejak itu pula keluarga Jafar tak berhenti mencari sosoknya.
Keluarga terus berharap, mereka masih dapat berjumpa dengan Jafar dalam keadaan sehat.
5. Pembunuhan Munir (2004)
Munir Said Thalib, salah satu aktivis HAM paling vokal, diracun dengan arsenik saat berada dalam penerbangan menuju Amsterdam pada 7 September 2004.
Kasus ini mengguncang publik dan memunculkan gelombang protes nasional maupun internasional.
Meski beberapa pelaku telah diadili, dalang utama pembunuhan Munir hingga kini belum terungkap.
6. Pembunuhan Salim Kancil (2015)
Seorang petani sekaligus aktivis lingkungan asal Lumajang, Jawa Timur, Salim Kancil, tewas dianiaya secara brutal pada 26 September 2015.
Ia dikenal menentang tambang pasir ilegal di desanya. Kasus ini menyoroti betapa rentannya aktivis lingkungan dihadapkan pada kekerasan dan ancaman maut.
7. Aksi Demonstrasi “Reformasi Dikorupsi” (2019)
Pada 30 September 2019, ribuan mahasiswa dari berbagai daerah menggelar aksi menolak sejumlah rancangan undang-undang kontroversial dan pelemahan KPK.
Demonstrasi ini berujung bentrokan dengan aparat di berbagai kota. Banyak mahasiswa menjadi korban luka, bahkan ada yang meninggal dunia.
8. Pembunuhan Pendeta Yeremia (2020)
Pada 19 September 2020, Pendeta Yeremia Zanambani, tokoh gereja di Hitadipa, Papua, tewas ditembak.
Kematian Yeremia menambah panjang daftar kekerasan di Papua yang kerap disebut sebagai wilayah darurat HAM.
9. Tragedi Kanjuruhan (2022)
Meski terjadi pada 1 Oktober 2022, tragedi ini masih sering dikaitkan dengan September Hitam karena berlangsung tepat setelah bulan tersebut.
Usai laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, penembakan gas air mata memicu kepanikan massal.
Ratusan suporter tewas terinjak-injak dan sesak napas, menjadikannya salah satu tragedi sepak bola terbesar di dunia.