MUSTIKA JAYA, POSKOTA.CO.ID - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi bersama sejumlah warga Dukuh Zamrud, Kelurahan Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, menggelar pertemuan di Pemkot Bekasi, pada Rabu 13 Agustus 2025.
Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas dugaan aktivitas keagamaan menyimpang yang dilakukan seorang wanita bernama Putri Yeni, alias Umi Cinta.
Ketua MUI Kota Bekasi, Syaifuddin Siroj, mengatakan, pertemuan tersebut menampung keluhan dan keresahan warga. Ia menegaskan, pihaknya belum bisa memvonis ajaran yang dibawa Umi Cinta sesat atau tidak, sebelum bertemu langsung dengan yang bersangkutan.
“Yang jelas, hari ini kami mendengar semua keluhan dan kegelisahan masyarakat. Kami ingin tahu langsung dari pengasuh bagaimana dia menyampaikan materi-materi keagamaannya,” ujar Syaifuddin kepada awak media, Rabu, 13 Agustus 2025.
Baca Juga: MUI Kota Bekasi Masih Selidiki Dugaan Penyimpangan Pengajian Umi Cinta
"Jadi kami belum bisa memvonis apakah aliran itu sesat atau bukan," jelasnya.
Syaifuddin menjelaskan, besok siang pihaknya akan menggelar rapat tindak lanjut di Kecamatan Mustika Jaya dan memanggil Umi Cinta untuk klarifikasi.
Dari informasi warga, Syaifuddin mendapatkan laporan adanya beberapa perilaku anggota pengajian yang dinilai berubah setelah mengikuti ajaran Umi Cinta.
“Ada satu ibu yang mengaku adiknya putus komunikasi setelah ikut ajaran itu. Ada juga anak yang ikut pengajian jadi berani sama orang tua. Besok akan kami dalami,” kata Syaifuddin.
Terkait kabar adanya kewajiban membayar infak Rp1 juta untuk mendapatkan surga, Syaifuddin menegaskan belum ada bukti kuat.
“Dari pembicaraan tadi, tidak ada bukti. Belum ada yang mengaku pernah membayar itu,” jelasnya.
Menurut Syaifuddin, indikasi ajaran sesat memiliki pakem yang jelas, di antaranya menambah atau mengurangi rukun iman dan rukun Islam, mengakui adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad, serta menyatakan ada kesalahan dalam Alquran.
“Itu semua jelas masuk kategori sesat. Tapi apakah ajaran Umi Cinta masuk di dalamnya, kami akan kaji lebih dalam,” ujarnya.
Selain itu, MUI juga menyoroti teknis pengajian yang digelar Umi Cinta, di antaranya penggabungan antara jamaah laki-laki dan perempuan tanpa pembatas (tabir).
“Dalam fiqih, pengajian harus dipisah antara ibu-ibu dan laki-laki. Kalau digabung, itu bisa jadi salah satu sumber keresahan warga,” kata Syaifuddin.
Syaifuddin menambahkan, jika nantinya tidak ditemukan kriteria ajaran sesat, pihaknya telah mengusulkan ke Kementerian Agama agar Umi Cinta tetap dapat menggelar pengajian dengan catatan memperbaiki tata cara pelaksanaannya.
“Yang penting tidak melanggar syariat dan tidak menimbulkan keresahan,” ungkapnya. (cr-3)