KPK mengungkap praktik pemerasan sertifikasi K3 yang menyeret Wamenaker Immanuel Ebenezer. Biaya resmi Rp275 ribu membengkak hingga Rp6 juta, memicu keresahan buruh. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Nasional

KPK Bongkar Skandal Korupsi Immanuel Ebenezer Pemerasan Sertifikasi K3, Tarif Sertifikasi Diduga Diubah Jadi Rp6 Juta

Sabtu 23 Agu 2025, 18:12 WIB

POSKOTA.CO.ID - Korupsi di sektor pelayanan publik selalu meninggalkan luka yang dalam, terutama ketika menyentuh kepentingan buruh yang setiap hari bergantung pada sistem negara untuk melindungi hak-haknya.

Pada Agustus 2025, publik dikejutkan oleh pengungkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau Noel, bersama 10 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Fakta yang terungkap benar-benar mencengangkan biaya resmi sertifikasi yang hanya Rp275 ribu bisa melonjak hingga Rp6 juta akibat pemerasan.

Skandal ini bukan sekadar soal angka. Ia merefleksikan ironi besar: di tengah upaya negara memperjuangkan kesejahteraan buruh, justru terjadi praktik penghisapan di balik meja birokrasi.

Baca Juga: Siapa Sosok Istri Immanuel Ebenezer? Simak Biodata Wamenaker yang Terseret OTT KPK, Status Sang Istri di Projo?

Kronologi Kasus Sertifikasi K3

KPK menemukan bahwa Noel dan kelompoknya menekan pekerja yang mengurus sertifikat K3. Modusnya sederhana namun menyakitkan bila tidak membayar lebih, proses pengurusan diperlambat, dipersulit, bahkan tidak diproses sama sekali.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan dalam konferensi pers bahwa biaya Rp6 juta yang dibebankan kepada buruh dua kali lipat lebih besar dibanding rata-rata Upah Minimum Regional (UMR).

Dengan kata lain, buruh yang berniat meningkatkan keterampilan demi keselamatan kerja justru dihadapkan pada beban finansial yang mustahil.

Lebih jauh, KPK mengungkap total kerugian publik akibat pemerasan ini mencapai Rp81 miliar, dengan dugaan penerimaan pribadi Noel sebesar Rp3 miliar yang digunakan untuk membeli kendaraan dan properti.

Sertifikasi K3: Seharusnya Pelindung, Bukan Perangkap

Sertifikasi K3 adalah dokumen penting bagi pekerja maupun perusahaan. Ia memastikan bahwa tenaga kerja memiliki keterampilan dalam menjaga keselamatan di lingkungan kerja. Di sektor industri berisiko tinggi, sertifikasi ini bahkan menjadi syarat mutlak.

Namun, ketika sertifikasi dijadikan lahan pemerasan, fungsi utamanya berubah menjadi perangkap. Buruh yang menolak membayar lebih menghadapi risiko kehilangan akses terhadap pekerjaan atau mengalami keterlambatan dalam proses administrasi. Kondisi ini mengkhianati semangat perlindungan tenaga kerja yang seharusnya dijunjung tinggi.

Kasus ini bukan hanya tentang angka miliaran rupiah. Ia juga tentang rasa ketidakadilan yang dialami buruh kecil. Seorang buruh yang upahnya hanya setara UMR harus memilih antara membayar pungutan tidak masuk akal atau kehilangan kesempatan kerja.

Bayangkan seorang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga. Ia ingin mengikuti sertifikasi demi keamanan kerja di pabrik, namun dihadapkan pada biaya Rp6 juta.

Angka itu mungkin setara dengan tabungan berbulan-bulan, bahkan melebihi biaya sekolah anaknya. Dalam situasi ini, pemerasan bukan sekadar tindak pidana ia adalah pengkhianatan terhadap harapan hidup keluarga pekerja.

Lemahnya Sistem Pengawasan Internal

Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan internal di Kementerian Ketenagakerjaan. Seharusnya, setiap layanan publik dilengkapi dengan mekanisme transparan mulai dari informasi biaya resmi, kanal pengaduan, hingga audit berkala.

Namun, faktanya celah birokrasi masih menjadi ruang bagi oknum untuk bermain. Skandal ini menunjukkan bahwa sistem digitalisasi pelayanan yang selama ini didengungkan belum sepenuhnya efektif menutup peluang korupsi.

Dampak Sosial-Ekonomi

  1. Buruh Menanggung Beban Ganda
    Biaya pemerasan yang melampaui UMR membuat buruh kehilangan akses ke sertifikasi. Akibatnya, peluang kerja yang lebih aman dan layak pun terhambat.
  2. Turunnya Kepercayaan Publik
    Kasus ini membuat masyarakat kembali ragu terhadap komitmen pemerintah dalam melindungi tenaga kerja. Padahal, kepercayaan adalah modal penting dalam hubungan antara negara dan warga.
  3. Citra Buruk Indonesia di Mata Internasional
    Sertifikasi K3 yang bermasalah dapat menurunkan reputasi Indonesia di dunia kerja global. Perusahaan asing bisa menilai sistem ketenagakerjaan kita tidak kredibel.

Upaya KPK dan Tantangan Pemberantasan Korupsi

Penetapan Noel dan 10 orang lainnya sebagai tersangka menunjukkan bahwa KPK masih memegang peran vital dalam pemberantasan korupsi. Namun, publik juga sadar bahwa pemberantasan kasus individual tidak cukup.

Korupsi dalam pelayanan publik sering kali bersifat sistemik. Jika hanya mengandalkan penindakan, kasus serupa bisa terulang. Oleh karena itu, strategi pencegahan melalui reformasi birokrasi dan penguatan mekanisme kontrol masyarakat menjadi mutlak.

Baca Juga: Profil Immanuel Ebenezer yang Kini Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Pernah Jadi Driver Ojol

Jalan Reformasi: Dari Transparansi Hingga Partisipasi Publik

Untuk mencegah kasus serupa, setidaknya ada lima langkah reformasi yang bisa ditempuh:

  1. Digitalisasi Proses Sertifikasi
    Semua tahapan sertifikasi harus dilakukan melalui sistem digital dengan biaya jelas dan tertera. Ini menutup peluang pungutan liar.
  2. Transparansi Biaya dan Layanan
    Kementerian harus mengumumkan biaya resmi secara terbuka melalui berbagai kanal, baik online maupun offline.
  3. Audit Independen
    Perlu adanya lembaga independen yang melakukan audit berkala terhadap layanan publik.
  4. Whistleblowing System yang Efektif
    Buruh harus memiliki saluran aman untuk melaporkan pungutan liar tanpa takut mengalami intimidasi.
  5. Partisipasi Serikat Pekerja
    Serikat buruh bisa menjadi mitra strategis pemerintah dalam memantau implementasi sertifikasi K3.

Kasus pemerasan sertifikasi K3 yang menyeret Wamenaker Noel adalah alarm keras bahwa birokrasi kita masih rentan disusupi praktik kotor. Buruh yang seharusnya dilindungi justru dijadikan objek pemerasan.

Namun, setiap krisis juga membawa peluang. Skandal ini dapat menjadi titik balik untuk mendorong reformasi pelayanan publik yang transparan, adil, dan berpihak pada rakyat kecil. Kepercayaan publik hanya bisa dipulihkan jika pemerintah berani melakukan perombakan sistem, bukan sekadar menindak individu.

Pada akhirnya, buruh Indonesia pantas mendapatkan layanan yang sederhana, jelas, dan manusiawi. Negara ada untuk melindungi, bukan memeras.

Tags:
Reformasi birokrasi ketenagakerjaanSertifikasi K3 buruhKorupsi di Kementerian KetenagakerjaanKPK tangkap NoelPemerasan Wamenaker Immanuel Ebenezer NoelKasus sertifikasi K3

Yusuf Sidiq Khoiruman

Reporter

Yusuf Sidiq Khoiruman

Editor