POSKOTA.CO.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menjadi sorotan para pelaku pasar menjelang perdagangan awal pekan, Senin, 25 Agustus 2025. Setelah menutup pekan lalu dengan pelemahan 0,40% ke level 7.858, banyak pihak bertanya-tanya apakah indeks mampu bangkit dan menembus kembali zona psikologis 8.000.
Secara teknikal, analis dari berbagai sekuritas menilai IHSG saat ini tengah berada dalam pola wave yang memungkinkan terjadinya rebound.
Tim riset MNC Sekuritas, misalnya, menekankan bahwa meskipun indeks masih menghadapi tekanan jual, ruang penguatan tetap terbuka. Mereka memprediksi IHSG berpotensi menguji level 8.025–8.102, meskipun tetap ada risiko koreksi jangka pendek ke kisaran 7.815–7.831.
Di balik angka-angka tersebut, terdapat dinamika psikologis pasar yang menarik. Koreksi yang terjadi akhir pekan lalu sesungguhnya bukan hanya cerminan dari fundamental, tetapi juga dari ketidakpastian global serta pola profit taking investor. Bagi sebagian besar investor ritel, situasi ini sering menimbulkan dilema: apakah harus masuk kembali ke pasar atau menunggu sinyal yang lebih jelas.
Baca Juga: 10 Gelang Emas 8 Gram Terbaik 2025, Perpaduan Estetika Modern dan Aset Bernilai Tinggi
Saham dalam Radar Analis
Di tengah peluang rebound, sejumlah saham menjadi sorotan analis untuk perdagangan pekan ini.
1. PT XL Axiata Tbk. (EXCL)
Saham telekomunikasi ini ditutup di Rp2.930 per lembar dengan dominasi volume pembelian pada sesi perdagangan terakhir. Menurut analisis teknikal, EXCL berada pada wave [iv] dari wave 5, yang memberi peluang penguatan lebih lanjut.
Rekomendasi analis:
- Buy on weakness di level Rp2.810–Rp2.870
- Target harga: Rp3.020–Rp3.110
- Stop loss: di bawah Rp2.780
2. PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF)
Berbeda dengan EXCL, KLBF justru terkoreksi 3,90% ke Rp1.355. Namun koreksi ini dianggap sebagai peluang akumulasi. Secara teknikal, KLBF diperkirakan berada pada wave [v] dari wave C dari wave (B).
Rekomendasi analis:
- Akumulasi di kisaran Rp1.295–Rp1.355
- Target harga: Rp1.440–Rp1.530
- Stop loss: di bawah Rp1.280
3. PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL)
Saham pertambangan nikel ini menutup perdagangan pekan lalu dengan penguatan 2,04% ke Rp1.000. Lonjakan ini didukung oleh volume pembelian yang meningkat, sehingga memberi sinyal positif.
Rekomendasi analis:
- Buy on weakness di area Rp925–Rp980
- Target harga: Rp1.025–Rp1.085
- Stop loss: di bawah Rp905
4. PT Bank BTPN Syariah Tbk. (BTPS)
Berbeda dengan ketiga saham di atas, BTPS mendapat rekomendasi sell. Saham ini terkoreksi 1,72% ke Rp1.430 dan masih didominasi tekanan jual. Analis menilai posisi BTPS saat ini sedang berada pada awal wave C dari wave (B), sehingga rawan koreksi lanjutan.
Rekomendasi analis:
- Sell on strength di area Rp1.445–Rp1.465
- Potensi koreksi ke kisaran Rp1.215–Rp1.315
Bagi investor ritel, informasi teknikal seperti wave theory, support, dan resistance memang penting. Namun, ada sisi lain yang sering terlupakan psikologi investasi dan manajemen risiko.
Banyak investor pemula cenderung mengikuti rekomendasi analis tanpa mempertimbangkan profil risiko pribadi. Padahal, setiap keputusan investasi membutuhkan kesesuaian dengan tujuan keuangan, toleransi risiko, dan kondisi psikologis masing-masing individu.
Misalnya, meskipun EXCL dan NCKL tampak menjanjikan secara teknikal, jika seorang investor sedang membutuhkan likuiditas dalam waktu dekat, strategi “buy on weakness” mungkin bukan langkah bijak. Begitu pula dengan rekomendasi sell untuk BTPS, tidak serta-merta berarti investor harus menjual seluruh kepemilikan, melainkan menimbang proporsi portofolio dan tujuan jangka panjang.
Selain itu, pasar saham Indonesia juga tidak terlepas dari faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga global, harga komoditas, hingga sentimen politik domestik. Hal ini membuat volatilitas tak terhindarkan. Investor yang hanya terpaku pada analisis teknikal tanpa memperhitungkan aspek psikologis berpotensi mengalami stres berlebih ketika pasar bergerak di luar ekspektasi.
Baca Juga: Info Lowongan Kerja Hari Ini PT Indorent, Ada Banyak Posisi yang Dibuka
Tren Jangka Panjang IHSG
IHSG dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren pertumbuhan meski disertai koreksi periodik. Sejak 2020, indeks berhasil pulih dari dampak pandemi COVID-19 dan kembali mencetak rekor baru. Proyeksi jangka menengah hingga akhir 2025 masih menunjukkan potensi penguatan, dengan target yang diperkirakan berada di atas level 8.300.
Namun, tren positif ini bukan berarti tanpa risiko. Beberapa sektor seperti perbankan, pertambangan, dan telekomunikasi akan tetap menjadi motor penggerak indeks. Sementara itu, sektor farmasi dan teknologi masih menghadapi tantangan dari sisi regulasi dan kompetisi global.
Investor yang mampu membaca tren jangka panjang sambil menjaga disiplin manajemen risiko akan lebih siap menghadapi dinamika pasar.
IHSG pada perdagangan awal pekan ini memang berpeluang rebound ke level 8.025–8.102. Namun, peluang ini juga disertai risiko koreksi jangka pendek yang tidak boleh diabaikan. Rekomendasi saham dari analis EXCL, KLBF, NCKL (buy on weakness), dan BTPS (sell on strength) dapat menjadi acuan, tetapi bukan pegangan mutlak.
Pada akhirnya, investasi saham bukan hanya soal membaca grafik dan angka, tetapi juga soal mengelola emosi, merancang strategi jangka panjang, serta menjaga keseimbangan antara optimisme dan kewaspadaan.
Bagi investor ritel, momen seperti ini adalah kesempatan belajar: bukan hanya memahami teknikal, tetapi juga memahami diri sendiri sebagai pengambil keputusan finansial.