POSKOTA.CO.ID – Indonesia memperingati Hari Konstitusi pada Senin, 18 Agustus 2025. Pengamat politik Rocky Gerung menekankan pentingnya refleksi terhadap makna konstitusi dan relevansinya bagi perjalanan bangsa, di tengah perdebatan publik terkait praktik ketatanegaraan.
Jurnalis senior Hersubeno Arief membuka perbincangan dengan menggarisbawahi bahwa konstitusi seharusnya menjadi aturan dasar yang dijadikan pegangan bersama.
Ia menyinggung perdebatan publik mengenai peran Mahkamah Konstitusi, termasuk putusan yang memungkinkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada pemilihan presiden.
Baca Juga: Apa Arti Lagu Tabola Bale yang Buat Prabowo Goyang di Istana
“Padahal kan sebenarnya konstitusi itu sebuah aturan dasar dari sebuah negara yang itu seharusnya menjadi pegangan kita semua bersama,” kata Hersubeno, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.
Menanggapi hal itu, Rocky Gerung menyebut Hari Konstitusi sebagai momentum untuk mengingat kembali pemikiran para pendiri bangsa yang mendasarkan Indonesia pada sistem yang menjamin keadilan dan kesejahteraan pasca-kemerdekaan.
“Mereka mengucapkan dalil-dalil akademis dalam upaya untuk mendasarkan Indonesia pada suatu sistem yang memungkinkan kesejahteraan tiba setelah kemerdekaan, keadilan tumbuh setelah lepas dari penjajahan. Dan itu yang disebut sebagai pintu gerbang,” ujar Rocky.
Rocky menambahkan, evaluasi terhadap konstitusi menjadi penting karena cita-cita awal belum sepenuhnya terwujud.
“Hari-hari ini kita mulai merenungkan apakah konstitusi kita betul-betul telah mengantarkan negeri ini pada janji-janji keadilan, kemakmuran, dan kesetaraan itu. Evaluasi tentu diperlukan, tetapi satu hal yang segera kita ketahui bahwa kita kehilangan banyak kesempatan untuk mendalilkan kembali prinsip-prinsip itu karena persoalan politik,” ucapnya.
Ia juga menyoroti hambatan politik yang menghalangi perdebatan ide dalam rangka memperkuat demokrasi. Menurutnya, ruang untuk pertukaran gagasan masih kerap terhambat.
Rocky kemudian menyinggung sejarah istilah konstitusi yang pada awalnya berkembang di Eropa abad ke-15 dan 16.
“Konstitusi artinya hak rakyat untuk membunuh raja pada waktu itu. Bahkan disebutkan secara eksplisit bahwa konstitusi artinya pihak yang menafsirkan maupun mendalilkan keadilan adalah rakyat, bukan penguasa,” kata Rocky.
Menurut dia, dalam konteks modern, makna tersebut berevolusi menjadi mekanisme pemakzulan terhadap pejabat yang gagal memenuhi aspirasi rakyat.