Aksi demonstrasi di Pati, Jawa Tengah, pada Rabu, 13 Agustus 2025. (Sumber: X/@andripst)

Nasional

Demonstrasi di Pati, Pengamat Soroti Kesulitan Ekonomi dan Kacaunya Komunikasi Pejabat Publik

Kamis 14 Agu 2025, 15:57 WIB

POSKOTA.CO.ID – Aksi demonstrasi besar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada Rabu, 13 Agustus 2025, memicu perbincangan nasional terkait kesulitan ekonomi, respons pemerintah, dan gaya komunikasi pejabat publik.

Protes yang dipicu oleh pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid itu dinilai sebagian kalangan sebagai simbol kemarahan dan kejenuhan rakyat terhadap kondisi ekonomi.

Nusron sebelumnya mempertanyakan klaim warga terkait kepemilikan tanah negara dengan pernyataan yang dianggap menyinggung, namun ia telah menyampaikan permintaan maaf.

Jurnalis senior Hersubeno Arief menyebut peristiwa tersebut sebagai bentuk “kemuakan” masyarakat.

Baca Juga: Demonstrasi Besar-besaran di Pati, Pengamat Politik Nilai Bupati Pati Tidak Peka dan Tak Paham Berhadapan dengan Krisis Ekonomi

“Kendati sudah minta maaf, rakyat tampaknya sudah tidak bisa menahan lagi. Menurut saya ini bukan hanya kemarahan tapi kemuakan. Rasanya mereka sudah muak,” ujar Hersubeno, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai komentar sang menteri menunjukkan kurangnya pemahaman pejabat terhadap perspektif sosial masyarakat.

“etapi kita mau lihat bagaimana sebetulnya background dari para menteri ini atau pejabat publik yang tidak paham tentang antropologi di mana rakyat adalah subjek yang harus dia layani,” kata Rocky.

Menurutnya, protes di Pati memiliki akar yang lebih dalam, yakni kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat di berbagai daerah.

Baca Juga: Siapa Sosok Pengganti Sudewo Jika Mundur dari Jabatan Bupati Pati?

“Kondisi objektifnya sama di desa mana pun, di kabupaten mana pun ada kesulitan ekonomi. Kesulitan pangan, kesulitan bahan bakar. Semua hal dituntut untuk mengerti itu. Pemimpin harus dituntut untuk mengerti.” tambahnya.

Rocky juga menyoroti kebijakan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dinilai membebani daerah dan rakyat. Ia mengkritik ketidakmampuan sebagian pejabat membaca keresahan masyarakat, meski Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen.

“Kalau memang 5, di atas 5 persen pertumbuhannya enggak akan ada protes, tuh. Kan ini penanda pertama buah ekonomi tidak bertumbuh. Enggak ada yang percaya, tuh. Jadi, sekali lagi rakyat sudah masuk pada satu modus untuk tidak percaya lebih dahulu sebelum dibuktikan sebaliknya,” ucap Rocky.

Hersubeno menambahkan bahwa retorika sejumlah pejabat pusat memperparah kekecewaan publik.

Baca Juga: Aksi Demo di Pati Ricuh, Polisi Lepaskan Gas Air Mata

“Fenomena Pati ini adalah simbol kemarahan rakyat. Sementara para petinggi negara ngomong ini makin seenaknya. Menteri Sri Mulyani kemarin malah ngajak rakyat untuk patungan itu untuk bayar dosen dan pendidik itu,” ujarnya.

Rocky menilai peristiwa Pati dapat menjadi inspirasi gerakan serupa di daerah lain jika keresahan ekonomi tidak segera diatasi. Ia juga menyoroti perlunya konsistensi antara visi Presiden Prabowo Subianto dan pelaksanaan kebijakan di tingkat daerah.

“Jadi sekali lagi kita lihat bagaimana banyak pejabat yang tidak paham apa yang dimaksud oleh dengan efisiensi, apa yang dimaksud dengan penghematan atau sebaliknya apa yang dimaksud dengan kerakusan yang berulang kali diterangkan oleh Presiden Prabowo," tegasnya.

Menurut Rocky, ketegangan sosial akibat faktor ekonomi dapat berlanjut dan meluas menjadi gerakan yang lebih besar, terutama jika dibarengi ketidakpuasan politik terhadap elite. “Apa yang terjadi di Pati itu resonansinya sampai ke seluruh Indonesia. Ini riil dan harus segera dipecahkan pemerintah,”

Tags:
ekonomi Indonesia protes rakyatdemonstrasi PatiPati

Muhamad Arip Apandi

Reporter

Muhamad Arip Apandi

Editor